“Setiap amal manusia kembali ke diri mereka kecuali Ibadah Puasa, Puasa itu untuk AKU (Allah SWT.), AKU lah yang akan membalasnya”
Hadits Qudsi (HR. Bukhari : 1761)
JIC– Tak lama lagi kita akan bertemu Bulan Ramadhan yang merupakan bulan yang Allah SWT. istimewakan bagi orang orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT. Biasanya Ramadhan kita lalui dengan rutinitas ibadah seperti berpuasa pada siang hari, membaca Al-Qur’an dan shalat tarawih. Biasanya pula kita akan melihat masjid lebih ramai dari bulan sebelum-belumnya, orang bersedekah lebih banyak dari bulan-bulan sebelumnya dan kebaikkan banyak dilakukan kaum Muslimin ketika berada di Bulan Ramadhan. Bisa dikatakan bulan Ramadhan menjadi bulan panen pahala dan keberkahan bagi umat Islam.
Tapi ketika bulan Ramadhan berlalu, kita akan menyaksikan perbedaan volume jumlah jamaah yang datang ke mesjid, jumlah yang bersedekah tidak lagi sebanyak pada bulan Ramadhan begitu pula kebaikkan kebaikkan lain berkurang secara drastis. Tentu fenomena pasca Ramadhan tersebut di atas menimbulkan pertanyaan karena perintah puasa Ramadhan di dalam Al-Qur’an punya tujuan untuk mencetak insan yang bertaqwa (QS Al-Baqarah : 183). Oleh sebab itu, ada baiknya kita melakukan introspeksi kenapa setelah Ramadhan berakhir, diri kita merasa belum menjadi orang yang bertaqwa sehingga kebaikkan yang kita lakukan kurang berbekas dalam diri kita pasca Ramadhan.
Untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam perintah puasa tersebut yaitu untuk menjadi orang bertaqwa maka kita perlu melakukan Shock Theraphy kepada diri kita agar penghayatan kita terhadap bulan Ramadhan benar-benar merasuk dalam sanubari kita sehingga berbuah amalan yang prima dan berbekas hingga pasca ramadhan dan terus meningkat seiring bertambahnya umur kita hingga Allah SWT. memanggil kita. Shock Theraphy dalam dunia medis dikenal sebagai tindakan ekstrem dalam menstimulasi otak manusia yang mengalami depresi atau trauma berat sehingga diharapkan bisa kembali normal (Encyclopedia Britannica. Diakses pada 16 – 03 – 2022)., dalam kehidupan sehari-hari kata Shock Theraphy ini merujuk pada tindakan tertentu yang menimbulkan efek jera atau agar orang mau berubah dari keadaan yang berbeda dari sebelumnya.
Tindakan Shock Theraphy juga dilakukan Rasulullah SAW. dalam memberikan pelajaran atau mendisiplinkan para sahabatnya agar merubah sikap atau perbuatan yang tidak baik. Salah satu contoh Shock Theraphy yang dilakukan Rasulullah SAW. adalah kepada sahabat Kaab bin Malik yang absen ikut jihad fi sabilillah pada perang Tabuk, Rasulullah SAW. dan para sahabat lainnya tidak mengajak bicara Kaab Bin Malik selama 50 hari yang membuat kondisi psikiologis Kaab tersiksa secara batin (HR Bukhari : 4066) , begitu pula Shock Theraphy yang dilakukan Rasulullah SAW kepada para istrinya yang cemburu kelewat batas sehingga beliau menjauhkan dirinya dari para istrinya selama satu bulan penuh tanpa pernah berinteraksi dengan para istrinya sekalipun.
Berkaca dari cara Rasulullah SAW. dalam melakukan Shock Theraphy tersebut maka merupakan cara yang bijak jika kita melakukan hal yang sama dalam menyikapi kebiasaan sebagian besar umat Islam yang kerap kali tidak melakukan perubahan signifikan setelah melakukan amaliyah Ramadhan selama sebulan penuh. Shock Theraphy yang efektif adalah menjadikan pertemuan Ramadhan tahun ini sebagai pertemuan terakhir dimana kesempatan melipatgandakan pahala dan mendapatkan ampunan atas dosa kita hanya tersisa satu kesempatan yaitu di Ramadhan tahun ini saja. Tentunya jika kesadaran ini dibangun dalam relung sanubari yang paling dalam maka amaliyah ibadah yang kita lakukan selama Ramadhan tahun ini akan berbeda jauh dengan amaliyah Ramadhan tahun-tahun sebelumnya.
