JIC, JAKARTA — Tidak selamanya sekolah Islam terpadu lekat dengan biaya mahal. Beberapa sekolah terpadu, bahkan menggratiskan biaya untuk siswa dhuafa.
Sekolah-sekolah yang dikelola lembaga zakat menjadi contoh betapa kurikulum sekolah terpadu juga bisa dinikmati oleh para mustahik. Sekolah Dasar Juara (SDJ) Jakarta Utara merupakan salah satu sekolah terpadu untuk mustahik.
Kepala Sekolah SDJ Jakarta Utara Rahmat Ilahi menjelaskan, sekolah juara berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum yang digunakan pun juga dari Kemendikbud yang dipadukan dengan kurikulum sekolah sendiri.
“Kita punya kurikulum khas sekolah juara, seperti hafiz, pengembangan bakat anak, seperti bakat seni,” ujar Rahmat.
Semua siswa sekolah yang berada di bawah yayasan Rumah Zakat tidak dikena kan biaya apa pun. Di samping itu, mereka juga diberikan fasilitas pendidikan seperti seragam, tas, dan berbagai perlengkapan lainnya.
“Ini bagian dari komitmen Rumah Zakat membentuk sekolah gratis dan berkualitas,” kata Rahmat.
Menurut dia, sumber pembiayaan un tuk semua operasional sekolah didapatkan dari berbagai donatur. Pengurus Rumah Zakat menghimpun dana dengan konsep sedekah produktif dalam bentuk pendidik an. Terutama orang yang diawal menjadi mustahik.
Rahmat mengungkapkan keberanian yayasan mendirikan sekolah gratis. Ia mengatakan, sejak awal, para pendiri mempunyai cita-cita mendirikan sekolah guna mengayomi anak-anak yang tidak terfasilitasi.
“Gratis diidentikkan dengan ecek-ecek. Ada yang bagus, tapi biayanya mahal. Sekolah juara itu penggagasnya, membuat untuk orang yang tidak mampu, khususnya dhuafa,” kata Rahmat.
Sekolah juga menjamin, siswa akan men dapatkan tenaga pengajar yang mum puni dan profesional. Para pengajar merupakan orang mempunyai semangat juang yang besar. Sebab itu, sejak awal, sekolah mencari orang yang memiki semangat perjuangan kuat mencerdaskan anak-anak dhuafa.
Meski gratis, lanjut Rahmat, sekolah tidak sembarangan menerima calon siswa. Beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh mereka, seperti tes akademik dan ke mampuan ekonomi keluarga. Menurut dia, orang yang paling miskin memiliki kesempatan lebih besar untuk diterima.
“Sekolah ini hadir sebagai mitra pemerintah yang tidak tertampung,” ujar Rahmat.
Misi Sekolah Islam
Sekolah Smart Exelencia Dompet Dhuafa juga menjadi penyelenggara pendidikan tak berbayar. Berbeda dengan Sekolah Juara, Smart Exelencia tetap mensyarat kan prestasi sebagai syarat siswa dhuafa untuk sekolah di sini.
Manager Smart Exelencia Muhamad Syafi’i mengungkapkan, pembiayaan sepenuhnya didukung Dompet Dhuafa. Pasalnya, pendidikan gratis merupakan salah satu programnya. Syafi’i menggambarkan, tiap-tiap siswa dibiayai sekitar Rp 2.500.000 setiap bulannya.
Smart Exelencia menggunakan dua kurikulum, yaitu dari Kementerian Pen didikan dan Kebudayaan dan kurikulum khas Smart Exelencia sendiri. Kurikulum sekolah tersebut di antaranya tentang kepemimpinan, kepribadian Islami, kemandirian, dan berjiwa sosial atau berdaya guna.
“Kita elaborasi, pembinaannya sebagian kecil di sekolah, 70 persen di asrama,” ujarnya. Meski gratis, kata Syafi’i, sekolah tetap memperhatikan kualitas. Karena itu, Smart Exelencia mampu mencapai prestasi yang tidak kalah dengan sekolah lainnya.
Syafi’i juga tidak khawatir akan tersendat dalam operasional sekolah. “Kita punya mimpi besar, salah satu tugas pemerintah yang belum tertunaikan dengan baik, berhak pendidikan yang berkualitas. Ini yang belum selesai. Maka, DD mengambil peran itu. Kita mendirikan sekolah ini. khusus dhuafa,” ujarnya.
Pendirian Smart Exelencia merupakan upaya DD memutus rantai kemiskinan di keluarga. Lembaga zakat itu yakin, pendidikan merupakan cara yang tepat guna memutus rantai kemiskinan. Pendidikan juga tidak sekadar membuat orang mampu bekerja, tapi memiliki wawasan yang luas.
Selain sekolah gratis yang dimiliki lembaga zakat, ada pula sekolah-sekolah Islam terpadu berbiaya murah. Contohnya, ada di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan Cendikia, Pasiran Jaya, Tulang Bawang, Lampung. Kepala SDIT Insan Cendikia Siti Khoiriyah mengatakan, masyarakat setempat cukup antusias mendaftarkan anaknya ke sekolah ini.
Pasalnya, orang tua meng inginkan anaknya juga mendapatkan pendidikan agama. Sekolah yang berdiri pada 2007 mengharuskan calon siswa membayar biaya masuk sebesar Rp 1.300.000 bagi pe rempuan dan Rp 1.210.000 untuk laki-laki. Sedangkan, SPP per bulan dikenakan Rp 75 ribu. Kemudian, bagi siswa kelas dua sam pai enam dikenakan daftar ulang Rp 300 ribu.
Selain sumber dana tersebut, sekolah juga mendapatkan dana operasional seko lah dari pemerintah. Semua sumber tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan sekolah. Orang tua pun tidak keberatan dengan tarif pembiayaan yang ditetapkan sekolah.
“Walaupun SPP Rp 75 ribu, kami termasuk sekolah paling mahal di sini,” ucapnya. Sekolah tersebut juga mampu bersaing dengan lembaga lainnya secara prestasi, terutama di tingkat kecamatan. Sekolah ini juga menggunakan kurikulum nasional dan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT).
Sumber ; republika.co.id












