JIC – Mindfulness akhir-akhir ini menjadi salah satu kata kunci yang diaggap dapat menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan personal seseorang, mindfull adalah kondisi di mana seseorang betul-betul fokus terhadap setiap keadaan yang sedang dihadapi dan terhadap setiap hal yang sedang kita lakukan, mindfulness, sangat penting dalam praktik kehidupan sehari-hari termasuk juga dalam hal ibadah, Al-Qur’an menjelaskan prinsip mindful ini dalam surat Al-A’raf yang berbunyi
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ
Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah. Larangan lengah dalam ayat ini menurut Imam At-Thabari adalah larangan untuk lengah dan tidak seksama ketika membaca Al-Qur’an, lengah untuk mengangan-angan dan meresapi makna Al-Qur’an, lengah untuk memahami keajaiban-keajaiban yang dikandung Al-Qur’an, dan lengah untuk kembali menyegarkan dan menyentuh hati kita melalui lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca. (At-Thabari, Jami’ul Bayan An Tilawati Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Vol.6, h.176). Sangat jelas dalam ayat di atas bahwa mindfull adalah salah satu hal yang sangat penting bagi seorang hamba untuk betul-betul merasakan posisinya sebagai hamba, dan menikmati munajat terhadap tuhannya, tanpa mindful ibadah bisa saja terasa kosong dan hambar.
Dalam sholat misalnya, Allah selalu menyanjung orang-orang yang bisa mindfull saat melaksanakan sholat, sebagaimana yang tertera dalam surat Al- Mu’minun
قد افلح المؤمنون (1) الذين هم فى صلاتهم خاشعون (2)
Betul-betul beruntung seorang mukmin (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya(2). Mengartikan kata Khusyu’ dalam ayat tersebut, ulama’ memiliki argumentasi yang beragam, Imam Az-Zuhri misalnya mengartikan bahwa Khusyu’ adalah sebuah ketenangan (sukunun) yakni ketenangan diri saat melaksanakan solat. (Al-Wahidi, Tafsir Al-Bashit, Dar Al-Kutub Al-Alamiyyah, Vol.15, h.520). Sedangkan Ibn Rajab mendefinisikan bahwa khusyu’ adalah kondisi di mana hati berada dalam posisi yang lembut (layinu Al-Qalb), luluh (Riqqatu Al-Qalb), tenang (sukunu Al-Qalbi), penuh penyerahan hati (Khudu’ Al-Qalb), merasa hancur (Inkisaru Al-Qalb), dan dalam keadaan hati yang membara (Hariqatu Al-Qalb). Ungkapan Ibn Rajab mengilustrasikan terhadap keadaaan hati seseorang yang betul-betul menikmati dan menghayati setaip detik waktu yang sedang ia hadapi, meresapi dan mengangan angan setiap hal yang ia ucapkan, dan setiap hal yang ia lakukan.
Dengan begitu secara tidak langsung konsep mindfull dalam sholat bisa kita terjemahkan dengan istilah khusyu’, di mana khusyu’ memiliki posisi yang amat penting dalam ibadah itu sendiri, ibarat kata, khusyu’ adalah ruh dari sholat, pentingnya khusyu’ dalam sholat tergambar dalam ungkapan Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Husni mengutip pendapat mayoritas ulama’ mengatakan
ليس للعبد من صلاته الا ما حضر فيها
Seorang hamba hanya akan mendapatkan kadar (pahala) dari kehadiran/kekhusyu’an (hati) atas sholat yang ia lakukan, artinya sebarapa mindful seseorang dalam sholat yang ia lakukan, maka atas kadar itulah pahala yang akan ia dapatkan. Mindfull dalam sholat memang tidak semudah membalikkan kedua tangan, sebab seringkali jika seseorang sedang melakukan sholat, justru banyak distraksi yang mengganggu fikirannya, namun setidaknya meski kondisi khusyu’ sulit dihadirkan, hal tersebut dapat dilatih, diciptakan, dan diupayakan untuk terjadi. Syyid Bakar Al-Makky memberikan tips dengan mengutip berbagai penafsiran ulama’ untuk mengupayakan kekhusyu’an dalam sholat
والتخشع طلاب الخشوع وقد اختلفوا فى تفسيره فقيل هو غض البصر وخفض الصوت, وقيل ان لا يلتفت المصلى يمينا و شمالا وقيل ان لا يعرف من عن يمينه ولا من يساره وقيل جمع الهيبة والاعراض عما سوى الصلاة
Takhassyu’ atau bersusaha khusyu’, ulama’ berbeda pendapat dalam mengilustrasikan ungkapan tersebut, sebagian mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan dengan menundukkan pandangan (mengarahkan pada tempat sujud) dan melirihkan suara, sebgaian lagi berpendapat hal tersebut dapat dilakukan dengan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri, sebagian lain berpendapat khusyu’ dapat diupayakan dengan tidak memerhatikan orang yang berada di sisi kanan atau sisi kirinya, sebagian lagi berpendapat bahwa khusyu’ dapat diusahakan dengan menghimpun rasa takut (terhadap tuhannya) dan berpaling dari setiap hal selain sholat. (Abi Bakar Al-Makky, Kifayatu Al-Atqiya’ Wa Minhau Al-Ashfiya’, Al-Haramian, h.44)
Masih menurut Sayyid Bakar, cara lain untuk menghadirkan rasa Khusyu’ dalam Shlalat adalah dengan meresapi bahwa saat kita sholat kita berada di hadapan Allah tuhan yang mengetahui hal yang jelas dan yang samar, kita sedang mendekat dan bermunajat padaNya. Dengan Shalat dan beribadah secara mindfull demikian, maka segala kebaikan akan mendekat, ketenangan, kebahagiaan, dan ketentraman akan kita dapatkan, sebab kita tahu dan kita rasakan betul bahwa kita memiliki tuhan yang akan selalu menjadi tempat kita kembali dan mengadu kepada-Nya.
Wallahu A’lamu Bis Shawab.
Sumber : bincangsyariah.com