‘POP’ KEMENDIKBUD HIBAH BAGI GURU: PERUSAHAAN BESAR LOLOS DAN ORMAS ISLAM MUNDUR, BAGAIMANA PROSES SELEKSI DILAKUKAN?

0
56
Program dana hibah untuk peningkatan kualitas guru mulai digelar Kemendikbud tahun 2020.

JIC, — Dengan alasan proses seleksi yang tidak transparan, dua ormas Islam, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun pendapat berbeda dinyatakan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), salah satu penerima dana hibah proyek peningkatan kualitas guru itu.

Kemendikbud mengklaim seleksi penerima dana hibah dijalankan secara objektif, walau pengamat pendidikan menilai memang ada nilai kepatutan yang pantas dipertanyakan dalam proyek tersebut.

Muhammadiyah, ormas dengan jejaring lembaga pendidikan berbasis agama Islam, menganggap sejumlah organisasi penerima dana hibah program ini tidak pantas lolos seleksi.

Hal itu dikatakan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno.

Kasiyarno menuding sebagian penerima hibah program itu adalah organisasi kecil dan tanpa rekam jejak ‘jelas’ di bidang pendidikan.

Jika tetap berpartisipasi dalam program ini, kata Kasiyarno, Muhammadiyah berpotensi mendapat citra negatif dari masyarakat.

“Kami ragu mereka mampu menjalankan program sebesar ini. Ini program tingkat nasional. Ada ormas yang kantor saja tidak punya, apalagi staf,” ujar Kasiyarno saat dihubungi, Kamis (23/07).

“Proposal yang diajukan beberapa ormas juga meragukan. Ada yang berjudul ‘Peran Organisasi Penggerak Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan’. Masa karangan ilmiah seperti itu didanai miliaran.”

“Komentar masyarakat tentu tidak bagus. Kalau kami ikut, kami bisa kena getahnya. Padahal kami serius karena bidang ini pekerjaan kami sejak satu abad lalu,” kata Kasiyarno.

Guru, kemendikbud, pop kemendikbud

Dalam Program Organisasi Pemberdaya, kualitas guru dan kepala sekolah ditargetkan meningkat demi pemerataan pendidikan di Indonesia.

Program Organisasi Penggerak adalah bagian dari visi-misi bertajuk ‘Merdeka Belajar’ yang digagas Mendikbud, Nadiem Makariem.

Nadiem menyediakan dana Rp595 miliar per tahun untuk dibagi kepada organisasi masyarakat yang lolos menjadi fasilitator program ini.

Dana yang dikucurkan untuk organisasi fasilitator terbagi dalam tiga kategori: Gajah, Macan, dan Kijang.

Organisasi yang lolos di kategori Gajah wajib memiliki target minimal 100 sekolah. Mereka bakal mendapat hibah maksimal Rp20 miliar.

Adapun target kategori Macan berkisar antara 21 sampai 100 sekolah dengan hibah maksimal Rp5 miliar. Sementara target kategori Kijang 5 hingga 20 sekolah dengan hibah maksimal Rp1 miliar pertahun.

Muhammadiyah dan NU lolos dan masuk kategori Gajah, sebelum menyatakan mundur.

Guru, kemendikbud, pop kemendikbud

Mendikbud Nadiem Makarim menginisiasi Program Organisasi Penggerak untuk mencapai target visi dan misinya yang bertajuk ‘Merdeka Belajar’.

Namun tudingan soal seleksi yang tidak transparan itu dibantah Federasi Guru Independen Indonesia (FGII). Salah satu organisasi guru ini menyebut mengerahkan segala upaya agar lolos menjadi fasilitator dan penerima hibah Program Organisasi Penggerak.

Tetty Sulastri, Ketua Umum FGII, yakin organisasinya lolos karena dalam lima tahun terakhir sejumlah anggotanya ditunjuk menjadi fasilitator sekolah ramah anak oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dalam program ini, dua proposal FGII untuk tingkat PAUD dan SD lolos kategori Kijang. Sementara proposal mereka untuk tingkat SMP lolos kategori Macan.

