BIMBINGAN ISLAM MENJADI PEGAWAI YANG PROFESIONAL

0
770
bimbingan-islam-menjadi-pegawai-yang-profesional

Makna dari sikap dan perilaku professional

Dalam KBBI dijelaskan makna dari professional:

  1. bersangkutan dengan profesi: apapun profesinya misalnya seorang akuntan
  2. memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya: memiliki kapabilitas dan amanah dalam bekerja; dan
  3. mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir): adanya iwadh atau imbalan bisa dalam konteks akad ijarah maupun ju’alah dalam kontrak bisnis.

Professional dalam perspektif Islam

Sikap dan perilaku professional dalam bekerja diatur secara tegas dalam QS Al-Qashash ayat 26. Allah berfirman:

قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَ‍ٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَ‍ٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ

26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya“.”

Demikian pula, Allah berfirman dalam QS Yusuf ayat 55:

قَالَ ٱجۡعَلۡنِي عَلَىٰ خَزَآئِنِ ٱلۡأَرۡضِۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٞ

55. Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.

Selain itu, dalam QS An-Naml ayat 39, Allah berfirman:

قَالَ عِفۡرِيتٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبۡلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَۖ وَإِنِّي عَلَيۡهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٞ

39. Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.

  1. Pada dalil pertama (QS Al-Qashash ayat 26) dan dalil ketiga (QS An-Naml ayat 39) digunakan istilah al-Qowiyyu (yang kuat) dan al-Amiin (dapat dipercaya).
  2. Pada dalil kedua (QS Yusuf ayat 55) digunakan istilah hafizh (pandai menjaga) dan ‘alim (berpengetahuan)

Al-Qowiyyu dan al-‘alim maknanya adalah memiliki kapabalitas dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya, sedangkan al-amiin dan hafizh maknanya adalah orang yang amanah dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, dari kedua ayat ini kita bisa melihat bahwa Islam mengatur mengenai karakteristik pegawai yang kapabel dan amanah. Professional dalam konteks Islam mencakup keduanya, tidak hanya kapabel semata tetapi juga amanah dalam menjalankan pekerjaannya.

Makna kapabel dalam QS Al-Qashash ayat 26

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab beliau “Taysirul Lathifil Mannan”, menjelaskan mengenai makna dari Al-qowiyyu yaitu memiliki kapabilitas (kompetensi yang baik) dan pandai untuk menjaga amanat, dan juga melakukan hal-hal yang mendukung sehingga pekerjaan bisa sempurna.

Kapabel berlaku pada setiap pihak yang transaksi, misalnya dalam konteks akad Ijarah antara ajir (pegawai) dan musta’jir (perusahaan).

  1. Ajir dan musta’jir wajib cakap hukum sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Musta’jir wajib memiliki kemampuan untuk membayar ujrah.
  3. Ajir wajib memiliki kemampuan untuk menyerahkan jasa atau melakukan perbuatan hukum yang dibebankan kepadanya.

Rasulullah pernah bersabda,

إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

Sesungguhnya Allah mencintai jika salah seorang di antara kalian mengerjakan suatu pekerjaan dengan tekun.” (Syu’abul Iman 7/233 no. 4930)

Bagian dari kapabel disebutkan dalam hadits ini yaitu melakukan pekerjaan secara tekun dan hati-hati sesuai dengan standard dan etika profesi yang digelutinya. Karena di dalam hadits ini tidak membatasi jenis pekerjaan tertentu, tetapi maknanya umum mencakup setiap jenis pekerjaan. Jika dilakukan dengan penuh ketekunan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan mencintainya.

Lawan dari kapabel yang harus dihindari oleh seorang professional

Lawan dari kapabel adalah lemah, artinya tidak memiliki kemampuan atau keahlian untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Muslim, disebutkan:

Dari Abu Dzar, ia berkata, “Aku berkata, ‘Hai Rasulullah! Tidaklah engkau memperkerjakan aku?’ Ia berkata, ‘Maka beliau menepuk pundakku dengan tanggannya kemudian bersabda, ‘Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya pekerjaan itu adalah amanah, dan sesungguhnya ia adalah kehinaan dan penyesalan di hari Kiamat kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajiban padanya”.

