Perempuan berjilbab itu matanya tetap saja terpejam. Ia tergolek lemas tanpa daya, terbujur kaku di atas kasur tanpa ada gerakan. Jika pun disebut gerakan itu hanya helaan nafasnya saja yang naik turun, tanda ia masih hidup. Orang-orang yang mengelilinginya hanya mampu menatapnya, sebagian dari mereka nampak melantunkan do`a-do`a. Sesaat kemudian, seseorang yang merupakan relawan dari sebuah LSM, yang beberapa bulan ini setia menyambanginya, menghampiri dan menempatkan pita berwarna merah di atas kedua telapak tangan perempuan itu yang sedang dalam posisi sedekap. Lalu, nampak seorang lelaki tua, ia bapak dari si perempuan itu, juga datang menghampiri. Tapi, ia menghampiri sambil mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu dan membisikan kalimat tahlil “laa ilaaha illallah”.
Perempuan berjilbab itu matanya tetap saja terpejam. Ia tergolek lemas tanpa daya, terbujur kaku di atas kasur tanpa ada gerakan. Jika pun disebut gerakan itu hanya helaan nafasnya saja yang naik turun, tanda ia masih hidup. Orang-orang yang mengelilinginya hanya mampu menatapnya, sebagian dari mereka nampak melantunkan do`a-do`a. Sesaat kemudian, seseorang yang merupakan relawan dari sebuah LSM, yang beberapa bulan ini setia menyambanginya, menghampiri dan menempatkan pita berwarna merah di atas kedua telapak tangan perempuan itu yang sedang dalam posisi sedekap. Lalu, nampak seorang lelaki tua, ia bapak dari si perempuan itu, juga datang menghampiri. Tapi, ia menghampiri sambil mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu dan membisikan kalimat tahlil “laa ilaaha illallah”. Semua yang hadir melihat jika setetes demi setetes air mata keluar dari kedua mata perempuan itu yang tetap saja terpejam. Pada tetesan air matanya yang terakhir, nafas perempuan itu pelan-pelan mulai melemah dan akhirnya nafas itu tidak ada lagi. Pecahlah isak tangis orang-orang yang mengelilinginya di sore itu; saat mentari pun telah berwarna kuning ke merah-merahan di ufuk barat sana.
Cerita di atas yang saya beri judul Muslimah Berpita Merah bisa saja sebuah fiksi, potongan dari cerita cerpen atau novel. Cerita di atas juga bukan untuk mendeskreditkan muslimah karena faktanya memang ada. Seorang perempuan baik-baik, dicirikan dengan berjilbab, akhirnya harus wafat karena HIV/AIDS yang dsimbolkan dengan pita merah yang diletakkan di kedua telepak tangannya. Warna merah pada pita tersebut adalah simbol warna darah, tempat virus HIV berkembang. Selain itu, merah sering dianggap mewakili gairah agar orang yang terkena virus HIV /AIDS dapat terus bergairah untuk tetap hidup. Fakta tersebut seperti yang menimpa seorang ibu, sebut saja Mawar, yang memiliki dua anak perempuan yang mulai menginjak dewasa dan tinggal di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Ia dikenal sebagai muslimah berjilbab yang taat beragama, ibu yang baik bagi anak-anaknya, istri yang taat pada suami dan dikenal keramahannya kepada para tetangga. Tetapi Mawar harus wafat karena AIDS yang tidak ia sangka-sangka tertular HIV dari suaminya yang setahun sebelumnya juga wafat karena AIDS akibat perilakunya yang gemar membeli seks.
Dua kisah di atas adalah kisah-kisah yang mewakili kenyataan sebagian muslimah di DKI Jakarta yang harus wafat karena AIDS, tertular dari suami mereka. Data yang dilansir oleh Komisi Penanggulangan Aids Provinsi (KPAP) Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa sekitar 1 juta pria di DKI Jakarta membeli seks dan kurang lebih 500 ribu perempuan menikah dengan pria berisiko tinggi tertular HIV. Dari data ini, maka tidak heran jika pada tahun 2011 di DKI Jakarta jumlah penderita HIV/AIDS bertambah menejadi 2605 penderita baru dimana 693 penderita adalah perempuan dan 345 atau 51 persen dari penderita perempuan itu berstatus ibu rumah tangga yang dinyatakan mengidap AIDS, bukan lagi sekedar HIV.
Melihat penambahan penderita HIV/AIDS yang begitu pesat bahkan telah menobatkan provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan jumlah kasus tertinggi se-Indonesia, memang membuat pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak tinggal diam. Sejak tahun 1995, pemprov DKI Jakarta membentuk KPAP Provinsi DKI Jakarta yang keberadaanya kemudian diperkuat oleh Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi DKI Jakarta yang komisi ini langsung diketuai oleh gubernur. Pada tujuan khusus dari KPAP ini yang dibuat pada tahun 2008 sangat jelas, yaitu untuk mencegah 16.000 kasus infeksi baru HIV pada tahun 2010 dan 36.000 kasus infeksi baru HIV pada tahun 2012. Maka sejak tahun 2008, berbagai upaya untuk meredam laju penambahan penderita HIV/AIDS pun dilakukan oleh komisi ini melalui program pencegahan dengan berbagai kegiatan mulai dari road show sosialisasi sampai bantuan operasi secio caesaria; program pengobatan, dukungan, dan perawatan juga dengan berbagai kegiatan mulai dari pengembangan wawasan untuk para petugas sampai dukungan alat dan obat kesehatan; program mitigasi dari pelatihan life skill bagi ODHA sampai bantuan pemeriksaaan PCR dan Viral Load; dan program kebijakan, advokasi, administrasi dan riset dengan kegiatan advokasi bagi tokoh agama sampai advokasi penggunaan kondom. Dengan program-program dan kegiatan-kegiatan tersebut tentu masyarakat DKI Jakarta patut bangga terhadap kinerja KPAP Provinsi DKI Jakarta ini karena terbukti telah berhasil meredam laju penularan HIV sesuai estimasi epidemi HIV dengan skenario hasil intervensi Renstrada DKI Jakarta 2008-2012 (Asian Epidemic Modeling) .
Namun demikian, KPAP Provinsi DKI Jakarta menyadari bahwa upaya yang mereka lakukan tetap saja tidak akan berarti apa-apa bila masyarakat tidak ikut serta dan terlibat aktif dalam program dan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ini. Terutama keikutsertaan dan keterlibatan ibu-ibu rumah tangga. KPAP Provinsi DKI Jakarta juga memberikan akses informasi tentang seluk-beluk HIV/AIDS dengan mendatangi atau menghubungi sekretariatnya pada setiap hari kerja di LPMJ Building Jl. Raya Bekasi Timur KM 18, Pulogadung, Jakarta Timur telepon 021-47880166 atau 021-47880165.
Akhirulkalam, dikarenakan, sekali lagi, penderita HIV/AIDS dari kalangan ibu-ibu rumah tangga di DKI Jakarta cukup tinggi (51 persen dari penderita perempuan) dan dalam rangka memperingati Hari Perempuan yang jatuh pada tanggal 8 Maret kemarin, Jakarta Islamic Centre (JIC) bekerjasama dengan KPAP Provinsi DKI Jakarta akan mengadakan kegiatan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS untuk Ibu-Ibu Majelis Taklim pada hari Selasa, 13 Maret 2012 dari Jam 9 pagi sampai menjelang dzuhur di Ruang Audio Visual JIC. Bagi yang berminat mengikuti kegiatan ini ini dapat mendaftarkan diri melalui nomor telepon (021) 4413069 via Lala/Dewi atau ke nomor 081314165949. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC