MENGENAL SOSOK HABIB UMAR BIN HAFIDZ (2)

0
793

 

Habib Umar bin Hafidz dan perjalanan hidupnya
JIC, JAKARTA — Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan di Tarim pada Senin, 4 Muharram 1383 H atau 27 Mei 1963 M. Sejak belia, beliau telah mempelajari sejumlah ilmu agama seperti Al-Hadist, Fiqih, Tauhid dan Ushul Fiqih dari lingkungan keluarganya sendiri, terutama dari ayahnya, Muhammad bin Salim yang merupakan seorang Mufti di Tarim.
Selain dari Ayahnya, pada masa itu ia juga belajar dari tokoh-tokoh lainnya seperti Al-Habib Muhammad bin Alawi bin Shihab al-Din, Al-Habib Ahmad bin Ali Ibn al-Shaykh Abu Bakr, Al-Habib Abdullah bin Shaykh Al-Aidarus, Al-Habib Abdullah bin Hasan Bil-Faqih, Al-Habib Umar bin Alawi al-Kaf, al-Habib Ahmad bin Hasan al-Haddad, dan ulama lain di Tarim.
Habib Umar sendiri mulai mengajar dan berdakwah sejak dia berusia 15 tahun sambil melanjutkan belajar pada para ulama kala itu.
Di saat situasi sosial-politik di Tarim sedang kacau atas penguasaan Rezim Komunis pada tahun 1981, Habib Umar pindah ke Kota Al-Bayda di sebelah utara Yaman. Di sana Habib Umar kembali mempelajari ilmu agama kepada al-Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar, Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumayt dan Al-Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil. Sambil belajar, ia juga mengajar dan membuat forum kajian baik di kota Al-Bayda, di Al-Hudaydah dan juga di Kota Ta`izz.
Pada tahun 1992, Habib Umar pidah dari Al-Bayda ke kota Al-Shihr, Ibu Kota Provinsi Hadramaut untuk mengajar di sana setelah Rezim Komunis yang menguasai kota itu takluk. Setelah beberapa tahun tinggal di sana, Habib Umar kembali ke kota asalnya, Tarim pada tahun 1994. Pada tahun itu juga, Habib Umar mulai merintis berdirinya pondok pesantren Darul Mustofa dan mulai menerima murid dari berbagai tempat. Walau demmikian, pembukaan resmi Darul Mustofa baru diresmikan pada tahun 1997. Dan sejak saat itu, murid-murid berdatangan dari berbagai negara berdatangan untuk belajar di Darul Mustofa.
Kiprah dakwahnya tak hanya melalui mendirikan pesantren. Habib Umar juga menginisiasi sejumlah forum kajian keagamaan di kota Tarim. Salah satu forum yang rutin dia hadiri adalah pertemuan mingguan dengan warga Tarim yang digelar di pusat kota Tarim dan selalu dihadiri oleh ratusan penduduk kota setempat. Selain pertemuan formal, ia juga melakukan silaturrahmi ke berbagai tempat di Yaman untuk mengunjungu kampus-kampus dan sejumlah organisasi.
Saat ini, Habib Umar telah melakukan dakwahnya secara global. Sejumlah negara yang kerap dia hadiri adalah Syiria, Lebanon, Jordania, Mesir, Aljazair, Sudan, Mali, Kenya, Tanzania, Afrika Selatan, India, Pakistan, Sri lanka, Malaysia, Singapura, Australia dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Habib Umar, Indonesia dan NU
Di Indonesia sendiri, Habib Umar telah melakukan dakwah rutin sejak tahun 1994. Awal kedatangan Habib Umar ke Indonesia adalah pada tahun 1994 saat diutus oleh Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah (semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia. Perintah itu disebabkan sebelumnya ada keluhan dari Habib Anis bin Alwi al-Habsyi seorang ulama dan tokoh asal Kota Solo, Jawa Tengah tentang keadaan para Alawiyyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya.
Intensitas kedatangan yang semakin sering ke Indonesia membuat Habib Umar menginisiasi lahirnya organisasi bernama Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama. Sejak itu, Habib Umar menjadi semakin sering datang ke Indonesia untuk menyampaikan dakwah dan ajarannya.
Pekan lalu, Habib Umar mengunjungi Indonesia selama 10 hari. Selama itu Habib Umar bin Hafiz mengunjungi sejumlah tempat mulai di Jakarta, Bandung, Cirebon, hingga Kalimantan. Setiap bulannya, secara rutin, Habib Umar juga megajar di sejumlah pondok pesantren Nahdlatul Ulama melalui siaran teleconference.
Habib Umar sendiri menempati tempat yang khusus di hati Nahdlatu Ulama. Penghormatan pada keturunan Nabi Muhammad Saw telah ditanamkan jauh-jauh hari di dalam lingkungan pesantren. Di dalam struktur pengurus NU, selalu ada sosok habaib yang duduk di dalam kepengurusan NU baik di tingkat cabang hingga di tingkat pusat.
Kedekatan NU dengan para habaib diakui kalangan habib sendiri, misalnya oleh Habib Syarief Muhammad Al-Aydarus Bandung yang tercatat pada pengantar buku ‘Panggilan Selamat’ yang menyatakan bahwa NU memiliki watak yang sangat menghormati dzuriyah (keturunan) Rasulullah atau para habib.
Habib Umar sendiri juga sangat menghormati para ulama di Indonesia. Dalam pengajian rutinnya, Habib Umar mengkaji kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya pendiri NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Penghormatan Habib Umar pada ulama diakui oleh penguru PBNU.
“Penghormatan beliau (habib Umar) terhadap ulama Indonesia dibuktikan dengan komitmen beliau secara terus-menerus untuk mengkaji kitab karya Hadratusyeikh KH Hasyim Asy’ari setiap bulan,” ungkap Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Hery Haryanto Azumi, beberapa waktu lalu.
Hal itu adalah suatu bukti nyata bahwa Indonesia menempati posisi yang sangat spesial di hati Habib Umar bin Hafidz. Lebih dari itu, kata Hery, Habib Umar meyakini bahwa kebangkitan Islam di masa depan akan datang dari Indonesia. (Ahmad Rozali)
sumber : nu.or.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twenty − sixteen =