Kisah memberi ibrah kepada kita agar menyerahkan suatu pekerjaan kepada orang yang tepat, yaitu orang yang memiliki kekuatan yaitu keahlian dan kompetensi serta yang mampu menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.

Makna amanah dalam QS Al-Qashash ayat 26

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab yang sama menjelaskan mengenai makna dari Al-amanah yaitu memahami hak dan kewajiban sebagai orang yang diserahi amanat. Dengan demikian orang yang diserahi amanah dapat menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya.

Dalam QS An-Nisa ayat 58, Allah berfirman:

۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada kita yang diberi amanah untuk menyampaikan amanah kepada pihak yang memberi amanah. Hukum asal perintah Allah adalah wajib sampai ada dalil yang menjadikannya mustahab, sehingga perintah untuk menunaikan amanah adalah hukumnya wajib bagi yang menerima amanah.

Bagian dari sifat amanah adalah memahami rukun dan ketentuan yang berkaitan dengan akad yang dijalankan. Misalnya pengetahuan mengenai amal yang dilakukan oleh Ajir dalam konteks akad antara pemberi kerja dan pegawai. Kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi pekerja, tetapi juga bagi pemberi kerja.

Misalnya kewajiban pegawai yang harus dipahami dalam akad ijarah adalah

  1. Pekerjaan atau jasa yang dilakukan pegawai (Ajir) harus berupa pekerjaan yang dibolehkan menurut syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pekerjaan atau jasa yang dilakukan pegawai (Ajir) harus diketahui jenis, spesifikasi, dan ukuran pekerjaannya serta jangka waktu kerjanya.
  3. Pekerjaan atau jasa yang dilakukan pegawai (Ajir) harus berupa pekerjaan yang sesuai dengan tujuan akad.

Oleh karena itu, menjadi penting bagi setiap pihak, karena menjadi bagian dari suatu proses penunaian amanah, memahami kontrak atau akad yang akan atau telah disepakati.

Lawan dari amanah yang harus dihindari oleh seorang professional

Lawan dari amanah adalah khianat. Allah sebutkan dalam QS Al-Anfal ayat 27 mengenai larangan untuk mengkhianati orang yang memberi amanah. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

Bagian dari khianat adalah menggunakan fasilitas kantor dengan tanpa hak atau menerima suap/hadiah selain dari yang diterimanya dari upah pekerjaannya. Rasulullah bersabda dari hadits Abu Hamid As-Sa’di,

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُوْلٌ

Hadiah-hadiah para pekerja adalah ghulul (khianat)”.

(Diriwyatkan oleh Ahmad (23601) dan lainnya, dan lihat takhrijnya di kitab Irwa Al-Ghalil oleh Al-Albani (2622))

Balasan bagi orang yang professional dalam menjalankan pekerjaannya

Pegawai yang menunaikan pekerjaan secara professional dan ikhlas akan memperoleh balasan dunia dan akhirat. Balasan di dunia berupa gaji yang menjadi haknya karena menjalankan tugasnya secara professional dan amanah.

Demikian pula, di akhirat, dia akan memperoleh pahala dari Allah asy-Syakûr (Yang Maha Bersyukur) karena niat dan motivasinya bekerja dalam rangka mencari rezeki yang halal dan baik.  Allah berfirman dalam QS An-Nisa ayat 114:

۞لَّا خَيۡرَ فِي كَثِيرٖ مِّن نَّجۡوَىٰهُمۡ إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَٰحِۢ بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا

114. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Mas’ud, Rasulullah bersabda,

إِذَ أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ

Jika seorang lelaki menafkahi keluarganya sambil mengharap pahala-Nya, maka itu menjadi sedekah baginya. (HR. al-Bukhari, no. 55 dan Muslim, no. 1002).

Semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA (Narasumber Radio Jakarta Islamic Centre, Associate Professor Universitas Hayam Wuruk Perbanas, Penulis Buku dan Peneliti Akuntansi Syariah Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jatim Bidang Akuntansi Syariah)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

thirteen + 6 =