JIC, Jakarta — Pembiayaan KPR syariah di Indonesia terus berkembang. Hal ini tidak terlepas dari dukungan sejumlah kalangan. Salah satunya adalah PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) (Persero). BUMN di bawah Kementerian Keuangan ini telah menyalurkan pembiayaan syariah kepada enam bank syariah nasional.
Direktur PT SMF Heliantopo mengatakan, keenam bank syariah tersebut yaitu Bank Muamalat, Bank Tabungan Negara Syariah, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank BJB Syariah. Menurutnya, sejak awal berdiri di 2005 hingga Juli 2017, pihaknya telah menyalurkan pembiayaan syariah sebesar Rp 5.449 triliun.
“Pembiayaan syariah yang disalurkan berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah. Adapun harga maksimal rumah yang pihaknya biayai dengan skema tersebut sebesar Rp 700 juta. Jangka waktu yang kami berikan untuk mengembalikan pinjaman antara 1 sampai 10 tahun sesuai kebutuhan penyalur KPR syariah,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Ia menyebut pertumbuhan KPR syariah dalam beberapa tahun terakhir terus menunjukkan tren positif. Hal tersebut tampak dari pertumbuhan KPR syariah di tahun ini yang mencapai 19,83 persen, meningkat di banding tahun sebelumnya.
Sebelumnya, SMF meluncurkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Syariah. Menurut Direktur Utama PT SMF (Persero) Ananta Wiyogo, terbitnya SOP dapat memperkuat peran strategis penyalur PPR dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak bagi masyarakat.
“Kami berharap SOP ini dapat mendorong terciptanya produk PPR Syariah yang terjangkau, suitable dan applicable, untuk meningkatkan kemampuan para penyalur PPR Syariah dalam melayani kebutuhan masyarakat,” kata Anata.
Indonesia dengan penduduk mayoritas pemeluk agama Islam, kata Ananta, merupakan pasar potensial dalam mengembangkan industri keuangan syariah. Selain itu komposisi demografis serta pertumbuhan ekonomi Tanah Air cukup menjanjikan.
Lebih jauh, ia menilai pembentukan SOP ini juga sejalan dengan langkah pemerintah dalam mengembangkan skema pembiayaan perumahan berbasis syariah yang dapat dijual di pasar modal.
Adapun pengembangan skema dilakukan dengan pemberdayaan pelaku pembiayaan perumahan baik melalui penerbitan KPR maupun sekuritisasi KPR.
Dengan demikian, diharapkan tercipta sebuah sistem pembiayaan perumahan dengan biaya murah dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang berkelanjutan.
“Kami memandang pentingnya adanya SOP PPR Syariah yang dapat membantu dalam proses bisnis fasilitas PPR yang terstandar dan bermutu baik, yang pada akhirnya PPR tersebut dapat dilakukan sekuritisasi,” kata dia.
Ananta menambahkan, SOP PPR Syariah ini akan menjadi petunjuk dalam memuat kebijakan dan alur kerja yang dapat digunakan bank umum atau unit usaha syariah yang telah aktif atau pun belum pernah menyalurkan PPR Syariah.
Di dalam SOP itu dibahas secar rinci Akad Murabahah, Akad Musyarakah Mutanaqisah, dan Akad Ijarah Muntahiya Bi Tamlik. Di samping itu juga dibahas persiapan yang perlu dilakukan penyalur PPR Syariah dalam pelaksanaan sekuritisasi PPR Syariah.
Dengan adanya SOP ini, diharapkan dapat semakin memudahkan proses sekuritisasi di pasar sekunder. “Lembaga Penyalur PPR Syariah sedianya memiliki SOP PPR Syariah yang terstandar dengan baik, melaksanakan pelatihan yang intensif dan mendalam, serta mengimplementasikannya dengan baik,” tutur Ananta.
Ananta memastikan penyusunan SOP ini telah sesuai dengan regulasi yang telah ada, baik POJK, Fatwa Dewan Syariah Nasional, Peraturan Bank Indonesia, UU dan Peraturan Mahkamah Agung serta Pedoman Standar Akuntansi Keuangan.
Sumber ; gomuslim.co.id













