RAHASIA ZIKIR

0
336

Seorang pria menemui Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah SAW bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian, ia mendatangi Nabi SAW dari sebelah kanannya dan bertanya,” Wahai Rasulullah, apakah agama itu?” Dia bersabda, ”Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi SAW dari sebelah kirinya, ”Apakah agama itu?” Rasulullah SAW bersabda lagi, ”Akhlak yang baik.” Kemudian, ia mendatangi Rasulullah SAW dari belakang dan bertanya, ”Apa agama itu?” Rasulullah SAW menoleh kepadanya dan bersabda, ”Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. Sebagai contoh, janganlah engkau marah.”

Seorang pria menemui Rasulullah SAW dan bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah SAW bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian, ia mendatangi Nabi SAW dari sebelah kanannya dan bertanya,” Wahai Rasulullah, apakah agama itu?” Dia bersabda,”Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi SAW dari sebelah kirinya,”Apakah agama itu?” Rasulullah SAW bersabda lagi,”Akhlak yang baik.” Kemudian, ia mendatangi Rasulullah SAW dari belakang dan bertanya,”Apa agama itu?” Rasulullah SAW menoleh kepadanya dan bersabda,”Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. Sebagai contoh, janganlah engkau marah.”

Di hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda:”Bukanlah orang yang kuat itu orang yang selalu menumpaskan orang lain, sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang dapat mengawal diri ketika marah.”

Dari kedua hadits diatas yang terdapat di dalam kitab Shahih Bukhori dapat dikatakan bahwa marah dalam perspektif Islam merupakan salah satu indikator keberagamaan dan kekuatan seseorang. Dari sisi medis, marah juga dapat mengganggu kesehatan, terutama ke pada jantung. Saat marah, terjadi perubahan fisiologis seperti meningkatnya hormon adrenalin yang akan memengaruhi kecepatan detak jantung dan menambah penggunaan oksigen. Kemarahan akan memaksa jantung memompakan darah lebih banyak sehinga bisa mengakibatkan tingginya tekanan darah sehingga akibatnya dapat fatal bila si pemarah memiliki penyakit darah tinggi atau jantung.

Namun, terkadang dalam situasi tertentu atau karena tugas, seseorang terjebak dalam kondisi yang memancing dia untuk marah. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim? Mari kita lihat kisah yang terjadi pada saat terjadinya demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM pada hari Jum`at yang lalu, 30 Maret 2012. Kisah yang telah dilansir oleh banyak media massa ini terjadi di Kota Bandung, tepatnya di Gedung Sate. awalnya dalam kondisi saling berhadapan, para mahasiswa yang sedang berdemo berupaya memancing emosi aparat keamanan yang berjaga. Kata-kata seperti, “polisi penghianat bangsa, polisi pelindung kapitalis,” diteriakkan. Dua kubu sama-sama dalam kondisi emosional, kepanasan, dan lapar. Akibatnya, aparat sempat terpancing. Namun, Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Abdul Rahman Baso langsung turun tangan, agar bentrok tak terjadi. Kombes Pol. Abdul Rahman Baso kemudian meminta sekitar 1.500 aparat gabungan dari Dalmas Polda Jabar, Dalmas Polrestabes Bandung, serta Pasukan dari Satbrimobda Jabar menenangkan diri, begitu pula para polwan yang terjun ke arena demo sebagai negosiator. Di dalam area Gedung Sate yang dibatasi pagar pembatas dengan pihak demonstran, aparat kemudian duduk bersila, melantunkan dzikir, agar meredam emosi Lantunan dzikir, “la ilaha illa Allah” terus-menerus disuarakan dengan keras dan serempak yang membuat para pendemo dari Gema Keadilan dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sontak terdiam dan terperangah dan demo berakhir dengan damai tanpa terjadi bentrokan.

Tentu apa yang diputuskan oleh Kombes Pol. Abdul Rahman Baso bukan spontanitas dan tanpa alasan. Ia tentu telah mengetahui akan firman Allah SWT didalam Al-Quran surat Ar-Raad ayat 28 yang artinya,” “Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah (dzikrullah) maka hati tentram” dan ia telah membuktikan kebenaran firman Allah SWT tersebut kepada masyarakat luas, betapa dzikir betul-betul dapat menentramkan hati, bukan saja kepada si pelaku dzikir, tetapi juga dapat menggetarkan orang yang mendengarkannya. Mengapa demikian? Apa alasannya?

Menurut Dr Azhar Sarip yang telah membuat penelitian tentang adzan dan juga dzikir. Menurunya, Adzan dan dzikir yang dilantunkan memiliki frekuensi gelombang Theta.

Gelombang Theta berada di 4-8Hz atau di bawah sadar. Di gelombang ini, seseorang masih terjaga tetapi sangat asyik dan khusyuk sehingga tidak mampu menganalisis atau menafsirkan apa-apa pun. Sebab itu di zaman Rasullullah, sahabat yang terkena panah di betis hanya melakukan shalat sunat saja disamping sahabat lain mencabut anak panah tersebut. Begitu tentram dan khusyuknya sehingga tidak merasa apa-apa pun sakit. Juga, jika seseorang berada di dalam frekuensi theta, ia akan merasa sangat tenang. Jika dzikir itu terus-menurus dilantunkan, maka pengaruhnya bukan hanya kepada si pelantun dzikir, tetapi juga kepada mereka yang mendengarkan dzikir karena gelombang theta juga keluar dari mulut pelantun dzikir, berjalan, merambat di udara dan masuk ke telinga orang yang mendengarkan. Ini pula yang menjelaskan fenomena beberapa kasus masuknya orang kedalam agama Islam karena mendengarkan suara adzan atau lantunan ayat-ayat Al-Qur`an karena Al-Qur`an itu juga disebut dengan Ad-Dzikr (dzikir).

Lalu, bagaimana melatih dzikir yang dapat menjadi terapi bagi orang-orang yang bermasalah secara mental atau tidak stabil emosinya? Dengan pendekatan QLP (Qolbu Linguistic Programming) atau pemograman qolbu berbasis bahasa yang dicetuskan oleh KH. Wahfiudin Sakam, SE, MBA, Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan JIC serta pakar dalam pelatihan qolbu, hal itu dapat dilatihkan. Pada beberapa minggu kedepan, program QLP untuk umum akan diluncurkan dan terbuka untuk siapa saja untuk mengikutinya. Insya Allah. ***

 

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Koordinator Pengkajian JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

1 × 2 =