
“Tidak merasa wajib menyerahkan LHKPN”
JIC, JAKARTA— Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Demokrat, Taufiqurrahman, mengatakan banyak anggota DPRD yang belum menyetorkan LHKPN karena merasa tidak wajib untuk menyetorkannya.
“Seingat saya DPRD DKI tidak termasuk kategori pejabat negara. Hal ini menimbulkan kesan bahwa teman-teman tidak wajib [untuk membuat LHKPN]…Sebenernya kita DPRD ini nggak wajib-wajib amat, yang wajib kan (anggota) DPR RI, menteri,” kata Taufiqurrahman.
Faktor lainnya yang menghambat pembuatan LHKPN, kata Taufiqurrahman, adalah rumitnya proses pengisian form LHKPN.
“Banyak sekali form yang harus diisi,” katanya.
Meski begitu, Taufiqurrahman berkata ia berkomitmen untuk segera menyerahkan LHKPN.
Hak atas fotoGETTY IMAGES
Anggota DPRD lain, Merry Hotma, dari fraksi PDI-P, mengatakan dia tidak tahu bahwa sebagai anggota legislatif ia wajib mengumpulkan LHKPN.
Yang ia tahu, katanya, ia harus menyerahkan LHKPN karena dia akan mengikuti pemilihan legislatif (pileg) April ini. Jika dia terpilih di pemilu nanti, lanjutnya, dia harus menyerahkan laporan itu.
“Pengumuman tentang LHKPN itu kan terkait pileg? Yang kami pahami itu,” katanya.
Alasan yang selalu diulang
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan banyak anggota DPRD yang merujuk pada UU no. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang mengatakan pejabat negara hanya sampai kepada anggota DPR, bukan DPRD.
Namun, kata Pahala, UU KPK, sudah gamblang menjelaskan bahwa anggota DPRD pun termasuk penyelenggara negara.
“Itu selalu jadi alasan mereka. Di atas itu, kita lihat cuma (masalah) komitmen saja. Anda mau jadi pejabat publik, tapi nggak mau transparan,” kata Pahala.
Pahala menambahkan setiap pejabat negara mestinya menyerahkan LHKPN setiap tahun.
Hak atas fotoRIVAN AWAL LINGGA/ANTARA
Meski pengisian LHKPN itu wajib, Pahala mengakui sulit menerapkan sanksi, khususnya pada anggota legislatif yang urung menyerahkan LHKPN.
“Nah ini susahnya kalau buat anggota legislatif, sanksinya sulit, karena kan kalau misalnya dia di kementerian atau dia di pemerintahan daerah kan ada kepala pemerintahannya, kan? (Atasan) bisa mengenakan sanksi, baik itu potong gaji atau sanksi administratif. Kalau legislatif nggak ada bosnya, makanya kita imbau dari partai,” kata Pahala.
“Dari partai ayo dong, itu kan kader Anda. Jangan cerita ‘kami dukung pemberintasan korupsi’, tapi kader anda, anda tidak wajibkan melaksanakan LHKPN,” katanya.
sumber : bbcindonesia.com











