Bukan sekadar tidak haram
Jakarta, JIC,– Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan LPPOM MUI untuk memberikan sertifikat halal pada produk pangan. Di antaranya adalah menghindari barang haram, najis, dan syubhat. “Barang yang disebutkan haram di dalam Al Quran, Hadist, atau Fatwa itu sebenarnya sedikit ya, disebutkan babi, bangkai, bangkai ini termasuk hewan halal tetapi tidak jelas penyembelihannya, kemudian darah,” ujar Mulyoroni.
Selain itu, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, bagian dari tubuh manusia (fatwa MUI), hewan buas atau bertaring, hewan menjijikan, dan hewan yang hidup di dua alam juga merupakan kategori barang haram. Khusus untuk semua semua hewan dari laut atau yang hidup di air adalah halal meskipun tidak disembelih.
Kemudian, ada konsep yang disebut sebagai najis. Arti najis sendiri adalah suatu kotoran yang menyebabkan tidak sahnya ibadah. Najis dibagi menjadi tiga kategori, yaitu berat sedang dan ringan.
Selain tidak haram dan tidak najis, barang yang berhasil mendapatkan sertifikasi dari LPPOM MUI juga tidak termasuk kategori syubhat.
Menurut Mulyorini, perkembangan teknologi pangan masa kini, menyebabkan banyak produk statusnya menjadi syubhat atau produk yang masih kurang jelas status hukumnya.
Sebagai contoh, Mulyoroni menyebutkan salah satu produk pangan olahan nabati, yaitu pisang keju dan cokelat.
“Pisang jelas halal karena bahan nabati tetapi kalau sudah menjadi produk pisang goreng keju dan cokelat, maka statusnya bisa menjadi syubhat,” jelasnya.
Bahan tambahan berupa vanili, keju, serta kandungan beragam vitamin dalam tepung terigu, juga pasta cokelat membuat olahan tersebut dikategorikan sebagai syubhat.
Beberapa tambahan vitamin dalam tepung terigu, seperti vitamin B3 B2 B1, asam folat, vitamin A, dan vitamin D3 dikategorikan sebagai bahan kritis.
“Nah, vitamin ini tergolong bahan kritis dari segi kehalalan karena sumbernya bisa jadi mikrobial proses, bisa dari hewan, atau bisa dari sintetik,” ujar Mulyorini.
Selain itu, ada juga bahan tambahan vitamin, seperti coating agent, yang membuat vitamin menjadi syubhat. “Untuk memperjelas hukumnya perlu sertifikasi halal,” pungkasnya.
Sumber : Kompas.com,