JIC, Jakarta — Sekretaris Jenderal Institut Standar dan Metrologi untuk Negara-negara Islam (SMIIC) Ihsan Ovut menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai peran besar dalam industri pasar halal global. Bahkan, Negara yang mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia ini dianggap telah siap menjadi anggota SMIC dan mengadopsi standar halalnya.
Menurutnya, Indonesia sudah mumpuni dalam menerapkan standar halal. “Saya percaya dalam waktu dekat Indonesia akan menjadi anggota SMIIC dan mengadopsi standar halalnya. Selama ini mereka menggunakan standar halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Artinya, Indonesia paham betul mengenai standar halal,” ujarnya baru-baru ini.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa potensi Indonesia untuk mengembangkan produk-produk halal juga dapat diuji. Sebagai anggota OKI, Ihsan berharap Indonesia dapat berkontribusi di SMIIC, tidak hanya untuk mengadopsi standarnya, namun juga memberi masukan saat perumusan standar halal itu sendiri.
“Indonesia berpengalaman. Dengan menjadi anggota, Indonesia dapat memberi berbagai masukan. Menurut saya, mengapa saat ini belum (jadi anggota) adalah persoalan politis,” ungkapnya.
Sebelumnya, SMIIC telah menerbitkan standar halal untuk produk makanan. Kemudian, dalam waktu dekat lembaga yang berafiliasi dengan OKI ini menyatakan akan segera menerbitkan standar halal untuk produk kosmetik dalam waktu dekat, di mana seluruh anggota dapat mengadopsi standar tersebut dengan gratis dan sukarela.
Ihsan Ovut menyebutkan terdapat standarisasi umum untuk menentukan sebuah produk makanan halal untuk dikonsumsi, di antaranya bahwa kebutuhan yang diperlukan untuk membuat makanan tersebut berdasarkan aturan-aturan Islam.
Ovut menyampaikan standarisasi halal untuk sebuah produk makanan perlu ditinjau dari persiapan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan termasuk memberikan label, penyimpanan pergudangan hingga pelayanannya.
Untuk menetapkan standarisasi halal tersebut, dibutuhkan beberapa hal, yakni konsensus dari pihak-pihak yang berkepentingan dan pengakuan dari lembaga sertifikasi yang diakui.
Selain itu, dibutuhkan kontribusi dari pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian diimplementasikan secara terus menerus dan berkesinambungan. “Standarisasi halal juga bersifat sukarela atau voluntary, bukan mandatory. Dokumen standarisasi halal, haruslah mengemukakan produk, layanan hingga proses pengolahan produk tersebut,” katanya.
Sekadar informasi, SMIIC berdiri sejak 2010 dan bermarkas di Istanbul, Turki. Hingga kini, SMIIC beranggotakan 36 negara dan terafiliasi dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Sumber ; gomuslim.co.id













