
JIC, JAKARTA– Bagi Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan merupakan kado Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2018.
Dia bersyukur RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masuk Program Lesgislasi Nasional (Prolegnas). Ini merupakan kado terindah Hari Santri, kata Muhaimin di sela kegiatan puncak Hari Santri Nasional di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (4/12/2019).
Namun harapan agar RUU ini segera dibahas DPR, DPD RI bersama pemerintah ternyata meleset. Pemerintah melalui Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin justru ingin menyiapkan draf tandingan.
Menteri Agama menyatakan pihaknya segera menyusun rancangan persandingan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. RUU sandingan itu akan dibuat untuk merespons keluhan sejumlah pihak atas draf RUU yang disusun DPR.
Karena itu, Kementerian Agama menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dari berbagai perspektif dan tidak hanya terkait lembaga pendidikan.
Menag mengatakan sebuah lembaga dapat disebut pesantren jika ada kiai, kitab- kitab yang dikaji dan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi Tidak boleh lagi ada yang mengklaim sebuah padepokan mengatasnamakan pesantren, tetapi tidak ada kiainya dan tidak ada kitab yang dikaji.
Namun pernyataan menag mendapat reaksi dari anggota DPR. Misalnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengemukakan, tugas menteri bukan membuat draf RUU baru untuk menandingi draf RUU yang telah diinisiasi oleh DPR, tetapi membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU tersebut.
Marwan meminta Menteri Agama untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam ketatanegaraan Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan berbunyi: ayat (1) Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
Ayat (2), Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
Karena itu, menurut Marwan, dalam hal RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan usulan DPR, terhitung sejak surat DPR diterima oleh Presiden maka dalam waktu 60 hari Presiden menugaskan pada kementerian terkait untuk mempersiapkan pembahasan dengan menyiapkan DIM pemerintah.
Selanjutnya menteri melakukan pembahasan bersama DPR RI setelah surpres diterima DPR. Setelah RUU tersebut diputuskan menjadi RUU usul inisiatif DPR pada 16 Oktober 2018, draf RUU dan surat pimpinan DPR telah disampaikan kepada Presiden.
Marwan yang merupakan Wakil Ketua Fraksi PKB DPR RI mengatakan, pihaknya menyadari RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan memang masih perlu disempurnakan. Karena itu, diimbau agar masyarakat dan pihak-pihak terkait tidak risau atas kekurangan dalam draf RUU ini.
Hal itu karena masih dibuka ruang yang luas untuk memberi masukan dan koreksi pada saat pembahasan. Bagi DPR, masukan selama pembahasan RUU ini penting dalam rangka penyempurnaan RUU tersebut.












