SEJARAH DAN PERKEMBANGAN RUKYATUL HILAL DI BETAWI

0
1029
sejarah-dan-perkembangan-rukyatul-hilal-di-betawi

JIC– Wilayah Betawi adalah dataran yang luas, tidak berbukit dan tidak bergunung. Ketinggian tanahnya sampai hari ini berkisar antara 0 m sampai 50 m di atas permukaan laut, bahkan di beberapa tempat di utara ada yang berada di bawah permukaan laut. Sebelum tahun 60-an, tidak terlalu banyak bangunan bertingkat tinggi.

Masih banyak wilayah yang padangan ke arah ufuk barat atau ke arah matahari tenggelam tidak terhalang oleh apapun. Dengan topografi seperti itu, ditambah dengan atmosphir yang bersih dan belum begitu tercemar polusi udara maupun cahaya, jelas sangat memenuhi syarat sebagai tempat yang strategis melakukan rukyatul hilal, melihat hilal untuk berbagai kepentingan terutama menentukan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah.

Hal inilah yang membuat beberapa ulama dan habaib Betawi yang ahli di bidang ilmu falak membangun atau menetapan beberapa tempat untuk rukyatul hilal, orang Betawi menyebutnya tempat ngeker bulan. Bahkan sampai hari ini, beberapa tempat masih diakui hasil rukyatnya oleh Badan Hisab Rukyat (BHR) DKI Jakarta, yaitu: Gedung Lantai 3 Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah, Cakung Barat, Jakarta Timur, Menara Masjid Jami` Al-Makmur, Klender, Jakarta Timur dan Menara Masjid Al-Musyari`in, Basmol, Jakarta Barat. Jika dilihat dari sebaran tempat ngeker bulannya orang Betawi  maka dapat dibagi dua kategori wilayah Betawi, yaitu  wilayah timur dan wilayah barat. Untuk wilayah barat Betawi, terdapat dua tempat rukyatul hilal yang memiliki sejarahnya sendiri-sendiri, yaitu Menara Masjid Al-Manshur, Sawah Lio, Jembatan Lima dan Menara Masjid Al-Musyari`in, Basmol, Jakarta Barat.

Masjid Al-Manshur didirikan pada tahun 1717 oleh Abdul Muhid anak dari Tumenggung Tjakra Jaya, bangsawan dari Kerajaan Mataram, Jawa. Sedangkan menaranya dibangun pada sekitar tahun 50-an oleh cicitnya, Guru Manshur yang merupakan ahli falak Betawi ternama, pengarang kitab Sullam an-Nayyirain, kitab ilmu falak yang berpengaruh dan dijadikan salah satu rujukan sampai hari ini. Dari menara inilah Guru Manshur melakukan rukyatul hilal. Dikarenakan beliau sendiri menganut faham hisab (perhitungan) dengan kriteria wujudul hilal sehingga kegiatan rukyatul hilal hanya sekedar untuk membuktikan hisab yang dilakukannya.

Namun, seiring perjalanan waktu, daerah Sawah Lio, Jembatan Lima telah banyak bangunan bertingkat yang mengelilingi menara masjid bahkan ada yang mengalahkan ketinggian menara itu sendiri, membuat pandangan ke arah ufuk barat menjadi terhalang Akhirnya, menara Masjid Al-Manshur ditutup untuk kegiatan rukyatul hilal.

Untuk keberadaan tempat rukyatul hilal di Menara Masjid Al-Musyari`in, Basmol, Jakarta Barat, tidak terlepas dari kiprah dan keterlibatan  Habib Usman Bin Yahya , Mufti Betawi. Sebagai seorang mufti yang menguasai berbagai bidang ilmu ke-Islaman, termasuk ilmu falak. Pada waktu itu ia melihat di sebelah barat Betawi terdapat dataran tinggi, dikenal dengan nama Pisalo atau Basmol, yang karena tingginya sampai hari ini tidak pernah kebanjiran. Pada waktu itu, daerah Besmol hampir seluruhnya digunakan sebagai area persawahan dengan cuaca dan pemadangan ke arah ufuk barat yang sangat baik dan memenuhi syarat untuk dijadikan tempat rukyatul hilal. Karena itulah Habib Usman terpikat dan menjadikan Basmol sebagai tempatnya untuk melakukan rukyatul hilal. Sepeninggalan Habib Usman yang wafat pada tahun 1913, Besmol tidaklah redup sebagai tempat favorit masyarakat Betawi untuk ngeker bulan.

