MENGENAL ULAMA TAWADHU BETAWI, KH AHMAD ZAYADI MUHAJIR

0
2214
mengenal-ulama-tawadhu-betawi-kh-ahmad-zayadi-muhajir

JIC– KH. Ahmad Zayadi Muhajir, ulama Betawi yang terkenal santun dan tawadhu` ini, lahir pada tanggal 23 Desember 1918 di Kampung Tanah 80 Klender, Jakarta Timur dari pasangan H. Muhajir bin Ahmad Gojek bin Dato KH. Muhammad Sholeh bin Tinggal bin Syafiuddin dan Umi Anisah yang merupakan orang asli Betawi. Kakek buyutnya, KH. Muhammad Sholeh, yang dikenal dengan nama Mu`allim Ale adalah seorang ulama Banten yang hijrah serta menetap di Kampung Tanah 80.

Ia mengaji kepada KH. Muhammad Thohir Cipinang Muara dan KH. R. Mustaqiem Rawa Bening Jatinegara. Gurugurunya yang lain adalah Umi Anisah dan Guru Hasan dari Kampung Tanah 80, Guru Karnain Pondok Bambu, Guru Marzuqi Cipinang Muara, Habib Ali Husein Al-Attas (Habib Ali Bungur), dan Habib Ali Abdurrahman Al-Habsiy (Habib Ali Kwitang). Atas dorongan guru-gurunya, pada usia yang masih sangat muda, 15 tahun, ia mendirikan Pondok Pesantren AzZiyadah. Pada tahun 1938, ketika ia berusia 20 tahun dan masih mengaji di Kampung Bulak Cipinang Muara, ia dinikahkan dengan Hj. Asmanih, putri H. Kirom, oleh gurunya, KH, Muhammad Thohir. Pada tahun 1948, untuk pertama kalinya, ia bersama KH. Achmad Mursyidi, KH. Hasbiyallah, dan Hj. Asmanih serta tujuh orang yang masih mempunyai hubungan keluarga, bersama-sama melaksanakan ibadah haji.

Walaupun telah menikah, ia masih terus mengaji di Cipinang Muara. Pada tahun 1948, untuk pertama kalinya, ia bersama KH. Achmad Mursyidi, KH. Hasbiyallah, dan Hj. Asmanih serta tujuh orang yang masih mempunyai hubungan keluarga, bersama-sama melaksanakan ibadah haji.  Selama berkeluarga dengan Hj, Asmanih, ia tidak diberikan keturunan sampai istrinya wafat pada hari Sabtu, 22 November 1986 pada usia pernikahan yang ke-48 tahun.

Setelah istrinya wafat, ia kemudian menikah dengan Siti Fatimah, putri KH. Hasbiyallah Klender, teman sekampung dan sepengajiannya di Rawa Bangke dan Cipinang Muara. dalam usianya yang ke-68 tahun sedangkan istrinya berusia 17 tahun. Dari istrinya ini, ia dikaruniai empat orang putra, yaitu Muhajir, Sholahuddin, Ali Ridho, dan Imam Husnul Maab.

Pada awalnya, Pondok Pesantren Az-Ziyadah hanya terdiri atas sebuah masjid yang sederhana, peninggalan dari buyutnya, Dato KH. Muhammad Sholeh. Saat itu santrinya hanya 15 orang yang berasal dari masyarakat sekitar Kampung Tanah 80 Klender. Dua tahun kemudian, ia bersama masyarakat sekitar secara bergotong-royong membangun tempat pengajian dan pondokan yang selanjutnya pada tahun 1948, kembali ia membangun asarama para santri yang berbentuk permanen. Pembangunan terus berlanjut dari tahun 1970. Pendidikan formal yang dibuka pertama kali pada tahun 1972 adalah Madrasah Az-Ziyadah dari jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah, sampai Aliyah. Kemudian menyusul pembukaan Sekolah Tinggi Agama Islam Az-Ziyadah pada tahun 1990.

Ahmad Zayadi Muhajir wafat pada hari Ahad, 14 Syawal 1414 H bertepatan dengan tanggal; 27 Maret 1994, di usia 76 tahun di Musholla Uswatun Hasanah yang terletak di kaki Gunung Jati, Cirebon ketika sedang melaksanakan shalat Jama’ Taqdim sekitar jam 13.30 WIB.

Ia berangkat ke Gunung Jati dalam rangka kegiatan Ziarah Wali Songo yang diadakan rutin setiap tahun semenjak tahun 1974. Sebelum shalat, ia sempat berkata kepada orang-orang yang akan melakukan shalat Jama` Taqdim, ”Saya tidak bisa mengikuti shalatnya kalian, dan kalian tidak dapat mengikuti shalatnya saya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here