Semi Liberal
Gus Najih menambahkan, indikasi lain misalnya keharusan memakai cadar. Madzhab Hanafi, lanjut dia, adalah mazhab paling rasional. Bisa jadi disebut semi liberal karena dalam Ushul Fiqh mereka mengadopsi Istihsan yang ditentang Imam Syafi’i.
Kata Imam Syafi’i, man istahsana faqad syarra’a (barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu, maka dia telah membuat-buat syariat).
“Dalam hal cadar, Madzhab Hanafi tidak pernah mewajibkan. Bahkan, sebagian mengatakan menggunakan cadar hukumnya makruh. Tetapi, Taliban tidak. Mereka justru mewajibkan semua perempuan untuk bercadar,” jelasnya, memberi argumen.
“Bisa kita lihat yang lain, misalnya, mengharamkan musik. Itu juga khas narasi orang-orang Salafi-Wahabi.
Begitu juga dengan mewajibkan jenggot, celana cingkrang, beragama secara konservatif, itu kan khas Salafi-Wahabi,” sambungnya.
Secara politik, lanjut dia, bisa juga dilihat pada 1996-2001 ketika Afghanistan dipimpin Taliban. Di saat tidak ada negara yang mau mengakui otoritas Taliban, hanya Arab Saudi yang mengakui kepemimpinan Taliban selain Pakistan dan Uni Emirat Arab.
“Kenapa Saudi mengakui? Karena memang satu ideologi: Salafi-Wahabi,” tandasnya. Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (ALSYAMI) itu mengatakan, baik Taliban yang muncul di Afghanistan maupun ISIS di Suriah, keduanya lahir dari negara yang memiliki konflik berkepanjangan.
“Satu hal yang menyamakan menurut saya adalah sama-sama lahir dari negara konflik dan atas peran Amerika,” terangnya. Gus Najih berharap agar Amerika berhenti mengintervensi Afghanistan.
“Amerika terus melakukan intervensi terhadap negara-negara lain, menurut saya, ini petualangan yang sangat berbahaya,” katanya.
Dijelaskan, lahirnya ISIS, Taliban maupun kelompok-kelompok teror, langsung maupun tidak langsung adalah peran Amerika. ISIS muncul setelah Amerika menginvasi Irak. Taliban membesar setelah Amerika menginvasi Afghanistan.
“Meskipun kalau kita baca peta geopolitiknya, lahirnya Taliban itu sendiri tidak lepas dari Amerika. Tadi saya katakan bahwa mereka dulu dididik di lembaga-lembaga pendidikan yang didanai Arab Saudi,” terangnya. “Tetapi Taliban ini mendapatkan pelatihan militer justru dari CIA (Central Intelligence Agency).
Sebetulnya sampai sekarang pun CIA masih bisa memegang orang-orang Taliban, sebagaimana dikatakan oleh KH As’ad Said Ali (mantan Wakil Kepala BIN) tadi,” sambungnya. Seandainya Taliban tidak dalam kontrol Amerika, sambung Gus Najih, tentu tidak mungkin bisa membuat kantor politbiro di Doha, Qatar. Dikatakan, Qatar termasuk salah satu negara yang menjadi sekutu Amerika dan mempunyai pangkalan militer di sana.
“Taliban bisa sampai di Indonesia juga atas restu dari CIA. Kemudian Taliban bisa dengan cepat menguasai Afghanistan itu juga karena peran dari Amerika, karena memang sudah ada komando. Itu mengapa militer Afghanistan tidak melawan,” pungkasnya.
Sumber : nu.or.id