SADARILAH NGERINYA HISAB NEGERI AKHIRAT

0
831

Sadarilah-Ngerinya-Hisab-Negeri-Akhirat

JIC – Adalah Imam Asy-Syafi’i, telah ke mana-mana menghela tongkat ketika berjalan kaki, meski usianya masih muda dan amat sehat secara jasmani. Maka beliau ditanya, “Mengapa engkau bertongkat padahal umurmu belum tua dan tubuhmu bugar adanya?” Beliau tersenyum. “Untuk mengingatkan diri,” ujarnya, “bahwa aku hanya musafir yang mampir. Tidak punya apa-apa. Tidak tinggal selamanya.”

“Anak Adam berkata, ‘Hartaku! Hartaku!’,” demikian sabda Rasulullah yang direkam oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, “padahal sesungguhnya harta yang dimilikinya hanyalah apa yang dimakannya hingga habis, apa yang dipakainya hingga usang, dan apa yang dia sedekahkan hingga menjadi miliknya seutuhnya. Adapun yang selain ketiganya akan lenyap dan dia tinggalkan untuk orang selainnya.”

Apa yang kita punya di dunia ini sebenarnya, jika diri kita ini pun milik Allah dan akan kembali pada-Nya? Kita membaca kalimat istirja’ ini setiap kali musibah menimpa, ketika salah seorang yang kita kenal maupun tidak Allah panggil ke sisi-Nya. Tetapi kita kesulitan menginsyafinya ketika napas lancar dan badan segar, sebab bermegah-megahan telah meracuni jiwa.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian,” (QS At-Takatsur [102]: 1). “Cinta dunia, nikmatnya, dan perhiasannya,” demikian dikatakan Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, “telah menyibukkan kalian dari mengharap akhirat, memikirkan, mengupayakan, serta memburunya.” Sejalan hasrat, terus-menerus kelalaian itu tak dapat diputus apa pun. Dan seiring syahwat, sambung-menyambung kealpaan itu tak dapat dibendung.

“Hingga kalian menziarahi kubur (sebagai penghuninya),” (QS At-Takatsur [102]: 2). Pada hati yang penyakit suka berbanyak-banyak dan berjaya-jayanya tak tertolong lagi, hanya kematianlah yang akan memutus semua khayal dan angan, memapas segala mimpi dan cita. Jadilah dia penghuni kubur. Mati dan tertanam di dalamnya. Tapi Allah menyebutnya ziarah. Sebab memang kuburan hanya tempat berkunjung sejenak, sebelum dibangkitkan menuju alam berikutnya yang lebih kekal. Barzakh adalah persinggahan yang singkat dibanding kehidupan terpasti yang ada di sebaliknya. Hanya nikmat surga atau azab neraka. Dan kubur menyediakan cicipannya.

“Kemudian kalian akan ditanya pada hari itu tentang nikmat-nikmat ” (QS At-Takatsur [102]: 8). “Pada hari itu,” tulis Ibn Katsir, “kalian akan benar-benar ditanya tentang syukur kalian terhadap nikmat yang telah Dia anugerahkan.” Syukur itu memuji Pemberi karunia, menggunakannya dalam ketaatan, dan menjadikannya kemanfaatan.

Saat kita kecil, barangkali kita pernah minta uang pada ibu kita. “Bunda,” demikian mungkin kalimatnya, “saya minta uang ya, lima ribu saja!” Dan kita pun tahu, atas pinta itu ibu kita akan bertanya, “Buat apa Nak?”

Pada semua yang kita citakan dan mohon pada Allah, tidakkah kita menyiapkan jawaban sebagaimana kita menjawab ibu kita yang bertanya atas tiap uang yang kita minta? Dan bukankah pertanyaan Allah di akhirat yang disebut sebagai hisab, jauh lebih rumit dan berat? Kata Imam Asy Syafi’i, “Takkan sempurna kekayaan sampai kita memahami bahwa sedikitnya harta justru adalah ringannya perhitungan di akhirat sana.”

nature-sand_00389448

Ngerinya Hisab

Hisab adalah salah satu kengerian terdahsyat dari rangkaian peristiwa sesudah manusia dibangkitkan sebakda kiamat. “Ketika seorang hamba dihadapkan kepada Allah,” demikian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamsebagaimana dicatat Imam Al Baihaqi, “maka ditampakkanlah kepadanya semua nikmat yang telah Allah karuniakan padanya. Dan dia pun mengakui hal itu.

Lalu diperlihatkanlah kepadanya semua amal yang telah dia lakukan dengan anugerah dari Rabb-nya itu, hingga dia merasa sangat malu karenanya. Dia malu karena banyaknya hal nista yang tertampil di sana. Dia malu karena justru rezeki dari Yang Maha Memberi, dia gunakan untuk mendurhakai Sang Pengarunia.”

“Rasa malu sangat parah mencekam jiwanya,” demikian lanjut beliau, “sampai-sampai keringatnya mengucur deras. Maka di hadapan hisab itu, hamba-hamba Allah akan tenggelam di dalam keringatnya sendiri. Ada yang tergenang hingga mata kaki. Ada yang terbenam hingga lutut. Ada yang terselam hingga pundak. Dan ada yang karam hingga kepala.”

Betapa berat kengerian hisab. Diriwayatkan dari Sayyidina ‘Umar, beliau berkata sambil menangis, “Orang yang dihisab, sama saja dia sudah terazab.”

Betapa berat kengerian hisab. Terlebih lagi hisab harta yang pertanyaannya ada dua bab. Keduanya yakni, “Dengan cara apa kau memperolehnya?” dan “Dalam apa kau membelanjakannya?” Maka berkata Sayyidina ‘Ali ra, “Dunia ini celaka. Yang halalnya akan dihisab. Yang haramnya akan diazab.”

Mari ringankan perhitungan kita dengan tak usah berpanjang angan, kecuali telah kita siapkan jawab atas hisabnya. Bagi kita yang sudah telanjur menikmati begitu berlimpah karunia, mari bergegas pula menyusun jawab atas semua yang ada dan semua yang kita pinta. Sebab setiap jawab yang telah kita susun, insya Allah akan meringankan diri ini ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan di akhirat nanti.

Sumber ; ummi-online.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here