AKTIFITAS LAZISMU KOTA YOGYAKARTA
JIC, JAKARTA — Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah Nahdaltul Ulama (NU Car-LAZISNU) dan Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (LAZISMU), angkat suara soal polemik penggunaan zakat pemerintah.
Kedua lembaga zakat ormas Islam terbesar itu sepakat mendukung penyelarasan program pengentasan kemiskinan menggunakan dana zakat, bukan pengambilalihan.
Direktur Utama LAZISMU, Andar Nurbowo, mengatakan wacana penyelarasan program lembaga amil zakat untuk pengentasan kemiskinan, merupakan rencana strategis yang perlu didukung.
Ia menilai, penyelarasan program lembaga amil zakat dengan pemerintah merupakan langkah positif, yang akan mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Namun, ia mengingatkan pemerintah perlu memperjelas lagi wacana itu secara benderang kepada publik, sehingga tidak menimbulkan polemik liar di benak masyarakat.
Menurut Andar, penyelarasan itu akan membuat langkah pengentasan kemiskinan yang selama ini berjalan sendiri, menjadi sebuah sinkronisasi lembaga amil zakat bersama pemerintah.
“Kita sepakat mendukung karena itu strategis untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, tapi harus dijelaskan jangan seakan pemerintah ingin mengambil alih dana zakat untuk menanggulangi defisit,” kata Andar, Selasa (20/9).
Senada, Direktur Utama NU Care-LAZISNU, Syamsul Huda, merasa penjelasan rencana itu secara terang benderang memang diperlukan, demi menghindari polemik yang akan merugikan umat Islam.
Ia menerangkan, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memiliki kewajiban untuk duduk bersama-sama pemerintah mengentaskan kemiskinan, sesuai dengan amanah UU nomoer 23 tahun 2011.
Meski begitu, ia mengusulkan adanya audit kepada lembaga pengumpul zakat milik negara seperti BAZNAS, karena memiliki amanah yang sangat besar sebagai pengumpul dana zakat nasional.
Syamsul menekankan, audit itu wajib dilakukan secara terbuka dan meyeluruh, agar masyarakat mengetahui dengan jelas aliran dana zakat yang ada.
“Harus ada audit kepada BAZNAS agar dana zakat ini dikelola dengan baik, sebab ini merupakan tanggung jawab dunia dan akhirat,” ujar Syamsul.
Zakat Pengurang Pajak
Indonesia memang sudah memiliki regulasi pengelolaan zakat sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2011. Sayangnya, status zakat yang cuma sebagai pengurang penghasilan pajak membuat undang-undang itu belum berjalan sepenuhnya.
Direktur Utama LAZISMU, Andar Nubowo, meminta pemerintah melakukan penataan terhadap regulasi dunia perzakatan Indonesia yang tercantum dalam UU No.23 Tahun 2011, terutama pasal 22 dan 23. Hal itu dikarenakan umat Islam di Indonesia selama ini masih memiliki beban ganda, zakat dan pajak, sehingga kontribusi ke pembangunan belum bisa dilakukan secara maksimal.
“Kita mendorong revisi agar zakat itu sebagai pengurang pajak, sehingga umat Islam bisa maksimal berkontribusi ke pembangunan,” kata Andar, Selasa (20/9).
Namun, ia menilai keinginan pemerintah menyelaraskan program pengentasan kemiskinan melalui dana zakat, sebagai indikasi niatan baik pemerintah untuk menegaskan status zakat sebagai pengurang pajak. Maka itu, Andar menekankan baik LAZISMU maupun NU Care-LAZISNU, sudah sepakat untung mendukung penyelarasan program pengentasan kemiskinan bersama pemerintah.
Senada, Direktur Utama NU Care-LAZISNU, Syamsul Huda, menegaskan revisi UU No. 23 Tahun 2011 pasal 22 dan 23 memang harus dilakukan, karena itu merupakan regulasi pokok yang akan membantu penyelarasan program. Ia berpendapat, status zakat di regulasi itu yang masih sebagai pengurang pajak, selama ini menjadi ganjalan peran umat Islam dalam pembangunan. “Kita dorong revisi UU No. 23 Tahun 2011, sehingga rencana itu tidak setengah-setengah,” ujar Syamsul.
Ia menambahkan, wacana yang sudah baik itu memang harus dipikirkan dengan matang pelaksanaannya oleh lembaga-lembaga amil zakat bersama pemerintah, sehingga tidak menjadi rencana yang setengah-setengah. Menurut Syamsul, perencanaan matang itu akan membuat zakat benar-benar menjadi bingkai kebutuhan masyarakat, dan tentu saja mengentaskan kemiskinan di Indonesia.












