Sekolah Minggu
JIC, JAKARTA— Masukan, misalnya, juga telah disampaikan Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 31 Oktober 2018. Partai ini mendukung hadirnya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, namun meminta agar pasal terkait Sekolah Minggu direvisi.
Pernyataan PSI disampaikan juru bicaranya Dara A Kesuma Nasution terkait keberatan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) atas beberapa hal antara lain pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi.
Selain itu menyangkut jumlah syarat mendirikan pendidikan keagamaan dengan peserta didik paling sedikit 15 siswa seperti yang tertera dalam draf RUU, perlu mendapatkan perhatian.
Selanjutnya juga ada keberatan pada Pasal 69 ayat 4 RUU ini yang memuat ketentuan bahwa setiap pengajaran nonformal harus dilaporkan dulu ke Kementerian Agama di kabupaten atau kota.
Wajar jika kemudian ada kekhawatiran bahwa hal ini berujung pada birokratisasi pendidikan. Jadi sebaiknya dua pasal itu direvisi, kata Dara.
Di sisi lain, karakteristik pesantren dan Sekolah Minggu itu tidak sama. Karena itu akan menimbulkan masalah jika keduanya diperlakukan sama.
Sekretaris Eksekutif PGI Pdt Henrek Lokra juga mengemukakan, di dalam gereja, Sekolah Minggu adalah bagian dari proses ibadah bagi anak-anak. PGI merasa Sekolah Minggu tidak perlu dimasukkan dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan melainkan cukup dikhususkan bagi pendidikan pesantren saja.
Tahap menyampaikan aspirasi, saran dan masukan atas substansi RUU tersebut masih terbuka luas seperti disampaikan para penggagasnya. DPR diyakini akan memberi perhatian atas suara masyarakat.
sumber : antaranews.com












