PSIKOLOG: TINGKAT RELIGIUSITAS TAK PENGARUHI KESEHATAN MENTAL

0
76

ilustrasi. Psikolog klinis Rena Masri mengamati masih ada salah kaprah seputar kesehatan mental, yaitu gangguan mental terjadi karena rendahnya religiusitas. (Foto: Milada Vigerova).

Jakarta, JIC — Di masa pandemi, bukan cuma kesehatan fisik yang harus diperhatikan, tapi juga kesehatan mental.

Pembatasan gerak, batasan bepergian, memakai masker, dan berada di rumah saja tak dimungkiri bakal berpengaruh dengan kesehatan mental.
Kesadaran akan kesehatan mental pun meningkat semenjak pandemi. Suatu dampak positif mengingat sebagian orang cenderung hanya memperhatikan kesehatan secara fisik. Namun psikolog klinis Rena Masri mengamati masih ada salah kaprah seputar kesehatan mental yang perlu diluruskan di masyarakat.

Dia menemukan masih banyak yang menanyakan jika gangguan kesehatan mental akibat rendahnya kadar religiusitas. Padahal kesehatan mental dipengaruhi banyak hal dan unsur religiusitas bukan satu-satunya yang berpengaruh pada kesehatan mental seseorang.

“Religiusitas mempengaruhi rasa nyaman, tenang tapi tentunya penyebab gangguan kesehatan mental bukan hanya itu. Ada stressor tertentu di mana tekanan berat, kapasitas kita untuk menghadapi itu (kurang sehingga) muncul depresi,” kata Rena dalam diskusi media bersama Halodoc, Rabu (11/11).

Dia menambahkan religiusitas adalah hal yang penting, tetapi perlu upaya untuk pemulihan termasuk konseling dengan tenaga profesional untuk benar-benar maksimal menjaga kesehatan mental.

Self diagnosis
Selain menyoal religiusitas, Rena juga mengamati banyak orang melakukan self diagnosis. Kebanyakan mereka hanya bermodal membaca ciri-ciri gangguan kesehatan mental, mengobservasi lalu digunakan untuk diagnosis diri.

Rena mengingatkan diagnosis harus ditegakkan oleh ahli atau tenaga profesional. Tidak sekadar diagnosis, mereka pun akan mengarahkan ke upaya-upaya pemulihan yang sesuai dengan kondisi. Kalau merasa ada gangguan, lanjutnya, sebaiknya konsultasi ke psikolog.

Kemudian salah kaprah yang ia temukan adalah sebagian masyarakat menganggap orang yang mengalami gangguan kesehatan mental tidak bisa produktif.

“Enggak juga. Ada upaya biar orang tetap produktif dan bekerja, tapi pekerjaan yang sesuai kondisinya, sehingga tidak menambah tekanan tapi sosialisasi tetap dapet,” imbuhnya.

Cara menyehatkan mental
Ada banyak cara menyehatkan mental. Cara paling mudah adalah dengan tertawa dan juga latihan napas.

“Tertawa itu punya banyak manfaat: kesehatan tubuh, kedamaian pikiran, keseimbangan emosi, tapi harus dilakukan dengan benar,” ucap Eka Sukma Putra, Founder Eka Sukma Yoga foundation kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Selain itu, latihan napas juga diperlukan untuk membantu mengurangi tingkat emosi yang bisa berpengaruh dengan tingkat emosi, kecemasan, serta menurunkan risiko depresi.

Eka mengungkapkan latihan napas yang dibutuhkan adalah latihan menyadari napas. “Napas digerakan oleh saraf otonom tanpa sadar. sekarang pikiran sadar ini digunakan untuk menikmati saraf tak sadar itu. Biarkan napas berjalan, tanpa berusaha untuk menggerakannya, biarkan berjalan alami,” ucapnya.

“Rasakan dengan sadar ada udara yang masuk dan ada yang keluar.”

Eka mengungkapkan ketika emosi, kesal, atau cemas yang berujung pada sesak napas, mulailah membiasakan diri untuk memakai napas perut bukan dada. Napas dada merupakan napas yang pendek sehingga membuat Anda cenderung terengah-engah dan lebih berisiko alami sesak napas.

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here