Orang – orang mengira/ menyangka bahwa Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s adalah pembawa sekaligus memeluk agama Yahudi dan Nasrani, padahal agama tersebut tidak pernah mereka bawa. Ini adalah salah kaprah. Yang benar adalah Dinul Islam*.
Orang – orang mengira/ menyangka bahwa Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s adalah pembawa sekaligus memeluk agama Yahudi dan Nasrani, padahal agama tersebut tidak pernah mereka bawa. Ini adalah salah kaprah. Yang benar adalah Dinul Islam*.
Perlu diketahui, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. adalah keturunan dari Nabi Ibrahim a.s. Di antara Ibrahim a.s. dan Musa a.s ada beberapa nama yang cukup masyhur. Antara lain Ishak putra Ibrahim. Kemudian Ishak memiliki keturunan yaitu Nabi Yaqub a.s.. Kemudian ada Nabi Yaqub a.s memiliki putra Nabi Yusuf a.s. . Kemudian dari anak cucu Ibrahim a.s. ini kelak juga muncul Nabi Musa a.s. hingga Nabi Isa a.s. Nabi Ibrahim a.s. dan Anak Cucunya Bukan Penganut Agama Yahudi Atau Nasrani.
Perhatikanlah firman Allah SWT (yang artinya)
“ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah[92] yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 140)
[92]. Syahadah dari Allah ialah persaksian Allah yang tersebut dalam Taurat dan Injil bahwa Ibrahim a.s. dan anak cucunya bukan penganut agama Yahudi atau Nasrani dan bahwa Allah akan mengutus Muhammad s.a.w.
Maka, kalau Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya bukan nabi dari agama Yahudi dan Nasrani, berarti kan Yahudi dan Nasrani adalah agama buatan manusia, alias agama bid’ah. Dibuat-buat.
Dalilnya?
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah akan:
“Rafi’, Salam ibnu Misykum, dan Malik ibnus Saif datang kepada Nabi SAW., lalu mereka berkata: ‘Hai Muhammad, bukankah engaku mengaku bahwa sesungguhnya engkau ini adalah pengikut agama Ibrahim dan engkau beriman (pula) kepada Al-Kitab yang berada pada kami?”
Nabi SAW. Menjawab : ‘Benar, akan tetapi kamu telah membuat-buat bid’ah dan
ingkar terhadap apa yang dikandung di dalamnya (Al-Kitab) itu, kemudian kamu
menjelaskannya kepada umat manusia’.
Akan tetapi jawab mereka : ‘Sesungguhnya kami hanyalah mengamalkan apa yang ada pada tangan kami (Al-Kitab), dan sesungguhnya kami berada pada jalan hidayah dan kebenaran’. Setelah itu Allah menurunkan ayat: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun…” (QS Al-Maidah : 68 -82)
Berkenaan dengan perkara ini Allah Swt berfirman:
Orang-orang yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (QS al-Baqarah 2: 146)
Ayat tersebut menggambarkan pengetahuan mereka terhadap Rasulullah saw. Mereka tahu benar bahwa beliau adalah utusan Allah Swt; al-Quran yang beliau bahwa adalah wahyu dari-Nya; dan risalah yang beliau bawa adalah haq. Seiring berlalunya masa serta bergantinya generasi, sebagian dari mereka malah menciptakan agama baru, yaitu agama Yahudi dan Nasrani.
Jadi kalau di zaman sekarang ada yang beranggapan, “Agama samawi ada tiga”. Ini adalah salah kaprah, Allah Swt tidak pernah menurunkan agama Yahudi dan Nasrani. Yang Allah Swt turunkan adalah Kitab Suci Taurat untuk Bani Israil dan Injil untuk al-Masihin (yang sekarang tidak murni lagi).
Allah SWT berfirman (yang artinya):
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(QS. Asy Syura : 13)
Jauh sebelum Nabi Muhammad *shallallahu alaihi wasallam* lahir, umat – umat sebelum beliau sudah mengetahui bahwa kelak risalah nabi mereka semisal Musa a.s. atau Isa a.s. akan dilanjutkan oleh seseorang yang bernama Muhammad. Ini penting karena ketika nabi Musa a.s. meninggal, maka syariatnya hanya akan berlaku hingga muncul nabi yang baru, dan kemudian akan berlalu pula nabi itu hingga muncul Nabi Muhammad *shallallahu alaihi wasallam.*
Abu Na’im dalam kitabnya “*Al-Hilyah*” telah meriwayatkan sebagai berikut:
Allah telah memberi wahyu kepada Musa as, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, padahal ia ingkar kepada Ahmad (Muhammad s.a.w), niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa berkata: “Siapakah Ahmad itu, Ya Rabbi?”
Allah berfirman: “Tidak pernah Aku ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia menurut pandangan-Ku daripadanya. Telah Ku-tuliskan namanya bersama nama-Ku di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Sesungguhnya surga itu terlarang bagi semua mahluq-Ku, sebelum ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya”.
