BEGINI CARA MEMPERSIAPKAN BEKAL AKHIRAT

0
938

JIC – Akhirat adalah kampung halaman manusia satu-satunya sesudah ia ‘pensiun’ dari ‘kerja’ dunia. Maka menyiapkan bekal yang cukup juga merupakan satu-satunya cara untuk hidup sejahtera di negeri abadi kelak.

Banyak perumpaan kita ketahui soal dunia dan akhirat. Dunia sebagai ladang akhirat. Dunia bagaikan tempat persinggahan seorang musafir sebelum melanjutkan jalan menuju akhirat. Pendek kata, setiap kita menyadari bahwa dunia adalah fana dan akhirat adalah kekal.

Logisnya, pengetahuan ini membawa kesadaran manusia berujung pada keseriusan dan upaya sungguh-sungguh menyiapkan sebanyak-banyaknya bekal menuju keabadian tanpa mengabaikan dunia sebagaimana Allah nyatakan dalam surat Al Qashash ayat 77: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu. Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Apa yang bisa kita siapkan sebagai bekal hidup sejahtera di akhirat kelak?

“Sebaik-baiknya bekal adalah taqwa,” ungkap Ustadz Ahmad Kusyairi Suhail, MA.

Bekal taqwa

Ketaqwaan sering disederhanakan sebagai kata takut, atau dalam perkataan lain dijabarkan sebagai: selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Menjadikan perintah dan larangan Allah sebagai rambu-rambu dalam menjalani kehidupan akan membawa manusia pada kondisi paling ideal, sebab  Allah lah pencipta, penguasa, pengatur dan pendidik manusia.

Menumbuhkan dan menjaga diri dalam aturan Allah ini, jelas Ustadz Kusyairi lagi akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Betapa tidak, Allah menjanjikan bagi orang yang bertakwa kemuliaan, kemudahan urusan di dunia, jalan keluar atas masalah, bahkan pengampunan dosa.

Persoalannya kemudian bagaimana caranya agar setiap diri bisa mencapai derajat taqwa ini?  Dan kalaupun seseorang sudah bisa membingkai hidupnya dalam rambu-rambu ilahi, bagaimana pula caranya ia menjaga agar ketaqwaannya tidak luntur seiring dengan potensi iman yang bisa naik dan turun.

“Perbanyaklah melakukan amalan-amalan kebaikan,” Ustadz Kusyairi menasehati. “Dan amal soleh ini amat banyak pintunya,” tambah ayah empat anak ini pula.

Pintu-pintu kebaikan dalam Islam memang sangat banyak dan beragam. Mulai dari perkara “remeh” semacam memberi senyum pada sesama muslim, menyingkirkan duri dari jalan, hingga perkara “berat’ seperti melaksanakan haji, dan jihad fii sabilillah.

Namun, jangan terjebak pada ukuran kuantitas amalan. Sebab, jumlah amal yang banyak tidak menjamin nilai ibadahnya ‘berat’ di sisi Allah.Tengok saja hadits nabi yang bicara soal kaitan puasa dengan keimanan, dimana Rasullullah telah mewanti-wanti kita semua bahwa banyak orang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus.

Karena itu, upaya untuk menyeimbangkan peningkatan kuantitas dan kualitas amal saleh harus menjadi program kita setiap hari.

Tingkatkan kuantitas dan kualitas

Yang pertama bisa dilakukan misalnya, senantiasa memperbaiki niat dalam setiap aktivitas kehidupan. Sebab, niat merupakan landasan utama yang akan membawa amal pada tujuan. Bila tujuan kita adalah meraih keridhoan dan pahala dari Allah, maka amal apapun tentu harus diprogram dengan niat mencari keridhoan dan pahala Allah.

Jangan pula yakin aman bila sudah meniatkan satu aktivitas  untuk menggapai keridhoan Allah. Sebab, dalam perjalanan amal sebaik apapun, kemunculan tarikan-tarikan dunia yang menarik hati atau fitnah-fitnah dunia yang menyempitkan dada selalu ada. Karena itu mengevaluasi diri (muhasabbah) dan memperbaiki niat harus terus dijadikan bagian dalam rutinitas kehidupan.

Hal kedua yang dapat dilakukan untuk menjaga ketaqwaan adalah dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Lingkup ibadah amat luas arealnya. Baik berwujud ibadah ritual yang memiliki aturan-aturan khusus seperti sholat, shaum, haji hingga ibadah umum yang meliputi semua ‘kerjaan’  dunia yang diniatkan karena Allah dan dilakukan dengan cara yang diridhoi Allah. Belajar, mencari nafkah, mengasuh anak, bahkan berhubungan suami isteri pun dapat bernilai ibadah di sisi Allah dengan dua syarat tadi.

Jangan pula lupa untuk selalu menjaga diri selalu berakhlak Islami. Sebab, akhlak Islami akan memagari diri karena kecenderungan mengikuti hawa nafsu atau keinginan berbuat maksiat. Beragam arahan akhlaq Islami tertera di dalam Al-Qur’an dan termodelkan lewat perilaku Nabi. Mengucap salam sebelum memasuki rumah, santun dan berbakti pada orangtua, peduli pada tetangga hanya sebagian kecil akhlaq Islami yang ‘bernilai berat’ di sisi Allah.

Yang kemudian tak kalah penting untuk diperhatikan, janganlah  bermimpi akan meningkatkan atau mempertahankan ketaqwaan bila kita justru alergi bergaul dengan orang-orang soleh. Tentu saja memilih bergaul dengan orang-orang soleh ini tak bearti beruzlah (mengasingkan diri) dari lingkup sosial. Bahkan, menebar manfaat ke sebanyak-banyak orang dan meluaskan dakwah ke tengah masyarakat, dingatkan Ustadz Kusyairi harus menjadi pilihan setiap muslim. “Bahkan orang yang hanya memikirkan kesalehan dirinya tetapi tidak memperhatikan bagaimana membuat kesalehan pula di lingkungannya, tidak akan terjamin kebahagiaannya di akhirat,” kata lulusan King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia ini.

Tetapi, memilih bergaul akrab, dan bersahabat dengan orang-orang soleh berarti menjaga lingkungan kita untuk selalu mendukung nilai-nilai kebaikan, menjamin adanya saudara yang siap menegur di saat salah, dan menguatkan di saat lemah.

Dan tentu saja, sebagaimana Rasul mengisyaratkan bahwa berkawan dengan pembuat minyak wangi akan tertular wangi pula dan berkawan dengan pandai besi akan tertular panasnya, ini berarti bergaul dengan orang soleh pun bisa membawa diri kita terbiasa melakukan kesolehan pula bukan?

Sumber: Ummi online

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

two × 2 =