KHOFIFAH, RISMA, DAN SUTIAJI MEMINTA MAAF

0
37

Kondisi gedung Majelis Rakyat Papua yang terbakar pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019).                                                                        Foto: ANTARA FOTO

Gubernur Papua Barat meminta pendompleng aksi diusut.

JIC, SURABAYA — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Wali Kota Malang Sutiaji menyampaikan permohonan maaf atas insiden ucapan pengusiran dan rasialisme yang dialami sejumlah mahasiswa Papua di wilayah mereka. Permintaan maaf itu menyusul terjadinya aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan di Papua dan Papua Barat terkait insiden tersebut.

“Saya bertelepon dengan Gubernur Papua Pak Lukas Enembe. Kami mohon maaf karena itu (rasialisme) sama sekali bukan mewakili masyarakat Jawa Timur,” kata Khofifah di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya, Senin (19/8).

Khofifah menyatakan akan memaksimalkan komunikasi-komunikasi yang dijalin antara Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemerintah Provinsi Papua maupun warga Papua. “Harapannya, mahasiswa Papua akan terlindungi dan aman mengikuti program studinya dengan baik,” kata Khofifah.

Permohonan maaf serupa disampaikan Tri Rismaharini. “Kalau memang ada kesalahan kami di Surabaya, saya mohon maaf. Tapi, tidak benar jika kami dengan sengaja mengusir,” ujar Risma di kantor DPP PDIP, Jakarta, kemarin.

Dia melanjutkan, Pemkot Surabaya selalu berupaya berhubungan baik dengan warga Papua, termasuk yang bekerja di pemkot. “Pejabat saya (yang berasal dari Papua) tetap kerja, seluruh mahasiswa Papua juga masih normal,” ungkapnya.

Wali Kota Malang Sutiaji juga menyampaikan permohonan maaf. “Kalau mungkin ada kemarin insiden kecil, yang itu dimaknai besar itu kalau antarmasyarakat, atas nama Pemerintah Kota Malang, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Itu di luar sepengetahuan kami juga,” kata Sutiaji di Malang, Senin.

Perihal pernyataan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko soal pemulangan mahasiswa Papua, menurut dia, hal itu bukan kebijakan Pemkot Malang. Mungkin atas nama masyarakat, atas nama FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri TNI- Polri). Tapi, kami tegaskan, tidak ada pemulangan sama sekali,” ujar Sutiaji.

Sebelumnya, di Malang, pada Kamis (15/8), sejumlah mahasiswa Papua melakukan aksi mengecam sejarah penandatangan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda pada 1962 yang berujung masuknya Papua Barat dalam wilayah Papua. Peristiwa itu berujung bentrokan dengan ormas dan melukai sejumlah mahasiswa Papua.

Sementara, pada Jumat (16/8) malam, kabar perusakan bendera Merah Putih di dekat asrama mahasiswa Papua di Kalasan, Surabaya, memicu pengepungan asrama oleh ormas dan warga. Rekaman kejadian itu menunjukkan ada tembakan gas air mata terhadap mahasiswa Papua. Keesokan harinya sebanyak 43 mahasiswa Papua ditangkap dan kemudian dilepaskan terkait peristiwa itu.

Sejak itu, beredar rekaman video penyebutan kata monyet yang diarahkan kepada mahasiswa Papua. Tak begitu jelas dalam video tersebut apakah kata-kata merendahkan disampaikan oknum aparat atau ormas. Namun, nyanyian pengusiran terhadap mahasiswa Papua terdengar dari arah warga dan ormas yang berkumpul.

Pada Ahad (18/8), MUI Papua serta kelompok gereja mengecam rasialisme yang dialami mahasiswa Papua tersebut. Meski begitu, video juga beredar secara agresif di akun-akun medsos yang dikelola kelompok penuntut referendum dan kemerdekaan Papua. Seruan aksi unjuk rasa juga mulai beredar di media sosial.

Pada Senin, warga dan mahasiswa mulai berkumpul di Kota Manokwari, Papua Barat. Kendati demikian, tak lama aksi diikuti pembakaran ban, blokade jalan, dan perusakan fasilitas umum. Menjelang siang, gedung DPRD Papua Barat dibakar. Pada saat yang bersamaan, massa berkumpul di Taman Imbi, Kota Jayapura.

Ribuan orang yang terdiri atas mahasiswa serta warga setempat, juga yang datang dari Abepura dan Waena, berkumpul kemudian melakukan aksi long march ke gedung DPRD Papua. Aksi di Jayapura berjalan relatif damai.

Seruan aksi di Sorong sedianya untuk Selasa (20/8). Kendati demikian, kemarin siang, titik-titik kumpul warga terbentuk di sepanjang Jalan Ahmad Yani. Ban-ban mulai dibakar dan jalan diblokir. Bandara Domine Eduard Osok jadi sasaran amuk massa.

photo

Warga Papua menyalakan lilin saat aksi damai di Bundaran Tugu Perdamaian Timika Indah, Mimika, Papua, Senin (19/8/2019).

Frengki Warer, salah satu warga Jayapura yang mengikuti aksi di Jayapura kemarin, mengatakan, para pengunjuk rasa terutama meminta pengujar seruan rasial diproses secara hukum. Namun, ia tak menyangkal, ada juga yel-yel prokemerdekaan dalam aksi kemarin.

Ia menilai peristiwa di Surabaya memang berpotensi menaikkan sentimen politik di Papua. Jadi, ini seperti jadi bumbu tambahan, kata dia. Frengki menuturkan, massa berang sur bubar selepas ditemui Gubernur Papua Lukas Enembe.

Kepada para peserta aksi, Lukas menuturkan soal permintaan maaf dari Khofifah. Ia juga menyatakan jaminan pemerintah Jawa Timur soal keamanan mahasiswa Papua di rantau.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengatakan, aksi kemarin mulanya berlangsung damai. Mereka baru bergerak menuju DPRD, ternyata sudah terbakar,” ujar dia. Karena itu, Dominggus mengata kan, aparat penegak hukum perlu mengusut siapa pelaku yang memanfaatkan situasi tersebut untuk kemudian diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta seluruh pihak saling memaafkan. “Saudara saudaraku, pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan. Emosi itu boleh, tapi memaafkan itu lebih baik,” ujar Presiden, Senin.

Ia menjanjikan, pemerintah akan terus menjaga kehormatan warga Papua dan Papua Barat. (dadang kurnia/ dian erika nugraheny/ronggo astungkoro/sapto andika candra ed:fitriyan zamzami)

 

 

sumber : republika.co.id

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here