Musa a.s. berkata: “Siapakah umatnya itu?”
Firman-Nya: ”Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka memuji Allah sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan.
Mereka mengikat pinggang (menutup aurat) dan berwudhu membersihkan anggota badan.
Mereka shaum siang hari, bersepi diri dan berdzikir sepanjang malam.
Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas, meskipun sedikit.
Akan Ku-masukkan mereka ke dalam surga karena kesaksiannya: Tiada Tuhan yang sebenarnya wajib diibadahi selain Allah.
Musa berkata: “Jadikanlah saya Nabi Umat itu”.
Allah berfirman: “Nabi Umat itu dari mereka sendiri”.
Musa berkata lagi: “Masukanlah saya dalam golongan umat Nabi itu”. (*)
Allah menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan umat itu, sedang dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di Darul-Jalal (surga)”. (*Hadits Qudsi* Riwayat Abu Na’im dalam al-Hilyah)
(*) perhatikanlah betapa kuatnya kemauan Nabi Musa untuk minta dimasukkan dalam lingkungan umat Nabi SAW. setelah mengetahui bahwa ia tidak dapat dijadikan Rasul-Nya, karena Rasul-Nya harus dari keturunan Ismail dari golongan bangsa Arab, sedang beliau dari keturunan Ya’qub dari golongan Bani Israel.
Berikut penjelasan tambahan dari Abul A’la al-Maududi dalam *Let Us Be Muslims* :
Perbedaan pokok antara din* dan syari’ah adalah: sementara din sejak dulunya sama dan satu, sedangkan syariah beragam. Ada perubahan atau pencabutan pada syar’iah terkemudian terhadap syari’ah terdahulu, namun tidak mengubah din-Nya. Din Nabi Nuh sama dengan din Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s. Nabi Isa a.s., Syu’ain a.s., Hud a.s., Shalih a.s. dan Muhammad saw. Tetapi
syari’ah yang diturunkan kepada mereka (bisa saja) berlainan satu dengan yang lain. (al-Maududi, Abul A’la . Let Us Be Muslims / Menjadi Muslim Sejati, Jogjakarta : Mitra Pustaka, 1998)
*Dalil-dalil KESESATAN PLURALISME*
Jangankan hukum buatan manusia, kitab (suci) umat lain saja diperintahkan agar dibuang! Padahal di kitab itu ada syariat-syariat dari Allah SWT.
Rasulullah *Shallallahu Alaihi Wa Sallam* menegur Umar r.a, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti-ganti untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu : “*Buanglah itu!* *Demi DZAT yg jiwa Muhammad berada ditangan-NYA, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tidak halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi**..”* (HR Ahmad, III/387, di-*hasan*-kan oleh Albani dlm *Al-Irwa’* VI/34 & *Al-Misykah* I/38)
Said bin Tsabit meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: *“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa berada di tengah – tengah kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, maka kalian telah tersesat. Sesungguhnya kalian adalah (umat yang menjadi bagianku) dan aku adalah (nabi yang menjadi) bagian kalian”* (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain, Al-Hafidh Abu Bakar berkata, meriwayatkan hadits dari Jabir yang mengatakan, “Rasulullah saw bersabda, *“Janganlah kamu sekalian bertanya kepada Ahli Kitab tentang sesuatu, karena mereka tidak akan memberikan petunjuk kepada kalian, dan sungguh mereka telah sesat. (Kalau kamu menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab) maka sesungguhnya kamu boleh jadi membenarkan kebatilan atau membohongkan kebenaran. Maka seandainya Musa hidup di antara punggung – punggung kalian (di kalangan kalian) tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”* (HR.Ahmad)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah *Radhiyallahu* *Anhu*, dari Rasulullah *Shallallahu Alaihi wa Salam* bahwasanya beliau bersabda*, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah seorang dari umat ini yang mendengar (agama)ku,
baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”* (Hadits Riwayat Muslim. Bab Wajibnya Beriman Kepada Risalah Nabi Bagi Seluruh Manusia dan Penghapusan Agama-Agama Dengan Agama Beliau.)
Diriwayatkan dari Anas *Radhiyallahu Anhu*, dia menceritakan, ada seoranganak Yahudi yang biasa mengambilkan air wudhu untuk Rasulullah *Shallahu Alaihi wa Sallam* dan membawakan sandal beliau. Lalu anak itu sakit, maka Rasulullah menjenguknya. Beliau kemudian berkata kepadanya, *“Wahai Fulan, ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah. Lalu anak itu melihat kepada bapaknya dan bapaknya pun diam. Kemudian beliau mengulanginya kembali, anak itu pun kembali melihat bapaknya, maka ayahnya mengatakan, “Taatilah Abul Qasim (Rasulullah saw).” maka anak itu pun mengucapkan, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah Ta’ala, dan engkau adalah Rasul Allah.’ Setelah itu Rasulullah keluar dan beliau berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkannya dari neraka melalui aku.”* (HR. Ahmad)
Wallahu a’lam bishawab