
JIC, JAKARTA— Ratusan hoaks politik menyebar melalui media sosial hingga grup-grup komunikasi whatsapp. Imbasnya, banyak orang mulai termakan oleh kabar bohong ini.
Farida, misalnya. Warga Jawa Barat ini percaya bahwa Indonesia sedang mendapat ‘serbuan’ pekerja asal Cina—isu yang cenderung digunakan untuk menyerang calon presiden petahana Joko Widodo.
“Saya sih rasanya percaya, karena ada beberapa teman yang kenal langsung ya, bukan dari media (sosial), mereka bilang menyaksikan itu, di dalam satu penerbangan, isinya adalah semua pekerja dari Cina yang jelas-jelas tidak bisa berbahasa Indonesia,” kata Farida kepada Arin Swandari untuk BBC News Indonesia.
Isu lain yang juga diyakini oleh Farida adalah kriminalisasi ulama.
“Di mata saya iya, yang kelihatan. Ada pengawasan terhadap ulama-ulama tertentu,” tambahnya.
Sementara itu, Ratna, warga Jakarta, percaya ulama pendukung khilafah ada di belakang capres nomor urut 02, Prabowo Subianto.
“Saya hanya melihat saja ya, pihak Prabowo, didukung oleh ulama-ulama yang seperti ini, yang maksudnya mengarah ke khilafah, yang perkataannya menakut-nakuti, ngancam orang,” kata Ratna, yang mengaku melihat banyak video ceramah berisi ancaman.
Dalam berbagai kesempatan baik Jokowi maupun Prabowo membantah berbagai isu yang beredar.
Pada debat capres keempat, Prabowo membantah telah mendukung khilafah.
Ini sesuatu yang tidak masuk akal,” kata Prabowo.
Jokowi lantas menimpali pernyataan Prabowo “Selama 4,5 tahun ini saya dituduh, Pak Jokowi itu PKI. Ada yang nuduh seperti itu.”
Hak atas fotoANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAYMarak jelang pilpres
Hoaks atau berita bohong makin marak menjelang pilpres.
Kementerian Komunikasi dan Informatika baru saja merilis temuan 130 hoaks politik sepanjang Januari hingga Maret 2019. Hoaks politik antara lain berupa kabar bohong yang menyerang pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu, maupun penyelenggara pemilu.
Pelaksana Tugas Kepala Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, memperkirakan April 2019 ini peredaran hoaks akan meningkat.
“Berharap sih tidak, tapi inilah fakta yang tidak bisa kita pungkiri,” katanya.
Menurut Ferdinandus berdasarkan pengamatan Kominfo melalui mesin AIS (mesin pengais konten negatif), kebanyakan yang dilaporkan menebar hoaks adalah ibu-ibu melalui layanan pesan Whatsapp.
“Tantangan bagi kami, bagi negara, bagi Kominfo, adalah orang-orang tua, ibu-ibu, ketika mendapat informasi dari seseorang, kemudian mereka ikut menyebarkan. Mereka pikir apa yang diterima itu benar.
“Ini tantangan besar kami, terutama di grup-grup Whats App karena grup Whatts App sebenarnya kanal pribadi, kanal privat, private conversation, di mana kami baru terlibat aktif men-take down sebuah nomor Whats App setelah mendapat aduan dari masyarakat, melalui aduan konten baik melalui email atau Twitter,” papar Ferdinandus.
Hak atas fotoEPAStudi khusus yang telah dilakukan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), kata Ferdinandus, menyebut hasil senada dengan mesin AIS Kominfo.
(bersambung)
sumber : bbcindonesia.com












