JIC– Nama lengkapnya KH. Muhammad Thohir Rohili, ulama Betawi yang lahir di daerah Kebon Baru, Jakarta tahun 1920 dan wafat pada hari Kamis, 27 Mei 1999 bertepatan dengan tanggal 13 Shafar 1420H dalam usia 79 tahun. Ia, yang dipanggil “Abuya” oleh murid-muridnya, adalah seorang ulama yang tawadhu` namun terampil dalam mengembangkan pendidikan Islam. Seperti KH. Achmad Mursyidi, ia pernah menjabat Anggota DPR selama dua periode dan pernah menjadi Ketua DPW NU DKI Jakarta.
M. Thohir Rohili ulama Betawi satu angkatan dengan KH. Abdullah Syafi’i dari Bukit Duri (Bali Matraman) dan sama-sama berguru kepada Guru Marzuqi Cipinang Muara. Guru lainnya adalah Guru Abdul Madjid Pekojan. Selain itu, ia juga berguru kepada Habib Ali Kwitang.
Juga seperti rekannya, KH. Abdullah Syafi`i, ia juga aktif berdakwah melalui jalur pendidikan Islam dengan mendirikan perguruan Islam Attahiriyah, Setelah lama bermukim di Mekkah, Guru Tohir Rohili mendirikan beberapa kamar untuk menampung beberapa pelajar sekolah. Kamar-kamar penampungan yang kemudian ditingkatkan menjadi asrama putra-putri itu, terletak bersebelahan dengan masjid tempat Guru Tohir menyelenggarakan majelis taklim, (Direktori Pesantren I diterbitkan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta, 1986).
Guru Tohir bersama menantunya HM Syatiri Ahmad dan putrinya Hj Suryani Tohir berusaha agar para pelajar yang menempati asrama memperoleh pendidikan agama. Maka kemudian diselenggarakan pengajian kitab secara sorogan. Dalam perkembangan selanjutnya Kiai Syatiri mencoba mengembangkan sistem madrasah yang kemudian menjelma menjadi madrasah tsanawiyah, aliyah, dan Universitas At-Thahiriyah. Sesudah itu menyusul madrasah ibtidaiyah.
Di bawah kepemimpinan Guru Tohir dan menantunya, perguruan At-Thahiriyah berkembang pesat. Keduanya memadukan model pengajaran tradisional dan klasikal. Artinya, pihak pengelola tetap menjalankan aktivitas pengajian dengan model pesantren. Pada saat yang sama, mereka juga memadukan model klasikal sekolah bagi para santrinya.
Pihak pengelola perguruan ini yang terletak dekat rel kereta Jakarta-Bogor ini, juga melakukan pemberdayaan santrinya di luar jam belajar. Misalnya mereka mengadakan pelatihan keputrian untuk para pelajar putri, lomba memasak, busana muslim, juga MTQ. Grup qasidah pesantren ini pernah mengukir juara dalam MTQ seprovinsi Jakarta. Bahkan sejumlah santri dikirim sebagai delegasi pesantren untuk mengikuti pelatihan sejumlah keterampilan mulai dari manajemen, mengelola perpustakaan, penataran juru dakwah, kependudukan.
Mata pelajaran yang diajarkan kepada santrinya antara lain kitab Matan Zubad, Jauhar Maknun, Fathul Qarib, Tanqihul Qaul, Minhajul Qawim, Nashaihul Ibad, Tafsir Jalalain, Nashaihud Diniyah, Alfiyah, Mukhtarul Ahadits. Materi-materi inilah yang diajarkan Guru Thahir pagi dan petang hari.
Ia dikebumikan di dekat mesjid dan berdampingan dengan Istri tercinta Hj. Salbiah Binti Romli. Salah seorang muridnya yang menjadi ulama perempuan Betawi adalah putrinya sendiri, Dr. Hj. Suryani Thahir (penerus Majelis Taklim Ath-Thahiriyah/As-Suryaniyyah Ath-Thahiriyyah).
GURU-GURU
Guru Tohir menghabiskan pendidikannya dengan belajar kepada Habib Ali bin Husein Al-Atthas (Cikini) atau sering dipanggil Habib Ali Bungur, Guru Marzuqi (Muara), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Guru Madjid (Pekojan), Syekh Yasin Al-Fadani (Mekkah), dan banyak guru lainnya.