BERGURU, BERKHIDMAH, DAN MENGIKUTI PANDANGAN ULAMA-ULAMA WASATHIYAH (2)

0
164

JIC,— Ulama perempuan belum begitu populer, walaupun ada sebutan nyai, peran-peran mereka terbatas pada komunitas perempuan. Sementara itu ulama laki-laki mempunyai pengaruhnya yang menjangkau laki-laki dan perempuan.

 

Secara tradisional orang yang kemudian menjadi ulama biasanya bermula dari pengelola pesantren; mengajar di madrasah atau majelis taklim; atau menjadi pembimbing masyarakat dalam kehidupan beragama. Pengakuan tersebut akan berkembang secara pelan-pelan, dari tingkat komunitas terkecil di mana orang tersebut hidup dan beraktivitas, kemudian berkembang kepada komunitas yang lebih luas seiring dengan membesarnya pengaruh yang dimiliki tokoh tersebut. Sampai kemudian bisa menjangkau tingkat nasional, bahkan internasional.

Pandangan para ulama sangat ditentukan tempat mereka belajar dan mazhab yang diikutinya. Apa yang menjadi keyakinan tokoh tersebut akan disampaikan dan diikuti oleh pengikutnya.

Menjadi masalah ketika calon-calon ulama tersebut belajar kepada guru-guru yang pandangan agamanya kolot, yang meyakini hanya kelompoknya saja yang Islamnya benar, sementara kelompok lain kafir; yang berpendapat bahwa pemerintah dalam sistem demokrasi adalah taghut; yang berpendapat bahwa perempuan merupakan makhluk kelas dua yang tidak berhak mendapat pendidikan layak, apalagi jadi pemimpin, dan lainnya.

 

Bagi komunitas seperti Nahdlatul Ulama yang sudah memiliki jalur pendidikan agama yang mapan melalui ribuan pesantren, lebih kecil kemungkinannya terjebak pada ajaran agama yang kolot dan radikal. Namun, bagi kelompok awam yang baru “berhijrah” dari kehidupan sebelumnya yang penuh kemaksiatan, mereka umumnya tidak tahu ragam pendapat, jenis, dan pandangan ulama. Islam yang mereka pahami adalah yang seperti diajarkan gurunya.

 

Ada beberapa pesohor yang kemudian kehidupannya berubah sangat drastis. Dari seorang musisi terkenal yang kemudian mengharamkan musik, dari orang yang yang menggunakan pakaian terbuka, lalu menggunakan burqa yang sangat tertutup.

Islam sesungguhnya mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat; mengajarkan penghormatan terhadap tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam; mengajarkan toleransi kepada pemeluk agama lain. Ulama-ulama yang punya pandangan wasathiyah atau moderat inilah yang harus menjadi teladan dalam berislam.

 

Bagaimana menemukan ulama yang moderat ini?

Ada sejumlah ciri yang dapat menjadi pegangan. Ulama yang bijak tidak gampang memvonis kafir orang lain. Mereka tidak mengklaim bahwa pendapatnya yang paling benar.

Imam Syafi’i pernah menyampaikan sebuah nasehat, “Pendapatku benar tetapi ada kemungkinan salah dan pendapat orang lain salah tetapi ada kemungkinan benar.”

Ini adalah sebuah sikap kerendahan hati dan penghormatan terhadap pihak lain.

 

Ulama wasathiyah sebelum memutuskan sebuah persoalan akan menyampaikan berbagai ragam pandangan ulama dalam satu soal, kemudian memutuskan pendapat yang paling kuat. Dan ulama yang dapat menjadi pegangan adalah mereka yang satu antara kata dan perbuatan.

Ulama-ulama seperti itu hanya lahir dalam institusi pendidikan yang mempelajari banyak perspektif; yang mengajak para siswa untuk berpikir, bukan meminta taklid buta.

Sumber : nu.or.id

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here