JIC, JAKARTA– Perdebatan para ulama mengenai perbedaan tafsir dan takwil juga menjadi kajian Syekh Mahmud al-Alusi dalam pembukaan tafsir Ruh al-Ma’ani. Syekh Mahmud al-Alusi berkomentar “Perdebatan mengenai perbedaan tafsir dan takwil yang disampaikan ulama tidaklah relevan di zaman sekarang.
Telah diketahui bahwa takwil bersumber bersumber dari petunjuk dari Allah (isyarah qudsiyyah) bagi para sufi untuk mengungkap makna tersembunyi dari ayat Al-Qur’an. Sedangkan tafsir adalah suatu hal yang berbeda dengan takwil”.
Walhasil, dari penjabaran ini kita akan menemukan sebuah kesimpulan bahwa tafsir adalah memahami makna Al-Qur’an yang telah dijelaskan oleh Rasulullah kepada para sahabat dan diriwayatkan hingga sampai kepada kita.
Sedangkan takwil adalah usaha untuk menyingkap makna yang tersembunyi dari ayat Al-Qur’an dan hanya dapat dilakukan oleh ulama yang mendapatkan petunjuk dari Allah. Oleh karena itu, tafsir memiliki cakupan yang terbatas karena tafsir harus bersumber dari penafsiran Rasulullah dan para sahabat ahli tafsir.
Sedangkan, takwil memiliki cakupan yang sangat luas bahkan setiap generasi ulama ahli tafsir dari setiap zaman memiliki penakwilan yang beragam dari setiap ayat Al-Qur’an.
Sebagaimana Abu Nashr al-Qusyairi juga berpendapat “Tafsir yang benar bersumber dari mengikuti dan meriwayatkan penafsiran yang berasal dari Rasulullah.
Sedangkan takwil bersumber dari usaha menggali (al-istinbath) atas makna yang samar yang dilakukan oleh para ulama ahli tafsir” Abdul Fattah al-‘Awwari, Dirasat fi Manahij al-Mufassirin, [Kairo: Maktabah al-Aiman], 2017, hal. 25).
Luasnya cakupan takwil juga berdasarkan dalil doa Rasulullah untuk sahabat Nabi, Ibnu Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى كَتِفِى ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
Diriwayatkan dari shahabat Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah menaruh tangannya di atas bahunya seraya berdoaو “Ya Allah, berilah ia kepahaman agama serta ajarkan kepadanya takwil” (HR.Ahmad)
Dalam doa ini, Rasulullah mendoakan Ibnu Abbas agar diberikan petunjuk oleh Allah sehingga mampu memahami makna yang tersembunyi dari Al-Qur’an dengan metode takwil.
Seandainya menyingkap makna yang tersembunyi dari Al-Qur’an dengan metode takwil dilarang niscaya Rasulullah tidak akan mendoakan sahabat Nabi, Ibnu Abbas, agar mampu memahami takwil Al-Qur’an.
Oleh Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo
Sumber : nu.or.id