Bencana atau musibah yang hampir terjadi serentak di Indonesia yang dimulai dari gempa dan tsunami di Mentawai sampai meletusnya gunung Merapi, ternyata belum berakhir. Belum, karena fakta yang mutaakhir menyebutkan sembilan belas gunung berapi sedang dalam status waspada (selangkah lagi berstatus awas) dan dua dalam status siaga. Bencana atau musibah yang hampir terjadi serentak di Indonesia yang dimulai dari gempa dan tsunami di Mentawai sampai meletusnya gunung Merapi, ternyata belum berakhir. Belum, karena fakta yang mutaakhir menyebutkan sembilan belas gunung berapi sedang dalam status waspada (selangkah lagi berstatus awas) dan dua dalam status siaga.
Dengan keadaan seperti ini, hampir tidak ada seorang pun yang tidak cemas dan gelisah. Ekspresi kecemasan dan kegelisahan ini, baik dalam bentuk perbincangan atau pertanyaanan, dapat dengah mudah ditemukan di warung kopi, ruang-ruang publik lainnya , juga di media cetak dan elektronik. Tidak terkecuali di facebook atau twitter. Di dua situs jejaring sosial ini, topik-topik tentang musibah malah menjadi yang terfavorit. Ekspresi seperti ini tentunya tidak salah, malah sangat manusiawi, persis seperti apa yang dikatakan dalam Al-Qur`an surat Al-Zalzalah ayat 1 sampai 3: Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”
Namun, memperbicangkan dan mempertanyakan saja tidak cukup. Dalam menghadapi bencana atau musibah seperti ini, Islam mengajarkan kita untuk berdo`a, persisnya melakukan qunut nazilah. Seperti seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam tausiyahnya (pesan-pesan moral) terhadap musibah tsunami dan gunung merapi ke Kepulauan Mentawai dan Yogyakarta. Dalam tausiyah tersebut di butir kedua: MUI Provinsi DKI Jakarta menyerukan kepada seluruh umat Islam dimana saja berada untuk melaksanakan Shalat Ghaib terhadap para korban yang wafat, mendo`akan keluarga yang ditinggalkan serta para korban yang masih hidup agar diberikan kesabaran, ketabahan dan keikhlasan dalam menghadapi musibah yang sangat berat tersebut. Demikian juga membaca Qunut Nazilah setiap shalat fardlu dengan harapan semoga Allah swt. menghentikan musibah yang secara terus-menerus mendera bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir ini.
Seruan MUI Provinsi DKI Jakarta agar umat Islam di Indonesia melakukan qunut nazilah memiliki pijakan yang kuat, yaitu ada musibah, ada kaum muslimin dan muslimat yang menjadi korban, serta yang terpenting ada tuntunannya. Makna qunut sendiri secara istilahnya adalah “Suatu doa di dalam shalat pada tempat yang khusus dalam keadaan berdiri.” (dikutip dari Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari). Sedangkan nazilah artinya malapetaka atau musibah yang turun menimpa kaum muslimin dalam bentuk gempa, banjir, peperangan, penganiayaan dan sebagainya.
Qunut nazilah adalah suatu hal yang disyariatkan dan amat disunnahkan ketika terjadi musibah dan kezaliman. Sunnah qunut nazilah ini merupakan pendapat para ulama dari madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanbaliyyah dan lain-lainnya. Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Apabila turun musibah kepada kaum muslimin disyariatkan membaca qunut nazilah pada seluruh shalat wajib.”. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Apabila turun bencana kepada kaum muslimin, hendaknya imam melakukan qunut dan diaminkan oleh orang yang dibelakangnya.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Di kalangan ulama ada tiga pendapat tentang qunut. Yang paling benar dari tiga pendapat tersebut, qunut disunnahkan ketika ada keperluan.،¨ Pendapat-pendapat diatas tentunya berlandaskan hadis-hadis yang sahih mutawatir seperti hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhari-Muslim yang menjelaskan pelaksanaan qunut nazilah oleh Rasulullahu saw selama sebulan pada peristiwa pembunuhan 60 shahabat penghafal Al-Quran, juga hadis Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu riwayat Bukhari-Muslim.
Jika selama ini kaum muslimin berbeda pendapat tentang qunut pada waktu sholat subuh, maka dalam qunut nazilah, tidak ada yang berbeda pendapat. Semuanya sependapat, semua sepakat.. Namun yang belum adalah pelaksanaannya. Masih banyak kaum muslimin di Indonesia, negeri yang sedang didera musibah bertubi-tubi ini, yang enggan melakukan qunut nazilah di setiap pelaksanaan sholat fardlu. Kita hanya berperasangka baik bahwa hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan mereka tentang qunut nazilah, bukan karena mereka menganggap bencana yang terjadi akhir-akhir ini belum seberapa sehingga tidak perlu disikapi dengan qunut nazilah. Karena, jika bukan kita yang melakukan qunut ini, untuk mendo`akan bangsanya sendiri, khsususnya keselamatan kaum muslimin, lalu siapa lagi? Mari kita sambut seruan MUI Provinsi DKI Jakarta ini, mari kita melakukan qunut nazilah agar musibah ini dihentikan oleh Allah swt., bangsa Indonesia dan kaum muslimin terjauh dari murka-Nya dan mendapatkan limpahan kasih sayang-Nya.Amin.***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Staf Seksi Pengkajian Bidang Diklat Jakarta Islamic Centre (JIC)