Manusia yang berakal sehat mustahil akan menyia-nyiakan segala kesempatan baik yang hanya tersisa untuk terakhir kali. Kesempatan baik yang hanya bisa diraih terakhir kali akan membuat kita mengerahkan seluruh sumber daya terbaik kita untuk meraih kesempatan terakhir tersebut. Andaikan ada teman kita yang mengatakan bahwa ada mobil baru yang harganya hanya 10 juta rupiah dan hari ini adalah hari terakhir dengan harga tersebut, maka kebanyakkan orang akan mengusahakan dengan cara apapun untuk mendapatkan uang 10 juta tesebut karena andaikan dijual kembali akan untung puluhan lipat. Bagi orang yang saat itu tidak memiliki dana sebanyak 10 juta, biasanya orang akan menjual barang apapun yang bisa dijual secara cepat untuk mendapatkan uang 10 juta tersebut atau meminjam kepada saudara atau teman yang dikenal agar bisa mendapat uang secepatnya. Seluruh potensi pada saat itu dikerahkan untuk mendapat dana sebanyak 10 juta tersebut.
Begitulah kira kira analogi yang terjadi kepada orang yang melihat sebuah kesempatan hanya untuk terakhir kali, mereka akan mengerahkan seluruh potensi pemikiran, tenaga, jaringan dan apapun yang dapat menggapai kesempatan terakhir tersebut karena munculnya kesadaran tak mungkin ada lagi kesempatan yang terakhir. Inilah yang terjadi pada diri para sahabat Rasulullah SAW. ketika memasuki Ramadhan terakhir, ada dari mereka yang meng-khatam-kan Al-Qur’an dalam setiap pekan sebanyak satu kali khatam, ada yang tiga hari sekali khatam, ada pula yang sehari sekali bahkan Ulama Tabiut Tabi’in Imam Syafi’i bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari dua kali. Sebuah pencapaian yang tidak mungkin dilakukan oleh orang yang tidak mengerahkan totalitas energinya. Totalitas energi tersebut didapat dari adanya kesadaran akan rasa kedaruratan bahwa pertemuan Ramadhan tersebut adalah pertemuan yang terakhir. It’s Now or Never, kalau bukan Ramadhan tahun ini tak akan ada lagi Ramadhan tahun depan.
Tentunya, intensitas amaliyah Ramadhan secara fisik harus diikuti peningkatan intensitas pengamalan secara hati, karena kemampuan fisik untuk mengamalkan sesuatu yang extraordinary biasanya muncul dari keyakinan hati yang kuat akan kesadaran pentingnya ibadah yang dilakukan sebagai sebuah wujud kecintaan kepada Allah SWT. Inilah hal yang paling penting didahulukan sebelum ibadah fisik. Oleh sebab itu, rasa urgensi yang timbul dalam hati kita bahwa Ramadhan ini adalah yang terakhir hanya bisa dirasakan oleh orang -orang yang di hatinya masih ada panggilan iman. Tanpa adanya panggilan iman, tidak mungkin akan muncul rasa urgensi untuk menyadari bahwa bisa jadi ini adalah Ramadhan terakhir dan Ramadhan terakhir ini adalah puncak prestasi ibadah tertinggi kita selama kita hidup yang akan kita persembahkan demi menggapai Ridha Allah SWT. dan surga-Nya. Sehingga andaikan tahun depan kita ditakdirkan tak menemui Ramadhan lagi maka cukuplah persembahan terakhir Ramadhan tahun ini sebagai sesuatu yang akan kita banggakan di depan kehadirat Allah SWT. Wallahua’alam Bishawwab.
Oleh Ustadz. Dr. Taufik Hidayat, M.Sc (Kasubdiv Konsultasi dan Pelayanan Umat)