Turis di Aceh
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Indonesia, Riyanto Sofyan, menjelaskan, Kementerian Pariwisata menargetkan dari 20 juta wisatawan mancanegara pada 2019, 25 persennya adalah wisatawan Muslim. Maka pertumbuhan industri pariwisata halal nasional harus naik 50 persen.
Untuk mencapai itu, Kementerian Pariwisata bersama Tim Percepatan Wisata Halal memiliki strategi pencitraan (branding), pengembangan destinasi, serta pengembangan SDM dan industri.
Untuk strategi pencitraan, salah satu langkah yang diharapkan ampuh adalah menjadi pemimpin industri wisata halal global yang salah satunya diukur dari peringkat dalam GMTI.
Kementerian Pariwisata dan tim menargetkan nilai wisata halal Indonesia GMTI 2017 bisa menjadi 84, di atas Malaysia yang nilainya 81,9 pada GMTI 2016. Setidaknya dalam laporan GMTI tiga tahun belakangan, Malaysia, Singapura, dan Thailand merupakan negara-negara ASEAN yang unggul di pasar wisatawan Muslim global.
Di sisi daya Saing, pada 2014 Indonesia baru mendapat dua juta wisatawan Muslim mancanegara dibanding Singapura 3,9 juta orang, Malaysia 6,3 juta orang, dan Thailand 4,5 juta orang. Karena itu, salah satu penguatan pariwisata halal nasional tahun ini adalan pencitraan dan promosi pariwisata halal.
Dari survei Kementerian Pariwisata 2012, ada 10 destinasi kondusif untuk wisata halal yakni Aceh, Sumbar, Riau dan Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Percontohan sendiri sudah dan sedang dilakukan di Aceh, Sumbar, dan NTB.
Diakui Riyanto, wisatawan Muslim mancanegara ke sana belum banyak, tapi ini terus diupayakan. Setelah Lombok mendapat penghargaan World Halal Travel Awards 2015, kunjungan wisatawannya sudah naik.
”Kita fokus pada yang jadi keunggulan. Kalau kita punya kekurangan, negara lain juga punya,” kata Riyanto menerangkan.
Langkah Strategis Naikkan Citra Indonesia di Pasar Wisata Halal Global
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Indonesia, Riyanto Sofyan, menjelaskan, ada beberapa langkah strategis yang diharapkan bisa meningkatkan citra Indonesia di pasar wisata halal global.
Pertama, pemerintah menargetkan Indonesia bisa unggul di ajang World Halal Travel Awards 2016, naik peringkat di GMTI 2017, naik peringkat Halal Travel Indicator yang ditangani Pusat Pengembangan Ekonomi Islam Dubai (DIEDC), aktif sebagai koordinator pengembangan pariwisata halal OIC (ICTM).
Selain itu, menguatkan hubungan dengan pemangku kepentingan industri, serta aktif di kegiatan pariwisata utama. Untuk promosi pasar internasional, Indonesia akan menggunakan jasa lembaga sekaliber DinarStandard.
Dalam GMTI 2016, ada tiga kelompok kriteria wisata halal yang diulas. Pertama, destinasi ramah keluarga. Kedua, layanan dan fasilitas di destinasi yang ramah Muslim. Ketiga, kesadaran halal dan pemasaran destinasi.
Dari tiga kriteria ini, ada 11 indikator. Untuk kriteria destinasi ramah keluarga, indikatornya mencakup destinasi ramah keluarga, keamanan umum dan bagi wisatawan Muslim, serta jumlah kedatangan wisatawan Muslim.
Di kriteria kedua, layanan dan fasilitas di destinasi yang ramah Muslim, ada tiga indikator turunan yakni pilihan makanan dan jaminan halal, akses ibadah, fasilitas di bandara, serta opsi akomodasi.
Sementara untuk kriteria tiga kesadaran halal dan pemasaran destinasi, empat indikator turunannya adalah kemudahan komunikasi, jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan Muslim, konektivitas transportasi udara, serta persyaratan visa.