JOURNEY TO UIGHUR: EMIN MINARET DAN SHALAT JUMAT YANG HILANG (2)

0
41

JIC, JAKARTA- Mr. Chang lalu mengajak kita ke plaza di depan masjid yang sangat luas. Dari ceritanya, lokasi ini digunakan untuk festival setelah Ramadhan alias perayaan Idul Fitri.

“Mereka shalat Ied di sini?” Tanya saya penasaran.

“Dulu iya. Sekarang tidak lagi. Hanya digunakan untuk festivalnya saja,” jawabnya.

Di gerbang masjid saya membeku. Bukan karena udara dingin minus 12 hari itu. Tapi ingatan saya melayang ke Mezquita di Cordoba, Spayol, yang saya saksikan 5 tahun lalu. Mezquita adalah Masjid Agung Cordoba yang kini difungsikan sebagai katedral. Nama Mezquita yang berarti masjid menunjukkan kalau bangunan itu dulunya adalah masjid.

photo

Mihrab di Masjid Emin Minaret, Uighur. (Uttiek M Panji Astuti)

Mihrab di Mezquita masih berdiri tegak bertulis kalimat Tauhid di atasnya. Namun, kini berbatas terali besi dan polisi-polisi yang bertugas menghalau siapa saja yang berusaha shalat di depannya.

Pagi ini saya menyaksikan hal serupa di belahan bumi yang berbeda. Di depan terlihat karpet merah membentang menutup lantai dan mihrab masjid yang dibatasi tali dan dijaga polisi. Pertanda tidak boleh dilintasi.

Mihrab yang gelap dan berdebu itu tampak menangis sendirian dalam kesunyian. Saya tergugu. Sekali lagi saya harus menyaksikan luka sejarah. Masjid-masjid yang tidak boleh lagi digunakan untuk bersujud dan menderaskan namaNya.

Polisi yang berjaga nampak mulai gelisah dan makin sering mondar-mandir di belakang saya yang masih saja terpaku memegang tali pembatas dan menatap mihrab di depan sana. Saya tundukkan kepala dalam-dalam dan sorongkan segala pinta ke pintu langit, “Ya Rabb, izinkan tempat ini kembali hangat dengan CahayaMu.”

Suara Mr. Chang memecah kesunyian mengajak saya dan Lambang ke bagian masjid yang lain, yakni tangga menuju minaret. Saya tanya, “Di mana tempat yang dulunya digunakan untuk berwudhu?” Ia menatap saya sejenak sebelum menjawab, “I have no idea,” jawabnya dengan muka polos.

Minaret yang tetap kokoh berdiri itu kini tidak boleh dinaiki lagi, karena telah lapuk dimakan usia. Saya membayangkan pastilah dulunya minaret ini digunakan para muadzin untuk mengumandangkan panggilan shalat lima waktu.

Dari plaza di depan minaret Mr. Chang menunjuk kompleks pemakaman Islam yang ada di bagian kiri masjid. Nisan berbentuk gundukan yang terbuat dari tanah merah terlihat memenuhi area itu. Jumlahnya sekitar lima puluhan. Ada satu-dua yang dinaungi bangunan di atasnya. Kalau orang Jawa menyebutnya cungkup.

Tidak jelas siapa yang dimakamkan di sana, karena semua nisan tak bernama. Tidak ada keterangan apa pun di kompleks pemakaman itu. Namun saya yakin, siapapun yang dikuburkan di sana pasti menangis pilu menyaksikan masjid ini sekarang mangkrak, tidak boleh digunakan untuk shalat dan dijaga ketat.

photo

Pemakaman Muslim Uighur.

 

sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here