Biaya Politik?
JIC, JAKARTA- Tak sedikit orang yang menyebut korupsi itu terjadi karena kebutuhan dirinya dan keluarga. Di sisi lain, kekurangan atau perlunya pendanaan terkait biaya politiknya.
Kekurangan pendanaan untuk diri dan keluarganya terkait gaya hidup. Gaya hidup yang melebihi pendapatannya memunculkan niat dan tindakan untuk melakukan korupsi.
Karena itu, kalau tanpa bisa mengerem gaya hidup maka alamat akan terjadi potensi penyalahgunaan wewenang. Pengendalian diri dan rasa syukur (atas apa yang diterima secara legal) tampaknya jalan terbaik untuk masalah mengatasi satu ini.
Orang-orang bijak telah mengingatkan mengenai perlunya kesadaran bahwa rasa syukur itulah yang akan mendatangkan kebarokahan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Maka bersyukurlah atas apa yang dijalani dan diterima selama ini.
Sedangkan biaya politik yang menimbulkan perilaku koruptif –sudah banyak diungkap media–, yakni terkait dengan biaya saat pencalonan menjadi kepala daerah atau anggota legislatif. Untuk pencalonan dibutuhkan biaya operasional tim suksesnya.
Uang tentu saja untuk membiayai seluruh proses pencalonan itu yang bisa bersumber dari koceknya maupun orang lain yang ikut membantunya.
Pertanyaannya ikhlaskah seorang calon mengeluarkan uangnya untuk kegiatan politik, kemudian tidak memperhitungkan adanya penghasilan lebih agar biaya pencalonannya bisa kembali?
Ikhlaskah orang-orang yang telah membantu mengeluarkan uang kemudian tidak berharap kembali? Tentu saja ada “perasaan tidak enak” juga apabila tidak memikirkan orang-orang yang telah membantunya saat pencalonan.

Biaya Pencalonan
Sebuah fakta yang diungkapkan seorang calon anggota legislatif sebuah kota usai penghitungan suara pada Pemilu 2014. Dia mengaku menghabiskan Rp3 miliar untuk biaya pencalonan dan ternyata gagal.
Rekannya yang lolos habis Rp4 miliar-Rp5 miliar. Waktu itu gaji sebagai anggota legislatif di kota itu sekitar Rp25 juta per bulan.
Hitung sendiri berapa perkiraan penghasilannya selama lima tahun menjabat. Balik modal?
Kalau tidak balik modal, darimana sumber pendapatan yang bisa diperoleh? Kuatkah menahan godaan?
Pertanyaannya lainnya darimana menutup biaya yang sudah dikeluarkan? Ikhlaskah mengeluarkan biaya untuk posisi tertentu yang membutuhkan biaya besar kemudian tidak berhitung uangnya kembali?
Rasanya tidak percaya dan sulit dipercaya di era sekarang –dalam konteks kasus suap kepala daerah dan anggota DPRD– menemukan orang yang berhasil menduduki jabatan tertentu tetapi dengan ikhlas tidak berhitung atas pengeluarannya selama pencalonan. Masih adakah yang demikian ikhlas?
Korupsi terkait pembiayaan kampanye politik selama pencalonan itu telah banyak diungkap oleh KPK maupun terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Kalau dicermati, tergambar jelas hubungan simbiosis mutualisma yang terjadi untuk tujuan meraih posisi politik.
Pengungkapan tali-temali kepentingan politik yang berujung kasus korupsi ini lantas menimbulkan penilaian betapa ada orang berburu jabatan mengorbankan uang, lalu berburu uang untuk mengembalikan modal, kemudian berujung di penjara.
Tetapi mungkin saja masih ada orang yang tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk biaya politiknya. Hal itu karena kelincahan dan kecerdasan dalam mengolah potensi politik serta tekad yang kuat untuk mewujudkan obsesinya dengan landasan sikap yang ikhlas.
Hanya saja, betapapun sedikit, aktivitas mencari dukungan masyarakat tetap saja membutuhkan biaya. Biaya untuk mencetak spanduk saja sudah berapa?
Kemudian untuk memasang spanduk butuh orang atau tim yang terdiri atas beberapa orang pekerja. Pekerja itu membutuhkan penghasilan dari pekerjaannya.
Dalam kesempatan tertentu, orang boleh saja berkomentar “uang bukan segala-galanya”, tetapi terkait pencalonan menjadi kepala daerah dan anggota legislatif tampaknya “segala-galanya butuh uang”.
Dalam konteks ini, tentu saja dicari orang-orang yang ikhlas atas apa yang dikeluarkan untuk meraih obsesinya.
Mungkin sulit menemukan, tetapi masyarakat diingatkan untuk tidak patah semangat untuk menemukannya.*












