GENERASI MILENIAL, HIJRAH FEST: MUSLIM TANPA MASJID?

0
327

Tulang punggung masa depan kesatuan Indonesia ternyata pada kualitas umat Islam.

 

JIC, JAKARTA- Pada masa reformasi pada 1998 dahulu, ada sebuah istilah yang begitu populer dari mendiang budayawanan, sejarawan, dan pengamat sosial keagamaan, DR Kuntowijoyo. Dia memperkenalkan istilah untuk menjelaskan sebuah fenomena dari lahirnya generasi baru Muslim Indonesia. Kuntowjoyo mengistilahkan dengan sebutan: ‘Muslim tanpa masjid”.

Bagi banyak orang memang mungkin ini hanya sebagai hasil amatan yang dianggap sebagai angin lalu. Tapi kalau mencermati perubahan sosial yang terjadi di masyarkat Muslim Indonesia masa kini, maka pisau analisis tersebut sangat yahud, bernas, serta bermakna. Apalagi kemudian dipakai untuk menjelaskan posisi anak muda Muslim di tengah arus perubahan mondial atau yang kerap disebut globalisasi.

Kuntowijoyo dengan sederhana menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah Muslim tanpa masjid itu. Dia secara singkat ingin mengatakan bahwa munculnya kelompok sosial muda ini cukup unik. Mereka memang juga seperti kebanyakan orang Islam lainnya, Namun pada saat yang sama mereka  merasa bahwa dirinya bukan bagian dari umat itu sendiri. Mereka lebih memilih pada satuan-satuan lain yang bukan umat, seperti negara, daerah, bangsa, partai, ormas, kelas, usaha dan sebagainya.

Bukan hanya itu, Kuntowijoyo menjelaskan bila pengetahuan agama generasi ini juga memadai. Namun pengetahuan mereka tidak di dapat dari lembaga pendidikan ‘konvensional’ seperti generasi sebelumnya seperti masjid, pesantren atau madrasah. Pengetahuan dan pemahaman mereka berasal dari berbagai sumber lain dari sumber anonim, seperti kursus, seminar, buku, majalah, kaset, CD, VCD, internet, radio dan televisi. Akibatnya,  kata Kunto, kenyataan ini merupakan  sebuah kenyataan yang harus dibayar mahal oleh Islam di Indonesia dari munculnya fenomena kehidupan ‘urban society’ (manusia perkotaan) dari generasi yang lahir pada masa berikutnya.

photo

Artis yang tergabung dari Hijab Squad memperkenalkan diri dalam acara Hijrah fest 2018 di JCC, Jakarta, Jumat (9/11).

Nah, pada masa kini generasi inilah yang disebut akrab disebut angkatan muda kekinian yang di kalangan Muslim masa kini disebut generasi Muslim milenial. Jadi hadirnya generasi ini memang sudah proses sejarah yang panjang yang disebut, misalnya oleh mendiang DR NUrchlosih Madjid sebagai santrinasi Indonesia sebagai konsekuensi hasil pendidikan yang dikenyam oleh Muslim seiring datangnya kemerdekaan.

Generasi ini memang generasi baru. Jadi bila Cak Nur mengatakan pada tahun 1990-an, orang muslim sudah naik kelas dari posisi ‘ujlah’ (memisahkan diri) dari hiruk pikuk proses kenegaraan serta tak mengecap sekolah ‘modern’, maka kemudian berubah menjadi pemilik negeri dengan begitu banyak mengenyam pendidikan tinggi setara doktor, memang menjadi fonema baru yang menariik. Bila generasi 70-80-an kalangan anak muda Muslim (santri) hanya berpendidikan setara S1 saja, pada peripde 80-90-an, kala itu sudah banyak sekali yang bergelar S3 dari berbagai universitas dalam dan luar negeri.

Maka, bila membayangkan apa yang dianalisis Kuntowijoyo dan Nurcholish Madjid sekitar dua puluh tahun silam, pada periode masa kini jelas sudah sangat berubah. Yang paling luar biasa lagi berpengaruh adalah kemudian hadirnya teknologi informasi melalui internet. Dunia menjadi berubah  benar-benar tanpa batas. Eksistensi negara kian hanya sekedar menjadi salah satu bagian ‘kampung dunia’ yang saling terhubung. Istilah keren lainnya, dunia benar-benar sudah dilipat.

 

****

sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

9 − four =