“Tujuh orang anggota FGII dilatih menjadi fasilitator nasional sekolah ramah anak, termasuk saya. Saya bisa buktikan dengan sertifikat bahwa saya memiliki portofolio itu,” kata Tetty via telepon.

Di sisi lain, Tetty heran dengan pernyataan Muhammadiyah tentang organisasi yang bonafide adalah yang memiliki kantor. Verifikasi FGII, kata dia, dilakukan di tempatnya mengajar, di salah satu SMA negeri di Jakarta.

“Saya ditelepon, akan ada tim verifikasi, mereka mau ke kantor FGII. Saya bilang, kantor kami sudah tutup,” kata Tetty

“Kami tidak punya uang lagi untuk sewa kantor. Itu sekedar untuk persuratan. Kalau karena ini tidak lolos, kami tidak masalah.”

“Mana ada organisasi guru, selain PGRI, yang punya kantor. Kantor kami pindah-pindah. Awalnya kami diberi kantor di lingkungan Paramadina, lalu pindah ke Jakarta Barat,” ujarnya.

Guru, kemendikbud, pop kemendikbud

Dana hibah sebesar Rp595 miliar disediakan Kemendikbud untuk Program Organisasi Penggerak.

Korporasi besar lolos

Merujuk pengumuman resmi Kemendikbud, dari 324 proposal di tahap seleksi administrasi, hanya 183 yang mereka loloskan di akhir verifikasi.

Empat dari ratusan proposal yang lolos itu diajukan dua yayasan bentukan perusahaan swasta, yaitu Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto.

Yayasan Putera Sampoerna didirikan perusahaan rokok, PT HM Sampoerna, sebagai pelaksana tanggung jawab sosial mereka.

Profil yang sama juga dimiliki Yayasan Bhakti Tanoto, yang didirikan korporasi milik Sukanto Tanoto, taipan di sektor industri kayu, energi, dan kelapa sawit.

Lolosnya dua yayasan ini juga menjadi salah satu pertimbangan Muhammadiyah dan NU untuk menarik diri dari program peningkatan kualitas guru ini.

“Yayasan itu bagian dari pengabdian masyarakat yang harus disumbangkan perusahaan mereka. Kenapa minta dana pemerintah?” kata Kasiyarno dari Muhammadiyah.

“Mereka kan wajib bantu pemerintah menggunakan dana mereka untuk lembaga yang membutuhkan,” ujarnya.

Guru, kemendikbud, pop kemendikbud

Atas berbagai tudingan itu, Kemendikbud menyatakan telah menggelar seleksi penerima dana hibah secara transparan. Dalam proses penyaringan, penyeleksi diklaim tak bisa melihat organisasi yang membuat proposal.

“Program ini dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat,” kata Juru Bicara Kemendikbud, Evy Mulyani, dalam pernyataan tertulis.

“Evaluasi dilakukan lembaga independen, yaitu SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi,” tuturnya.

Bagaimanapun, kata pengamat pendidikan, Itje Chodijah, lolosnya dua yayasan milik perusahaan swasta itu memang pantas menimbulkan pertanyaan, setidaknya dari segi etika.

Walau begitu, Itje menilai Program Organisasi Penggerak penting untuk meratakan kualitas guru di seluruh wilayah Indonesia.

“Tenaga pemerintah tidak cukup. Butuh amunisi lain. Ketimpangan daerah maju dan daerah terpencil jauh sekali. Dengan tenaga dari luar, yang tidak terikat birokrasi, ini akan mempercepat kualitas pendidikan,” kata Itje.

“Ini hanya masalah kepatutan, masyarakat melihat, perusahaan justru dapat dana dari pemerintah. Tapi kalau semua yayasan boleh mengikuti seleksi, kita tidak bisa diskriminatif,” ujarnya.

Program Organisasi Penggerak dibuat Nadiem, salah satunya, merujuk hasil survei global yang menyebut skor pelajar Indonesia di bidang literasi dan sains di bawah rata-rata negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.

Dalam penelitian bertajuk Programme for International Student Assesment tahun 2019, pelajar Indonesia menempati peringkat ke-74 dari total 79 negara yang dikaji.

 

Sumber : bbcindonesia.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here