BELAJAR KITAB DASAR-DASAR ILMU FIKIH

0
565

JIC, JAKARTA — Ilmu fikih merupakan salah satu cabang hukum Islam yang memuat tentang berbagai permasalahan umat dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya, dibahas tentang masalah, antara lain ubudiyah (ibadah), muamalah (perdagangan dan hubungan antarsesama), jinayah (hukum pidana), dan munakahat (pernikahan).

Kitab-kitab yang membahas masalah tersebut cukup banyak, mulai dari mahzab Maliki, Syafii, Hanafi, hingga Hanbali. Dari sekian banyak kitab itu, satu di antaranya adalah al-Ghayah wa al-Taqrib yang ditulis oleh Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Isfahani atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Syuja’ (Bapak Pemberani).

Di pesantren, kitab ini menjadi rujukan para kiai dan santri dalam mempelajari hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan umat sehari-hari. Menurut Samsul Arifin, seorang sarjana alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang mengangkat salah satu topik bahasan dalam kitab ini, mengatakan, kitab Taqrib merupakan kitab yang sangat padat dalam menjelaskan hukum-hukum fiqih. Di dalamnya diuraikan 16 bab hukum fiqih, mulai dari bab taharah (bersuci) sampai ahkam al-i’tqi.

Pengasuh Pondok Pesantren al-Hikmah, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Zaim Ma’soem, menjelaskan, kitab ini menjadi rujukan para ulama salaf al-shalihin (orang-orang saleh zaman dahulu). Karena, kitab Taqrib ini sangat lengkap dalam membahas masalah-masalah fikih.

”Kendati ringkas, kitab ini mengandung makna yang sangat luas. Dan, isinya sangat lengkap dan mudah dipahami setiap orang yang baru belajar tentang fikih,” kata Gus Zaim, sapaan akrabnya, kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Selain itu, Gus Zaim menambahkan, kitab ini juga menjadi rujukan di pesantren-pesantren dalam mempelajari ilmu fikih. ”Hampir seluruh pesantren tradisional mengenal kitab ini dan syarah-nya. Ia diajarkan sejak berdirinya pesantren hingga saat ini,” kata Ketua Umum Rabithah Ma’ahidil Islamiyah (RMI, Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) Provinsi Jawa Tengah ini.

Di dalam kitab Taqrib ini, kata Gus Zaim, dibahas tentang dasar-dasar ilmu fikih, seperti masalah ubudiyah, muamalah, munakahat, dan jinayah.

Dalam bidang ibadah, di antaranya, dibahas tentang cara menggunakan air untuk bersuci. Di dalam kitab Taqrib disebutkan, air yang boleh untuk bersuci itu ada tujuh macam air, yaitu air langit, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.

Maksud dari kalimat tersebut adalah ”(Air yang boleh) Artinya sah (untuk bersuci itu ada tujuh macam, yakni air langit) artinya yang  terjun dari langit, seperti hujan. Kemudian, air laut artinya yang asin, air sungai (yang tawar, yang mengalir), air sumur, air sumber, air salju dan air embun.”

Ketujuh air yang dimaksud tertuang dalam ungkapan berikut, ”Apa yang turun dari langit dan apa yang menyembul dari bumi dalam keadaan bagaimanapun adalah termasuk pokok penciptaan. (Lihat syarah Fath al-Qarib al-Mujib karya Muhammad Ibn Qasim al-Ghazzi, hlm 3).

Kemudian, dalam bab al-shiyam (bab Puasa), Abu Syuja’ menulis tentang syarat-syarat dan kewajiban puasa itu ada empat macam, yaitu Islam, aqil (berakal, tidak gila), baligh (sudah mencapai umur), dan mampu berpuasa.

Dalam bab al-shiyam ini, Abu Syuja’ menulis tentang hal-hal yang harus dilakukan saat berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hal-hal yang dianjurkan selama berpuasa, larangan berpuasa, serta sanksi bagi mereka yang melanggar larangan tersebut.

Kemudian, dalam bab haji, Abu Syuja’ juga menulis secara lengkap tentang syarat-syarat haji dan umrah, rukun umrah, rukun haji, wajib haji, dan larangan-larangan selama berhaji.

Sedangkan dalam bab zakat, Abu Syuja’ menerangkan tentang kewajiban berzakat, harta yang wajib dizakati, dan orang yang berhak menerima zakat.

Menurut Abu Syuja’, ada lima jenis harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, yaitu hewan ternak, barang berharga maksudnya adalah emas dan perak, tanaman, biji-bijian, dan barang perdagangan.

Dijelaskan oleh al-Ghazzi dalam syarah-nya, Fath al-Qarib, hewan ternak yang wajib dizakati itu ada tiga jenis hewan, yaitu unta, sapi atau kerbau, dan kambing (domba). ”Karena itu, tidak ada kewajiban zakat atas kuda dan hewan hasil persilangan antara kambing dan kijang,”katanya.

Walaupun isinya sangat ringkas, kata Gus Zaim, kitab Taqrib ini cukup jelas dalam menggambarkan masalah-masalah hukum fikih. ”Karena isinya yang simpel dan ringkas, kitab ini menjadi rujukan para ulama untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai ilmu fikih,” ujarnya.

Sumber ; republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twelve − 4 =