Ulama yang kemudian menggantikan posisi Habib Usman adalah KH. Abdul Majid atau Guru Majid, salah satu dari enam guru Betawi. Seperti Habib Usman, Guru Majid juga lahir di Pekojan. Ketika Habib Usman wafat, ia berumur 26 tahun. Guru Majid merupakan alumni Makkah dan terkenal kedalaman ilmunya di bidang tasawuf, tafsir dan yang paling dikenal di bidang ilmu falak. Khusus di bidang terakhir ini, beliau sempat mengarang kitab falak yang berjudul Taqwim an- Nayyirain berbahasa Arab-Melayu yang menjadi rujukan hisab para perukyat hilal di Pesalo Basmol selain kitab Sullam an-Nayyirain.

Begitu terpikatnya dengan daerah Pisalo Basmol, ulama asal Pekojan ini bahkan ketika mau wafatnya meminta agar jenazahnya dikuburkan di tempat ini. Sekarang, makam beliau berada tepat di depan Masjid Al-Musyari`in, Basmol, Jakarta Barat bersama dengan beberapa makam lainnya. Untuk membedakan dengan makam lainnya dan agar mempermudah para penziarah, makamnya diberi kramik warna biru. Masyarakat Betawi Basmol sangat menghormatinya sehingga setiap tahunnya, yaitu pada minggu ke-2 di bulan Sya`ban selalu diselenggarakan haulan beliau.

Seiring dengan waktu, pemandangan di Pisalo Basmol ke arah ufuk barat mulai terhalang oleh bangunan. Terlebih sawah lapang yang dijadikan tempat rukyatul hilal dijadikan lintasan kali yang cukup lebar. Dikarenakan tidak lagi memungkinkan, menurut KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani tokoh dan penerus rukyatul hilal Pisalo Basmol, pada tahun 1991, tempat rukyatul hilal dipindah ke Masjid Al-Musyari`in yang berjarak hanya beberapa meter di belakang tempat yang lama. Masjid Al-Musyari`in sendiri memiliki menara dengan ketinggian 28 meter, dan yang digunakan untuk rukyatul hilal pada ketinggian 25 meter dari menara. Tetapi, hanya pada ketinggian 9 meter saja, yaitu ketinggian yang ada di masjid, sebenarnya hilal sudah dapat dirukyat. Bukan hanya tempat rukyatul hilalnya saja yang berubah, tetapi juga sistem hisab yang dijadikan rujukan bukan hanya kitab Taqwim an- Nayyirain dan Sullam an-Nayyirain, tetapi juga menggunakan Ephemeris, Newcomb, dan lainnya.

Sampai saat ini ,setiap menjelang 1 Ramadhan, saat hari penentuan puasa, Masjid Al-Musyari`in, Pisalo Besmol sangat ramai dikunjungi oleh kaum muslimin, terutama masyarakat Betawi, yang datang dari Jakarta dan sekitaranya hanya untuk melihat  ahlinya orang Betawi mengeker bulan demi menghilangkan keraguan apakah besok sudah puasa atau belum?

Tempat ngeker bulan di wilayah timur Betawi yang sampai hari ini diakui hasil rukyatnya oleh Badan Hisab Rukyat (BHR) DKI Jakarta adalah  Gedung Lantai 3 Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah, Cakung Barat, Jakarta Timur dan  Menara Masjid Jami` Al-Makmur, Klender, Jakarta Timur.

Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah, Cakung Barat, Jakarta Timur didirikan oleh KH. Abdul Hamid, bersama sepupunya Kyai Haji Muhajirin (pendiri Pondok Pesantren An Nida, Bekasi), bersama ulama-ulama lain, seperti Kyai Haji Dzinnun, Kyai Haji Abdullah Azhari, Kyai Haji Abdul Salam, serta Kyai Haji Abdul Halim sekitar lima puluh tahun yang lalu atau akhir tahun 50-an. Sebagian ulama tersebut menguasai ilmu falak (ilmu astronomi), sebagian lainnya ahli di bidang ilmu hisab dan rukyatul hilal yang kemudian bersatu padu dan menggabungkan diri dan sepakat untuk menetapkan sebuah tempat rukyatul hilal. Setelah mencari berbagai tempat yang dianggap tepat untuk me-rukyat, akhirnya mereka sepakat memilih kawasan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Namun di sana tidak bertahan lama karena jarak antara lokasi dan rumah tinggal mereka sangat jauh. Apalagi, hampir semuanya bermukim di kawasan Bekasi dan Cakung, Jakarta Timur. Semuanya kemudian sepakat untuk memindahkan tempat rukyatul hilalnya di area persawahan sekitar Cakung. Sayangnya, di sana pun juga tidak bertahan lama. Area persawahan itu diambil alih oleh PT. Astra.

