Kemudian, Nabi harus berurusan dengan dua kesedihan yang besar. Hal ini dayang dari pamannya Abu Thalib dan istri tercinta Khadijah. Abu Thalib yang merupakan pemimpin kaum Quraisy, adalah salah satu alasan kaum Quraisy tidak bisa mencelakai Nabi Muhammad (SAW). Sementara, Khadijah membantu Nabi dengan kebutuhan keuangannya. Dua pilar pendukungnya hancur.
Kondisi ini cukup untuk membuat siapa pun bisa kehilangan harapan dalam hidup dan terjun ke dalam depresi. Namun, Nabi SAW bekerja menuju masa depan yang lebih sehat. Allah SWT memberi kemudahan karena Nabi tulus dalam imannya.
“Ketika kehidupan Nabi semakin dalam bahaya, dia harus berhijrah. Bayangkan meninggalkan kota Anda, komunitas Anda, kenyamanan rumah Anda sendiri di mana Anda dapat melakukan apa yang Anda inginkan. Nabi Muhammad harus meninggalkan Makkah,” ucap Umm Muadh.
Setelah di Madinah, Allah SWT memberkati Nabi Muhammad dengan banyak berkah. Dia memiliki rumah, keluarga dan komunitas. Yang terpenting, dia memiliki kebebasan beragama. Nabi pernah mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya, tetapi dia bertahan.
Nabi memiliki tujuan untuk bertahan dalam perjuangan hidup ini dengan cara yang menyenangkan Allah SWT, yang akan membawanya ke rahmat Allah dan surga-Nya yang tiada habisnya. Dia berdiri teguh dan tulus di dalamnya sepanjang hidup.
Ada banyak panutan yang bisa ditiru jika seorang Muslim mau membiasakan diri dengan sifat dan perilaku Nabi Muhamamd SAW. Nabi adalah panutan dalam semua bidang kehidupan, serta tidak akan salah seseorang dalam hal apa pun jika dia tetap berpegang pada apa yang dikhotbahkan dan dilakukan oleh-Nya.
Dari Umar bin Khattab ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa amal perbuatan itu tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya. Maka barang siapa berhijrah untuk mencari keuntungan duniawi atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya itu karena apa yang dia hijrahkan””. (HR. al-Bukhari)
Sumber : Republika.co.id