25 TAHUN MASJID LAUTZE BERDAKWAH

0
82

Masjid Lautze

JIC -Masjid ini unik, tampilannya berwarna merah, khas klenteng. Lokasinya terletak di daerah yang mayoritas warganya adalah keturunan Tionghoa, di Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Keunikan masjid ini menurut Ketua Umum Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) selaku pengurusnya, M. Ali Karim, adalah salah satu faktor pendorong rasa penasaran warga Tionghoa untuk datang dan mulai berkenalan dengan Islam.

Pada peringatan 25 tahun berdirinya masjid kental dengan nuansa Tionghoa tersebut, Sabtu (9/4), Ali menjelaskan alasan berdirinya. Masjid Lautze, yang berdiri di area ruko, didirikan karena melihat adanya pembatas antara masyarakat keturunan Tionghoa yang hendak belajar agama. Menurutnya, hal itu bisa dilihat misalnya sejak zaman Orde Lama berkuasa.

“Setelah peristiwa G30S, orang Tionghoa yang beragama itu sedikit sekali, nggak ada lima persen, yang lain (menganut, red) budaya saja,” jelas Ali saat ditemui Republika.co.id setelah acara tasyakur 25 tahun Masjid Lautze dan YHKO.

Kemudian kebanyakan warga etnis Tionghoa, memilih untuk menjadi Nasrani atau penganut Buddha. Ali menjelaskan situasi itu mendorong berdirinya Masjid Lautze, untuk memberikan informasi tentang Islam pada masyarakat Tionghoa. Apalagi saat itu Islam dikenal oleh mereka dengan pandangan yang negatif.

Di awal masa berdirinya, banyak warga keturunan Tionghoa datang bertanya tentang Islam. Ali menceritakan, biasanya mereka menanyakan apa sebabnya laki-laki Muslim diperbolehkan untuk memiliki empat istri, dan kenapa dalam Islam penganutnya dilarang mengonsumsi babi. Lalu di masa modern, pertanyaan mengenai terorisme pun digulirkan warga yang penasaran.

Cara Masjid Lautze ajarkan Islam pada etnis Tionghoa, menurut Ali, bukan sekadar dakwah menggunakan kata-kata mutiara. Bedanya, di Masjid Lautze, ajaran yang diberikan adalah lebih banyak berbuat. Walau hanya sedikit mereka didorong untuk bisa melakukan sesuatu, dengan contoh dari masjid itu sendiri.

“Contohnya waktu membangun masjid ini, nggak ada uang ya sewa dulu, kalau tunggu kaya misalnya membangun masjid ya nggak kaya-kaya karena orang tidak pernah merasa kaya,” lanjut Ali.

http://1.bp.blogspot.com/_Xpmm0Inq_hI/TKrE7Z_3wvI/AAAAAAAAAwg/9y3w28gX1vU/s1600/GambarBeritaKoranJakarta20100831185440.jpg

Dalam acara syukuran 25 tahun Masjid Lautze dan yayasan pembinanya, Sabtu (9/4), Ketua Pembina Yayasan Haji Karim Oei (YHKO), M. Ali Karim juga mengimbau umat Islam merangkul mualaf.

“Kalau bisa, kita yang lahir Islam bisa menerima saudara-saudara baru yang mualaf itu dan jangan mengharap seperti kita, begitu masuk Islam sudah hafal Alqur’an, sudah bisa shalat, nggak bisa,” ujar Ali pada Republika.co.id ketika ditemui seusai acara tasyakur. Ali menambahkan, misalnya jika ada mualaf yang memang belum paham shalat, harus dibimbing, bukan dituding hanya pura-pura Islam.

Sedangkan kendala untuk berdakwah di kalangan etnis Tionghoa, menurut Ali sebenarnya tidak ada kendala yang berarti. Masalanya, lanjut Ali, adalah suudzon. Semua tergantung pada prasangka manusia terhadap Allah. “Kalau kita berprasangka baik, memandang semua orang mau belajar, tidak akan ada masalah,” tutur Ali.

Secara rutin, Ali menjelaskan, masjid ini cukup sering mengIslamkan mualaf. Masjid Lautze pun menyediakan sarana belajar bagi para mualaf, yang mengajari pun sesama mualaf, demikian tutur Ali. Bagi Muslim yang belum paham cara membaca Al-Qur’an pun diperbolehkan untuk belajar bersama di sana. Menurut Ali, mereka yang belum pandai mengaji menjadi semangat belajar karena di sana semua sama-sama belum bisa, sama-sama belajar.

“Karena nggak malu, karena sama-sama belum bisa, sama-sama dari nol. Jadi dia semangat,” lanjutnya.

Masjid ini pun mengapresiasi mualaf yang semangat untuk belajar. Seperti dalam peringatan 25 tahun berdirinya masjid dan YHKO, terdapat lomba hafalan juz amma khusus mualaf. Penilaiannya bukan dari seberapa hafal mualaf tersebut, tetapi juga melihat seberapa besar semangatnya untuk berusaha.

Setiap Ahad, para mualaf lama di masjid ini membuka kelas dan berbagi ilmu. Mereka mengajari saudara-saudara sesama mualaf atau yang memang belum mengerti Islam untuk mengaji. Banyak di antara mereka mualaf yang usianya tak muda lagi, tetapi masih semangat untuk belajar tentang Islam.

Sumber ;REPUBLIKA.CO.ID

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here