JIC, JAKARTA — Sebanyak 90 Ulama dan Cendekiawan Muslim dari berbagai latar belakang Ormas Islam telah usai mengikuti Halaqah Nasional Ulama dan Cendekiawan yang digelar di Jakarta. Kegiatan yang digelar selama empat hari ini ditutup pada Ahad (19/11) pagi dan menghasilkan tujuh rekomendasi.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, ketujuh rekomendasi tersebut masih akan disempurnakan lagi oleh tim pengarah yang diketuai oleh Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Amin Abdullah.
“Kami merumuskan beberapa rekomendasi yang itu nanti insyaAllah masih tetap akan diperbaiki dan disempurnakan karena halaqah ini dirumuskan oleh tim pengarah,” ujarnya dalam acara penutupan halaqah nasional ulama dan cendikiawan di Jakarta, Ahad (19/11).
Salah satu rekomendasinya, menurut dia, pentingnya lembaga fatwa seperti di MUI atau Ormas Islam lainnya untuk mengeluarkan fatwa yang didasarkan atas kombinasi teks dan konteks saat ini. “Kita mendorong ada pembaharuan metodologi dalam perumusan fatwa yang mengawinkan antara tradisi klasik yaitu dari fikih atau ushul fikih dengan konteks yang lebih baru,” katanya.
Berikut tujuh rekomendasi yang dihasilkan dari halaqah tersebut:
1. Membuat naskah akademik untuk setiap fatwa yang mencakup dampak-dampak sosial, politik, budaya, ekonomi, dan psikologis setelah mengeluarkan fatwa.
2. Memikirkan kembali kerangka metolodogis istinbathu al-Ahkam, bukan hanya mempertimbangkan teks (takhrij al-manath), tapi juga konteks (tahqiq almanath) dalam proses pengambilan fatwa.
3. Dalam merumuskan fatwa, lembaga fatwa harus mempertimbangkan keharmonisan, kohesivitas sosial, kerukunan, dan keutuhan NKRI dengan herpegang teguh pada adab al-fatwa.
4. DaIam hal fatwa-fatwa yang nyata-nyata dijadikan legitimasi untuk tindakan diskriminasi dan kekerasan, diperlukan fatwa baru yang melarang penggunaan kekerasan dan main hakim sendiri.
5. Memposisikan fatwa sebagai opini hukum positif yang mengikat.
6. Memperkuat dan memberikan ruang lembaga fatwa (Bahtsm Masail, Majelis Tarjih, dan Lembaga Fatwa organisasi lain) untuk memberikan pendapatnya untuk fatwa-fatwa yang berhubungan dengan masalah akidah dan ukhuwah Islamiyah.
7. Diperlukan harmonisasi produk-produk fatwa dengan konstitusi dan hukum negara.
Selama pelaksanaan, para ulama dan cendikiawam membahas pula berbagai isu penting terkait keagamaan dan kebangsaan. Ketua tim pengarah Halaqah ini, Prof. Amin Abdullah mengatakan bahwa upaya para ulama dan cendekiawan yang hadir dalam Halaqah ini adalah sebuah ikhtiar penting bagi umat Islam Indonesia.
Namun, menurut dia, hal paling penting yang perlu dicatat dalam halaqah ini yaitu perlunya memikirkan kembali kerangka metolodogis istinbathu al-Ahkam (Penggalian hukum Islam) dalam proses pengambilan fatwa, sehingga menghasilkan fatwa yang bervisi kemanusiaan.
“Perumusan sebuah fatwa tidak hanya mempertimbangkan teks, tapi juga konteks dalam proses pengambilan fatwa,” ujar Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini, Ahad (19/11).
Setelah ditutup, halaqah ini juga berhasil merumuskan beberapa rekomendasi penting yang berkenaan dengan peran ormas Islam sebagai lembaga yang mengeluarkan fatwa seperti NU dan Muhammadiyah, serta peran pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama RI.
Dalam acara penutupan Halaqah Nasional Ulama dan Cendekiawan ini, Prof Amin juga menekankan pentingnya memperkuat eksistensi dan peran lembaga-lembaga fatwa yang berasal dari ormas Islam seperti Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Bahtsul Masail PBNU, dan lembaga Fatwa ormas lainnya.
“Hal ini ditujukan agar umat memiliki referensi dan pijakan keagamaan yang beragam. Karena di dalam Islam penafsiran dan pendapat keagamaan tidak monolitik dan tidak boleh tunggal,” katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Muhammad Abdullah Darraz menjelaskan bahwa dinamika keberagaman pandangan keagamaan dalam Islam Indonesia begitu terasa kuat dalam dinamika halaqah ini. Ulama dan Cendekiawan yang hadir dalam forum ini begitu dinamis mendedah isu-isu penting yang hadir didalam kehidupan Umat Islam Indonesia.
Isu yang berkembang dalam halaqah ini begitu beragam, dari soal fatwa nikah beda agama hingga membincang tentang fatwa waria,” kata dia.
Sumber ; republika.co.id