
“Ini adalah satu-satunya hal yang menghubungkan saya dengan Islam,” kata Meve, sambil menunjuk ke arah kerudung merahnya.
JIC, JAKARTA- Merve mengajar agama kepada murid-murid sekolah dasar di Turki. Dulu dia sempat menjadi penganut yang sangat konservatif.
“Saya bahkan tidak berjabat tangan dengan pria,” ujarnya di sebuah kafe di Istanbul.
“Tapi sekarang saya tidak tahu apakah ada Tuhan atau tidak, dan saya benar-benar tidak peduli,” sambungnya.
Selama 16 tahun masa kekuasaan partainya Presiden Recep Tayyip Erdogan berkuasa, jumlah madrasah di seantero Turki telah meningkat lebih dari 10 kali lipat.
Berulang kali dia menegaskan pentingnya menumbuhkan generasi yang taat beragama.
Namun, beberapa pekan terakhir, politisi dan sejumlah ulama mendiskusikan apakah kaum muda yang taat beragama telah menjauh dari agama.
Topik ini amat mengena bagi Merve.
Suatu hari, hidup Merve berubah setelah bangun dari tidur. Saat itu, dia merasa sangat depresi dan menangis selama berjam-jam. Dia kemudian memutuskan untuk salat.
Selagi dia bersembahyang, dia kaget ketiak menyadari bahwa dia meragukan keberadaan Tuhan.
“Pilihannya saya akan gila atau bunuh diri. Keesokan harinya saya menyadari bahwa saya telah kehilangan iman saya.”
Dia tidak sendirian. Seorang profesor mengatakan bahwa lebih dari 12 mahasiswi berjilbab telah mendatanginya dan mengaku bahwa mereka telah menjadi ateis selama setahun terakhir.

Bekir, mahasiswa teologi

Beberapa waktu lalu, saya merupakan simpatisan kelompok radikal, seperti ISIS atau Al Qaeda. Sekarang saya menjadi ateis. Awalnya saya ingin menemukan logika dalam Islam, tapi saya tidak dapat menemukannya. Lalu saya mulai mempertanyakan Tuhan. Dulu saya mendukung pemerintahan Islam di sini. Namun, penindasan menghasilkan revolusi. Mereka ingin menindas kami dan kami mulai bereaksi.
Sumber : bbcindonesia.com










