Beda Muhammadiyah dan Salafi
JIC,– Perbedaan Muhammadiyah dengan salafi wahabi dapat diketahui pada tabel beikut ini.
MUHAMMADIYAH | ASPEK | SALAFI |
memahami dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani | 1. Memahami Qur’an
dan Sunnah |
memahami secara literal |
kepada muslim dan nonmuslim dengan prinsip hikmah | 2. Berdakwah | kepada muslim saja agar bermanhaj salaf, nonmuslim dipandang kafir |
peran domestik dan publik | 3. Perempuan | sektor domestik, bepergian harus didampingi mahram |
prinsip utama monogami | 4. Pernikahan | mendukung poligami |
yang penting adalah menutup aurat. Boleh memakai pakaian tradisional, lokal, Arab, ataupun Barat | 5. Cara Berpakaian | membiasakan empat identitas: jalabinya, tidak isbal, lihya, dan niqab bagi perempuan |
aktivitas bermusik, bernyanyi, bermain drama bisa menjadi media dakwah | 6. Bidang Seni | bida’ah dan haram |
metode ilmu hisab | 7. Penentuan Ramadhan, Idul Fitri,
dan Idul Adha |
metode rukyat dan Idul Adha mengikuti ketentuan wukuf di Arafah |
membolehkan dengan uang dalam keadaan tertentu | 8. Zakat Fitrah | harus makanan pokok |
bisa diberikan untuk kesejahteraan umum | 9. Peruntukkan Zakat | harus kepada 8 asnaf |
bisa dilakukan jika membawa mashlahat karena termasuk muamalah | 10. Peringatan Maulid Nabi | mutlak haram |
Suara Muhammadiyah, 15 Juni 2021
Dengan demikian, jika berpikiran dan bersikap akademis, semestinya tidak ada seorang pun atau kelompok pun yang menyebut Muhammadiyah sebagai wahabi.
Dalam menanggapi fitnah bahwa Muhammadiyah adalah wahabi, Ketua Umum PP Muhammadiyah, dengan gaya khasnya yang santun, memberikan penjelasan bahwa kitab-kitab rujukan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dari kitab-kitab rujukan salafi wahabi. Namun, di dalam organisasi apa pun pasti ada dinamika internal. Oleh karena itu, dapat dipahamai jika ada warga Muhammadiyah yang secara invidual menanggapi fitnah dengan gaya yang bervariasi.
Biasanya, orang (kelompok) yang antikritik adalah orang (kelompok) yang merasa dirinya (kelompoknya) paling benar dan paling pintar atau mereka yang over confident. Lupa bahwa yang benar mutlak adalah Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Menurut H.M. Rasjidi, sebagaimana dijelaskan di dalam buku Filsafat Agama, manusia biasa hanya sampai pada tepian kebenaran.
Muhammadiyah menghormati semua imam madzhab dan tidak taqlid pada salah satu madzhab. Muhammadiyah “Tidak mengikat diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat”.
Muhammadiyah memang tidak terikat kepada salah satu di antara madzhab-madzhab tertentu, tetapi juga tidak berarti Muhammadiyah antimadzhab. Kualitas keilmuan para imam madzhab tidak diragukan, tetapi bagaimana pun juga pendapat-pendapat para imam tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak sebagaimana kebenaran al-Quran dan as-Sunnah ash-Shahihah.
Pendapat-pendapat para imam tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi pada masa mereka hidup, yang tentunya terdapat perbedaan dan juga ada hal-hal yang kurang relevan lagi dengan masa sekarang (Jawaban Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah terhadap pertanyaan, “Mengapa Muhammadiyah Tidak Bermadzhab?” yang disidangkan Jumat, 4 Jumadal Ula 1429 H / 9 Mei 2008 M).
Kontradiktif
Sungguh sangat kontradiktif jika ada di antara umat Islam, apalagi ustadz/ustadzah, menanggapi kritik, olok-olok, celaan, dan/atau fitnah dengan dendam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapinya dengan akhlak terpuji. Beliau menjelaskan pendapat atau keputusannya dengan argumen yang sangat rasional, tidak marah, dan tidak mencela pengritik.
Lalu, jika ada di antara umat Islam (lebih-lebih ulama), pejabat publik, atau akademisi yang membalas kritik, olok-olok, celaan, atau fitnah dengan dendam, merujuk kepada siapa, ya?
Wa Allahu a’lam
Sumber : nu.or.id