JIC,– Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Sinonim mengkritik berarti mencela, mengecam.
Namun, di dalam kajian ini mengkritik dan mencela atau mengecam dibedakan dari segi nilai rasa. Mengkritik pada dasarnya bernilai rasa netral, sedangkan mencela atau mengecam dipengaruhi oleh atau didasarkan rasa tidak suka. Perbedaan itu dapat juga dikaji dari segi yang lain.
Di dalam kajian akademis mengkritik berarti memberikan status kepada segala sesuatu dari segi baik buruknya berdasarkan pertimbangan akal sehat, dilakukan secara objektif, disertai argumen yang rasional, disertai alternatif perbaikan pada aspek yang diberi status buruk. Oleh karena itu, dalam kajian akademis, kata yang lazim digunakan adalah mengkitik.
Islam merupakan agama yang memberikan ruang cukup bagi umatnya untuk berpikir kritis. Bukankah sebagian ajaran Islam berupa koreksi terhadap penyimpangan ajaran agama sebelumnya. Hal itu dapat kita ketahui misalnya tentang (a) status Isa sebagai Rasul pada QS Ali ‘Imran (3): 63. Ada kaum yang meyakini bahwa Isa adalah Tuhan, sedangkan bagi umat Islam, dia adalah Rasul Allah; (b) kematian ‘Isa pada QS an-Nisaa (4): 157. Ada kaum yang meyakini bahwa ‘Isa wafat disalib, sedangkan umat Islam meyakini dia diselamatkan oleh Allah dan orang yang disalib adalah orang yang diserupakan ‘Isa oleh Allah.
Kita dapat juga mengetahui bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengkritik orang-orang Yahudi dalam hal amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana terdapat di dalam HR Abu Dawud, yang dikutip oleh Imam An-Nawawi di dalam Riyadush Shalihin, terjemahan Izzudin Karimi hlm. 204-205 berikut ini.
“Sesungguhnya, awal masuknya kekurangan pada Bani Israil adalah seseorang (saleh) di antara mereka bertemu dengan pelaku maksiat. Lalu ia berkata, “Wahai kamu, bertakwalah kepada Allah. Jangan berbuat begitu karena perbuatan itu tidak halal bagimu.” Kemudian, esoknya, orang saleh itu bertemu kembali dengan pelaku maksiat itu dalam keadaan yang sama, tetapi ia (orang saleh itu) tidak melarangnya, bahkan, ia makan, minum dan duduk bersamanya. Ketika mereka berbuat demikian, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyatukan hati mereka (hatinya disamakan dengan hati pelaku maksiat tersebut).
Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat, “Lu’inal ladziina kafaruu min bani Israaiila … sampai humul faasiquun” (QS al-Maidah (5): 78-81) Artinya, “Telah dilaknat orang-orang kafir dari kaum Bani Israil melalui lisan Dawud dan ‘Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak saling melarang kemunkaran yang selalu mereka lakukan. Sungguh amat buruk apa yang mereka lakukan itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sungguh amat buruklah apa yang mereka lakukan untuk diri mereka, … “ sampai pada firman-Nya “… orang-orang yang fasik.”
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh! Demi Allah! Kalian benar-benar harus mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan; cegahlah mereka yang berbuat zhalim dan serulah mereka kepada kebenaran yang hakiki, atau Allah akan menutup hati sebgian dari kalian dengan sebagian yang lain, kemudian melakanat kalian sebagaimana Dia telah melaknat mereka.”
Imam An-Nawawi menyatakan bahwa hadis tersebut hasan. Di samping mengemukakan HR Abu Dawud, Imam An-Nawawi mengemukakan juga hadis redaksi at-Tirmidzi. Dalam hubungannya dengan beramar ma’ruf nahi munkar, secara substansial sama.
Ada hal penting yang perlu kita jadikan rujukan dalam hal mengkritik. Dalam kritik itu, tidak ada olok-olok. Ada argumen yang rasional berdasarkan pikiran cerdas dan kritis. Ada fakta pendukung argumen. Tidak ada dendam, benci, atau dengki meskipun mengkritik kaum Yahudi, kaum yang jelas-jelas memusuhi Islam.
Hal yang sangat penting lagi adalah fakta pendukung tentang penyebab utama kehancuran suatu kaum yang dikemukakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu berlakau sepanjang zaman. Jika orang-orang saleh membiarkan kemunkaran, baik karena ketidakberdayaan maupun (lebih-lebih) karena alasan keduniaan, kehancuran pasti terjadi.
Sumber : suaramuhammadiyah.id