MUSEUM AGA KHAN KOLEKTOR PENINGGALAN PERADABAN ISLAM

0
447

akm-canada-facade_and_pools

JIC, JAKARTA — Museum Aga Khan, Toronto, Kanada, ini menjadi salah satu galeri seni terbesar dan pertama yang didedikasikan untuk menampung karya seni Islam di kawasan Amerika Utara.

Melihat konsep pada bagian dalam dan luar bangunan, museum ini tidak menghadirkan unsur lain sebagai paduan seni budaya yang selama ini sering diterapkan untuk sebuah gedung kolektor benda-benda seni lawas.

Museum Aga Khan memiliki karakter tunggal karena hanya menampilkan satu desain arsitektur modern, bentuk pengakuan terhadap adaptasi perkembangan di dunia arsitektur abad ke-20. Desain Aga Khan mengangkat tema arsitektur modern fungsionalis dengan tampilan sederhana dan komposisi kotak atau kubus.

Desain kotak ini mendominasi pada bagian eksterior museum, terutama pada pintu masuk yang memberikan kontribusi artistik, intelektual, dan ilmiah dari peradaban Muslim.

Sementara, ciri lain dari arsitektur modern fungsional yang dimiliki Museum Aga Khan ini, yakni kesan polos dari pernak-pernik dan polesan warna serta profil yang rumit. Misalnya, kita tak akan menemukan lengkungan Persia, yang lazim diterapkan di bangunan bersejarah, seperti istana, masjid, atau museum.

Museum yang dirancang oleh arsitek berkebangsaan Jepang, Fumihiko Maki, penyabet anugerah Pritzker Prize, sebuah penghargaan bergengsi tahunan di bidang arsitektur yang dikelola oleh Hyatt Foudation sejak 1979 itu, hanya memiliki satu warna pantulan dari granit putih yang membalut seluruh bangunan museum. Untuk menambah nilai seni, selain menerima cahaya alami, pada bagian jendela diberi pola referensi motif Islam.

Masih di bagian luar museum, untuk memanfaatkan lahan kosong, museum yang dibangun di atas lahan seluas 10 ribu meter persegi ini menghadirkan rancangan khusus untuk spot taman indah lengkap dengan kolam berhiaskan bunga aneka rupa dan ukuran di sekitarnya. Pengunjung bisa menikmati keindahan taman yang memanjakan mata itu lewat jalur khusus.

Khusus untuk desain taman, keindahannya itu berkat sentuhan seorang arsitek berdarah Libanon-Serbia, Vladimir Djurovic. Vladimir membagi tugas pembuatan taman ini dengan Ismaili untuk menyediakan ruang terbuka hijau baru bagi masyarakat Kota Toronto.

Ruang terbuka hijau ini merupakan salah satu unsur tak terlepaskan dari konsep bangunan modern, yang tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan, tetapi juga sarana bersosialisasi warga Toronto dan sekitarnya. 

Sisi Kreativitas Universalitas Islam

Museum ini memiliki beberapa galeri atau ruangan. Meliputi galeri museum, auditorium, ruang pendidikan, dan restoran. Elemen tersebut disusun di sekitar halaman tengah, yang keduanya berfungsi sebagai daerah luar ruangan untuk kegiatan sementara yang menyediakan sinar matahari untuk ruangan interior.
museum-aga-khan-_160330041637-591

Sebagai daya dukungnya, bangunan budaya tersebut juga dilengkapi pusat kajian Islam dan ruang ibadah, selain ruangan untuk menyimpan koleksi foto, tekstil, miniatur, naskah, keramik, ubin, teks medis, buku, dan alat musik.

Ternyata tema kubus ini juga tidak hanya digunakan pada desain eksterior bangunan, pada bagian interior yang didominasi warna putih ini juga mengusung tema yang sama, yakni bentuk balok.

Kotak atau kubus ini terbuat dari kaca yang digunakan untuk menyimpan semua koleksi museum mulai dari koleksi yang besar dan kecil ditempatkan di kotak tembus pandang itu.

Selain untuk menampilkan sisi kreativitas universalitas Islam kepada setiap pengunjung, konsep yang ditonjolkan pada bagian dalam dan luar museum untuk menarik perhatian para wisatawan Muslim mancanegara.

Meski museum ini merupakan pusaka atau milik keluarga Aga Khan, yang isinya mencakup seni Islam dari masa ke masa, pendirian museum ini juga memiliki misi penting. Yakni, untuk menunjukkan kontribusi besar Islam pada peradaban dunia.

Direktur Museum Henry Kim berharap, museum ini bisa melibatkan antara pengunjung dan warga Toronto dengan para seniman kontemporer yang terkenal saat ini.

Saat peresmiannya, warga Toronto begitu senang. Mereka mengagumi keindahan bagian luar dan dalam museum ini. Warga Toronto, Kanada, berharap, museum itu memberikan kontribusi positif terhadap keragaman budaya setempat.

Irina Mihalache, guru besar Universitas Toronto Program Studi Museum Aga Khan mengatakan, museum ini tidak seperti museum kontemporer lainnya karena memiliki ruang dengan Ismaili Centre of Toronto atau sebagai pusat agama, budaya, dan pendidikan bagi masyarakat Islam. Museum Aga Khan sangat menarik karena berbicara dengan keadaan budaya-budaya setempat yang belum Muslim.

“Dari perspektif seorang sarjana studi museum, saya pikir menarik untuk melihat bagaimana museum menyatukan dua komunitas yang berbeda,” katanya.

Sementara, tujuan utama dari pendirian Museum Aga Khan ingin agar para pengunjung bisa belajar banyak mengenai kontribusi seni dan budaya Islam sebagai salah satu warisan dunia.

Museum Aga Khan sendiri memamerkan sekitar seribu karya cipta dari kawasan Eropa Selatan hingga Asia Tenggara. Karya-karya itu berasal dari rentang waktu sejak abad kedelapan hingga abad ke-19 Masehi.

Salah satu karya yang dipamerkan adalah koleksi milik Karim al-Husseini, salah seorang pendiri Museum Aga Khan. Koleksi al-Husseini kebanyakan berupa seni keramik, lukisan, tekstil, buku-buku tua, alat musik, dan replika miniatur

Sumber ; republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

17 + 10 =