JIC – Keterbatasan pancaindera bukan halangan yang menyurutkan niat untuk memperdalam ilmu agama. Jaman, pria tuna netra asal Malang ini membuktikan bahwa keterbatasan tak menghalanginya belajar.
Suara Jaman terbata-bata mengeja huruf demi huruf dalam Alquran braille. Jari tangannya meraba titik-titik yang timbul di atas permukaan kertas. Sejak tiga bulan terakhir, ia rutin belajar membaca huruf Arab Braille di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra (RSCN) Dinas Sosial Kota Malang.
Ia mengaku masih belum lancar membaca Alquran braille. Pria 23 tahun ini mengungkapkan motivasinya belajar huruf Arab Braille. “Supaya bisa mengaji lagi,” ungkapnya sembari tersenyum.
Jaman mengisahkan, dulunya ia dapat mengaji dengan Alquran biasa karena kebutaan hanya pada mata kirinya. Mata kanan Jaman masih berfungsi dengan normal. Pada 2010 ia menjalani operasi karena ada benjolan di hidung. Naas, tak lama setelah operasi ia didera panas tinggi hingga kejang-kejang.
Sakit itu menyebabkan syaraf Jaman putus karena masih lemah pascaoperasi. Pria asli Malang ini pun harus merelakan mata kanannya tak bisa melihat. Ia akhirnya menderita kebutaan total.
Di Mushola UPT RSCN, Jaman berbaur dengan kawan-kawan yang juga memiliki keterbatasan serupa. Meski telah mahir membaca huruf braille, membaca Alquran Braille punya tingkat kesulitan tersendiri.
Siswa lain di UPT RSCN, Bibit Miatun, mengungkapkan kesulitan itu. “Saya masih belum bisa membaca panjang pendek harokatnya,” ujar gadis 20 tahun itu.
Instruktur huruf Arab Braille Yani Soeswantoro mengatakan menyampaikan materi huruf Arab braille memang perlu kesabaran ekstra. Ia bahkan harus menerangkan materi yang sama berulang kali sebelum anak didiknya paham cara membaca Arab braille.
Di luar Ramadhan, mata pelajaran huruf Arab braille sebenarnya telah diajarkan di kelas kejuruan. Anak-anak didiknya rutin mengaji setiap Sabtu.
Memasuki bulan Ramadhan, kegiatan mengaji lebih diintensifkan. Maka setiap sore selepas ashar, Mushola UPT RSCN dipenuhi suara murid-murid yang mengaji Arab braille. “Karena Ramadhan, maka lebih diintensifkan mengaji setiap hari setelah ashar,” jelasnya.
Yani mengungkapkan, format huruf Arab braille pertama kali diadopsi di lembaga rehabilitasi tuna netra di Yogyakarta. Di Kota Malang, huruf ini diperkenalkan sekitar 15 tahun yang lalu. Dengan dikenalkannya format huruf Arab braille ini, kaum tuna netra terbantu agar tak lepas dari nilai-nilai keislaman.
Sumber ; republika.co.id