Ada Istiqlal, Buat Apa Monas?
JIC, JAKARTA- Surat koordinasi itu pun sudah sampai di kantor MUI, pertengahan pekan lalu. Isinya, meminta salah satu anggota MUI menjadi imam salat isya sekaligus Tarawih di acara tersebut.
Isi surat itu dianggap Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis seperti lelucon. Ia menyebut, alasan yang diberikan Pemprov DKI untuk membangun persatuan membuat dirinya ragu, terlebih tak jauh dari Monas berdiri terdapat Masjid Istiqlal yang mampu menampung jemaah hingga 200 ribu orang.
“Salat di lapangan sepertinya kurang elok sementara masih ada masjid besar sebelahnya yang bisa menampungnya,” ucap Cholil saat dihubungi Tirto, Senin (21/5/2018).
“Sebab sebaik-baiknya salat itu di masjid karena memang tempat sujud. Nabi SAW bahkan selama ramadan itu itikaf di masjid bukan di lapangan,” ucap Cholil melanjutkan.
Ia balik meminta masyarakat dan Pemprov DKI jernih menggunakan logika tentang urgensi salat Tarawih berjemaah bersama Gubernur tersebut, lantaran salat Tarawih merupakan salat malam yang oleh Nabi Muhammad dicontohkan dilakukan sembunyi-sembunyi dan hanya beberapa kali di masjid.
Ia khawatir, rencana Pemprov DKI itu justru menimbulkan kesan ria dan membuat ibadah tersebut berkurang pahalanya. “Makanya kalau salat di Monas karena persatuan sama sekali tak ada logika agamanya dan kebangsaannya. Pikirkan yang mau disatukan itu komunitas yang mana?” ujarnya.
Lebih lanjut, Cholil mengatakan tak ada yang perlu dipersoalkan terkait ukhuwah Islamiyah di Indonesia. Kendati banyak perbedaan pandangan di antara komunitas muslim atau organisasi kemasyarakatan Islam, toh persatuan tetap terjaga dan perbedaan dapat dimaklumi dan tak menyebabkan konflik horizontal.
“Yang mau disatukan dengan salat Tarawih itu komponen yang mana? dan yang tak satu yang mana?” tanya Cholil.
“Kalau soal jumlah rakaat yang berbeda, sudah dipahami dengan baik bahwa yang 8 rakaat atau yang 20 rakaat bisa salat bareng, hanya yang 20 kemudian meneruskan,” ucap Cholil.
Sumber : tirto.id













