Pemerintah Cina mengawasi dengan ketat 36 kategori perilaku Muslim Uighur.
JIC, XINJIANG–HRW mewawancarai sejumlah warga Xinjiang yang pernah bersinggungan dengan sistem IJOP. Mantan tahanan kamp reedukasi Ehmet mengatakan, tanda pengenalnya memicu alarm setiap kali ia ingin keluar dari Xinjiang.
“Polisi jaga mengatakan kepada saya, saya tidak bisa keluar karena saya masuk daftar hitam, jadi saya pergi ke polisi di desa saya dan mengatakan ‘saya punya anak dan saya butuh izin untuk pergi’. Tapi polisi tidak memberikan saya otorisasi, jadi saya tidak bisa pergi,” kata Ehmet.
Seorang mahasiswi, Aylin, mengatakan, ibunya dimasukkan ke dalam kamp reedukasi setelah menggunakan kartu SIM yang bukan miliknya. Aylin mengatakan, pihak berwenang menelepon ibunya.
“Dan bertanya kepada dia sudah berapa tahun dia menggunakan nomor telepon ini, dia mengatakan ’11’ dan polisi mengatakan ‘Anda bohong, tujuh tahun!’, dia ketakutan dan tidak sengaja memutus sambungan telepon itu,” kata Aylin.
HRW sudah berulang kali mengeluarkan laporan tentang kerasnya kebijakan Cina di Xinjiang. Analis dari Pusat Kebijakan Siber Internasional di Australian Strategic Policy Institute, Samantha Hoffman, mengatakan, secara psikologis makin orang merasa semua gerak-geriknya diawasi makin besar kemungkinannya mereka melakukan apa pun untuk menghindari zona terlarang.
“Tidak ada undang-undang di Cina, partai yang sesungguhnya memutuskan mana perilaku yang legal dan mana yang ilegal dan hal itu tidak harus tertulis,” kata Hoffman.
Keprihatinan Guterres
PBB sudah membahas permasalahan Xinjiang ini dengan Cina. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres mengungkapkan, keprihatinannya atas kondisi Muslim Uighur saat melakukan kunjungan ke Beijing pada April lalu.
Guterres sempat bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di sela-sela pertemuan Belt and Road Initiative. Namun, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, Guterres membahas persoalan Xinjiang ini dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi.
“Apa yang Sekretaris Jenderal katakan kepada lawan bicaranya di Cina adalah ia sepenuhnya mendukung inisiatif Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet,” kata Dujarric.
Bachelet sudah berulang kali meminta Cina memberikan akses kepada PBB untuk melakukan investigasi independen tentang laporan penghilangan paksa dan penahanan sewenang-wenang terutama di Xinjiang. Sebelumnya, Cina mengatakan mereka menerima pejabat PBB dengan syarat tidak mengintervensi urusan dalam negeri mereka. (reuters ed: yeyen)