INI DALIL MUI JATIM HARAMKAN SOUND HOREG

0
538
Ilustrasi Sound Horeg Karnaval

MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur resmi menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg, sebagai respons atas fenomena sound horeg yang belakangan menuai kontroversi dan keresahan publik di berbagai daerah.

Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg itu ditetapkan di Surabaya, Sabtu, 12 Juli 2025 Masehi/16 Muharram 1447 H.

Fatwa tersebut ditandatangani oleh Sekretaris dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH. Sholihin Hasan, M.H.I dan KH. Makruf Chozin, serta diketahui oleh Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jatim Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil., Ph.D, sebagai Sekretaris Umum dan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, S.H., M.M selaku Ketua Umum.

Sebagaimana dilansir situs resmi MUI Jatim, muijatim.or.id, fatwa ini dikeluarkan setelah MUI Jatim, melalui Komisi Fatwa, menggelar rapat khusus dan forum dengar pendapat dengan melibatkan berbagai pihak.

Hadir dalam pertemuan itu antara lain pakar kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan (THT), perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, aparat kepolisian, tokoh masyarakat yang terdampak langsung, serta perwakilan Paguyuban Sound Horeg Jawa Timur. Rapat berlangsung pada Rabu (09/07/2025) lalu di kantor MUI Jatim, Surabaya.

Menurut MUI Jatim, yang dimaksud Sound Horeg adalah sistem audio yang mempunyai potensi volume tinggi, biasanya fokus pada frekuensi rendah (bass). Istilah “horeg” berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “bergetar” atau “bergerak”. Secara harfiah berarti “suara yang membuat bergetar”.

MUI Jatim menyatakan bahwa kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dibolehkan jika digunakan dalam kegiatan sosial, budaya, keagamaan, dan lainnya—selama tidak bertentangan dengan hukum serta prinsip-prinsip syariah.

Namun demikian, penggunaan sound horeg yang berlebihan, terutama yang melebihi ambang batas wajar, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram. Terlebih jika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, dan kemaksiatan lainnya, baik dilakukan di tempat terbuka maupun dibawa keliling permukiman warga.

“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.

Komisi Fatwa juga menegaskan, penggunaan sound horeg diperbolehkan jika volumenya masih dalam ambang wajar, digunakan dalam acara positif seperti pengajian, shalawatan, atau resepsi pernikahan, serta tidak mengandung unsur maksiat.

Adapun fenomena battle sound atau adu suara sound system yang kerap terjadi dan terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem, serta dinilai sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), maka diharamkan secara mutlak.

Tak hanya itu, fatwa juga memuat ketentuan bahwa apabila penggunaan sound horeg menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi pihak lain, wajib dilakukan penggantian sesuai dengan prinsip tanggung jawab dalam syariah.

“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.[]

Dasar Fatwa MUI Jatim

Pengharaman sound horeg oleh MUI Jatim ini berdasarkan sejumlah dalil dalam Al-Qur’an, Hadits dan kaidah-kaidah Fiqh, di antaranya:

Ayat Al-Qur’an:

a. Ayat tentang larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan.

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah [2:]195).

b. Ayat tentang larangan menyakiti orang lain.

“Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab [33]: 58)

c. Ayat tentang larangan berbuat kerusakan di muka bumi.

“Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al-A’raf [7]: 74).

d. Ayat terkait perintah mengerjakan yang datang Nabi dan meninggalkan larangannya.

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.” (QS. Al-Hasyr’ [59]: 7).

e. Ayat terkait larangan mencampur adukkan kebenaran dengan kebatilan.

“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya..” (QS. Al-Baqarah [2]: 42).

f. Ayat tentang perintah mematuhi Allah, Utusan dan pemegang kekuasaan.

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kalian.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59).

Hadits Nabi SAW:

a. Hadits Nabi Saw terkait larangan membahayakan diri sendiri dan orang lain:

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: “Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: tidak boleh membahayakan diri sendiri dan juga orang lain.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Thabrani).

b. Hadits Nabi Saw terkait larangan membahayakan dan mempersulit orang lain:

Barang siapa yang membahayakan/merugikan orang lain, maka Allah akan merugikannya. Dan barang siapa yang mempersulit orang lain, maka Allah akan mempersulit urusannya.” (HR. Abu Daud)

c. Hadits NabiSaw terkait substansi muslim:

Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. (HR. Muslim)

d. Hadits Nabi Saw terkait larangan mengganggu jalan orang lain:

Barang siapa yang mengganggu kaum Muslimin di jalan-jalan mereka, maka wajib atasnya laknat. (HR. Al-Thabrani)

e. Hadits Nabi Saw tentang larangan bercampurnya laki-laki dengan perempuan.

Diceritakan dari Hamzah bin Abi Asyad al-Anshari, dari bapaknya sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda, di saat Rasulullah keluar dari masjid, sedangkan orang laki-laki bercampur dengan para wanita di jalan, maka Rasulullah bersabda kepada para wanita “minggirlah kalian, karena sesungguhnya kalian tidak berhak berjalan di tengah, kalian wajib berjalan di pinggir”, maka para wanita merapat di tembok sampai bajunya menempel ke tembok karena rapatnya. (HR. Abu Daud)

f. Hadits Nabi Saw terkait larangan melihat aurat:

Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain. (HR. Muslim)

g. Hadits Nabi Saw tentang perintah merubah kemunkaran.

Abu Sa’id berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tak mampu maka dengan lisannya. Jika tak mampu maka dengan hatinya, dan itulah paling lemahnya iman.” HR. Muslim

Kaidah-Kaidah Fikih:

اَلْصَْْلُ فِي الْمُعَامَلَاتِ اَلْبَْاحَةُ اِلََّ اَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

Prinsip dasar dalam muamalat adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

Bahaya harus dihilangkan.

اَلضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْمْْكَانِ

Bahaya harus dicegah sedapat mungkin.

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِح

Mencegah kerusakan (mafsadah) harus didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan.

إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِ’هِمَا

Bila ada dua mafsadah bertentangan, maka yang harus dihindari adalah mafsadah yang dampaknya lebih besar dengan melakukan sesuatu yang dampaknya lebih ringan.

تَصَرُّفُ الْمَْامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

Kebijakan pemerintah atas rakyatnya berdasarkan kemaslahatan.[]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

13 + seven =