TANAH WAKAF UNTUK PANGAN

0
76

Kata orang Betawi, ”Puasa sebulan, lebarannya juga sebulan.” Lebaran sih maunya sebulan karena masih ada aja saudara, kerabat dan teman-teman yang belum dikunjungi untuk bermaaf-maafan secara langsung. Apalagibisa menikmati hidangan kue lebaran yang masih aja disisakan si empunya rumah untuk disajikan kepada tetamu. Tapi situasi dan kondisi pasca lebaran tahun ini bagi sebagian besar rakyat Indonesia memang bikin pusing. Lebaran satu bulan tinggal kenangan karena ongkos buat kunjungan lebaran terkuras habis untukbeli barang-barang kebutuhan pokok, buat ganjal perut, yang umumnya masih tinggi, belum turun-turun, apalagi dolar menguat rupiah makin terpuruk. Jangankan mau makan enak, tahu dan tempe aja ukurannya jadi menciut. Bukan hanya menciut bahkan mulai menjadi produk langka yang sulit ditemui karena banyak produsen tahu dan tempe yang udah mogok produksi akibat harga kacang kedelai membumbung tinggi. Lagi pula, masalah kenaikan hargabukan hanya tahu dan tempe, hampir seluruh produk pangan kita juga mengalami kenaikan harga karena untuk pengadaannya hampir semuanya impor. Jika sudah begini, bagaimana nasib rakyat kecil, kaum miskin, yang makanan sehari-harinya tahu dan tempe? Mereka makan apalagi? Mie instan? Mie instan juga mengalami kenaikan harga karena tepung sebagai bahan bakunya juga merupakan barang impor. Apalagi diperkirakan rupiah terus melemah.

Kata orang Betawi, ”Puasa sebulan, lebarannya juga sebulan.” Lebaran sih maunya sebulan karena masih ada aja saudara, kerabat dan teman-teman yang belum dikunjungi untuk bermaaf-maafan secara langsung. Apalagibisa menikmati hidangan kue lebaran yang masih aja disisakan si empunya rumah untuk disajikan kepada tetamu. Tapi situasi dan kondisi pasca lebaran tahun ini bagi sebagian besar rakyat Indonesia memang bikin pusing. Lebaran satu bulan tinggal kenangan karena ongkos buat kunjungan lebaran terkuras habis untukbeli barang-barang kebutuhan pokok, buat ganjal perut, yang umumnya masih tinggi, belum turun-turun, apalagi dolar menguat rupiah makin terpuruk. Jangankan mau makan enak, tahu dan tempe aja ukurannya jadi menciut. Bukan hanya menciut bahkan mulai menjadi produk langka yang sulit ditemui karena banyak produsen tahu dan tempe yang udah mogok produksi akibat harga kacang kedelai membumbung tinggi. Lagi pula, masalah kenaikan hargabukan hanya tahu dan tempe, hampir seluruh produk pangan kita juga mengalami kenaikan harga karena untuk pengadaannya hampir semuanya impor. Jika sudah begini, bagaimana nasib rakyat kecil, kaum miskin, yang makanan sehari-harinya tahu dan tempe? Mereka makan apalagi? Mie instan? Mie instan juga mengalami kenaikan harga karena tepung sebagai bahan bakunya juga merupakan barang impor. Apalagi diperkirakan rupiah terus melemah.

Kita sepertinya yang tidak pernah belajar dari pengalaman. Sudah tahu jika krisis moneter berdampak pada kenaikan harga pangan, tapi antisipasinya sangat rendah. Beda dengan negara lain yang serius mengurusi ketahanan pangan mereka dari berbagai kondisi dan situasi yang terburuk sekalipun. Belajar dari krisis pangan 2007-2008, beberapanegara, seperti Arab Saudi,Korea Selatan,dan China,mulai membeliataumenyewatanah dinegara-negaralain untukmenanam gandum, jagung dan padisendiri.Sebagian besar mengakuisisitanahdi Afrika,yang beberapa pemerintah di Afrika menyewakanlahan pertaniannya terutamadi Ethiopia, Sudan, juga di Madagaskar. Begitu agresifnya negara-negara ini mengakuisisi untuk kepentingan pangan mereka, padaakhir 2009, dilaporkan telah ratusantransaksipembebasan lahan dinegosiasikan,beberapa malah melebihisatu jutahektar. Sebuahanalisis BankDunia pada tahun 2010melaporkantotal hampir140 jutahektaryang terlibat,suatudaerah melebihilahan pertanianyangmenanam gabunganjagung dangandumdi AS. Gandum, jagung dan padi yang mereka panen dari tanah yang mereka beli dan sewa tersebut dibawa ke negara mereka untuk disimpan di gudang-gudang penyimpanan atau silo. Mereka sangat menjaga kualitas penyimpanan dan memperlakukan produk pangan ini layaknya emas batangan.