Terpaksa, tempat ngeker bulannya dipindahkan di lantai atas rumah Kyai Haji Abdul Hamid (kini menjadi Gedung Lajnah Falakiyah Al-Husiniyah ), dan masih bertahan hingga kini tepatnya berada di Jalan Tipar Cakung, Kampung Baru, Rt. 003 Rw.09 N0.03, Cakung Barat, Jakarta Timur.

Awalnya hasil penelitian yang mereka lakukan hanya diterima oleh keluarga dan tetangga dekat. Namun, suatu ketika KH. Dzinnun yang waktu itu sedang menjabat sebagai ketua Hakim Pengadilan Agama Bekasi, mengusulkan untuk membawa hasil penelitian mereka ke Departemen Agama (Depag). Hasilnya, dalam sidang Isbat (penetapan awal ramadhan dan lebaran) yang diselenggarakan oleh Depag, hasil penelitian tersebut dianggap tepat dan sesuai dengan koridor disiplin keilmuan astronomi. Sejak itu pula, hasil penelitiannya dijadikan rujukan oleh Depag dan masyarakat luas, sehingga wilayah Cakung dikenal sebagai salah satu tempat hisab dan rukyat di Indonesia.

Kepercayaan yang datang dari kalangan luas ini memompa para pendirinya untuk terus menekuni kegiatan yang mereka rintis. Puluhan tahun sudah kegiatan tersebut berjalan, sampai mereka menutup usia pun, kegiatan tersebut tetap terlaksana. Penelitian hisab dan rukyat itu akhirnya diambil alih oleh KH. Syafi’i, yang sebelumnya dipimpin oleh almarhum adik kandungnya, Kyai Haji Ahmad Taufiq.

Sedangkan Masjid Jami` Al-Makmur, Klender, Jakarta Timur telah lama dijadikan sebagai tempat rukyatul hilal. Menurut H. Abdul Azis, salah seorang pengurusnya, sudah ada sejak zaman mu`allim Ghayar masih hidup yang seangkatan dengan Guru Marzuki (sekitar di bawah tahun 40-an). Mu`allim Ghayar juga dianggap sebagai perintis rukyatul hilal di Masjid Al-Makmur. Namun, baru pada tahun 1985, setelah Masjid Al-Makmur selesai direnovasi, kegiatan ngeker bulan di masjid ini menjadi terkenal. Apalagi dipimpin oleh para ahli falak terkemuka saat itu, yaitu KH. Ayatullah Saleh dari Kampung Baru yang dianggap sebagai perintis rukyatul hilal jilid II bagi Masjid Al-Makmur, KH. Shidik dari Kampung Bulak yang merupakan tangan kanan dari KH. Ayatullah Saleh, dan KH. Murtani dari Pisangan yang kemudian menggantikan KH. Ayatullah Saleh setelah wafatnya.

Peralatan untuk ngeker bulannya cukup sederhana, yaitu pipa paralon yang dipotong proporsional seperti binokuler dan dilakukan di atas masjid yang memiliki ketinggian 15 meter (sebelumnya di menara masjid). Setelah KH. Murtani wafat beberapa tahun yang lalu, kegiatan ngeker bulan diteruskan oleh BHR (Badan Hisab Rukyat) Kanwil Departemen Agama DKI Jakarta untuk menentukan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah dan disaksikan oleh KH. Mundzir Tamam, MA, Ketua Umum MUI Provinsi DKI Jakarta, selaku sesepuh dan penasehat Masjid Jami` Al-Makmur.

Sumber: Buku Materi Dasar Pendidikan Palakiyah yang diterbitkan Jakarta Islamic Centre

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here