Negara-negara ini tahu, krisis moneter dan ekonomi seperti apapun, apabila rakyat mereka dapat membeli pangan dengan murah dan tetap kenyang,maka negara dapat terhindar dari krisis sosial dan politik; mereka pun dapat dengan tenang menjalankan roda pemerintahan dan melakukan perbaikan ekonomi. Mereka pun dapat menangguk keuntungan dari krisis tersebut jika ketersediaan pangan di dalam negeri ternyata sangat berlebih dengan menjualnya ke negara-negara lain dengan harga tinggi. Inilah sebuah tindakan cerdas dan strategis, namun bukanlah sebuah inovasi baru. Mereka, tahu atau tidak tahu, langsung atau tidak langsung, meniru cara Nabi Yusuf as.

Dikisahkan di Negeri Mesir dahulu kala,Raja sedang berkeliling melihat kondisi rakyat. Ia bersama bendahara Negara,yaitu Nabi Yusuf a.s., dengan cermat memperhatikan kebutuhan masyarakatnya. Suatu malam, sang raja bermimpi aneh. Ia bermimpi, melihat tujuh ekor lembu betina yang dimakan habis oleh tujuh ekor lembu yang kurus. Kemudian terdapat pula tujuh biji gandum yang subur hijau dan juga tujuh biji gandum yang kering kerontang.Nab Yusuf a.s. yang sudah dikenal sebagai penafsir mimpi diminta menafsirkan mimpi sang Raja. Atas petunjuk Allah, Yusuf menjelaskan bahwa makna dari mimpi Rajatersebut adalah akan datang masa subur selama tujuh tahun dan setelah itu akan datang pula masa paceklik selama tujuh tahun. Penguasa Mesir itu merasa  senang dan juga bingung. Bagaimana nanti nasib rakyatnya kelak? Ia meminta masukan kepada Nabi Yusuf a.s.. Lalu, atas petunjuk Allah, Nabi Yusuf a.s.memberikan masukan kepada sang Raja. Di dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 47 difirmankan,“Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.”

Raja kemudian menyerahkan strategi dan pelaksanaannya kepada Nabi Yusuf a.s. Ia kemudian membuat dua strategi sekaligus. yaitu kegiatan menanam secara serius untuk waktu yang lama (7 tahun), dan strategi menyimpannya. Menyimpan gandum, padi dan sejenisnya dalam ‘bulirnya’ adalah strategi untuk mempertahankan agar padi atau gandum tersebut awet, tidak rusak dan tetap bisa menjadi benih yang sempurna bila kelak akan ditanam kembali.

Hari-hari berlalu memasuki masa subur.Nabi Yusuf a.s.bersama masyarakat bersusah paya, berpeluh keringat, bersama-sama bertani, memanen, menjaga lingkungan, menyiapkan sumber-sumber air untuk pertanian. Berbulan-bulan, hasil panen disimpan dalam suatu lumbung, tempat penyimpanan hasil panen. Sedikit demi sedikit, lumbung semakin penuh. Semua produksi dilakukan dalam negeri sendiri. Hingga akhirnya, masa paceklik itu tiba. Masa –masa yang menakutkan itu datang menyapa.

Cadangan makanan dalam negeri mulai didistribusikan untuk masyarakat. Lumbung-lumbung cadangan pangan negara dan juga masyarakat secara berkala dapat menyediakan pangan. Tujuh tahun lamanya, negeri dilanda tahun kelabu. Namun, masyarakatnya tidak mengalami masalah ketahanan pangan. Malah, negeri-negeri tetangga, datang ke Mesir, meminta bantuan, membeli (impor) makanan, hingga masa paceklik lewat.Mesir tidak mengalami krisis pangan.

Strategi yang mirip dengan Nabi Yusuf a.s. juga digunakan oleh seorang ulama sufi terkemuka dari Betawi, almarhum KH. Abdurrohim Radjiun, anak dari Muallim Radjiun Pekojan. Beliau membebaskan beberapa lahan pertanian di wilayah Cipanas dan Sukaresmi, Cianjur, Jawa Barat kemudian lahan itu diwakafkan dan diserahkan kepada orang-orang miskin untuk menggarapnya yang hasilnya bisa mereka nikmati dan mereka jual. Di Indonesia, tanah wakaf jumlahnya banyak sekali. Data yang terdapat pada Subdit Sistem Informasi Wakaf, Kementerian Agama menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 3.492.045.373,754m2 yang tersebar di 420.003 lokasi di seluruh wilayah Indonesia.Jika tanah wakaf seluas ini yang umumnya dikelola oleh ulama dan belum dimanfaatkan dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan, tentu sangat membantu dan menjadi kontribusi Islam yang nyata dan sangat dibutuhkan bagi krisis pangan di tanah air. ***

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Kepala Seksi Pengkajian JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here