
“Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memberikan kelebihan hartamu, itu sangat baik bagimu. Jika tidak, itu sangat jelek bagimu. Engkau tidak (akan) dicela karena kesederhanaanmu. Dahulukanlah orang yang menjadi tanggunganmu. Sebab, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
(HR Muslim)
JIC – “Aku pernah menemui Rasulullah SAW. yang sedang telentang di atas tikar. Setelah aku duduk, kulihat ternyata beliau hanya mempunyai satu selimut tanpa yang lain. Tikar itu meninggalkan bekas menggurat di punggungnya. Aku pun melihat ada gandum kira-kira segenggam hingga satu sha’ dan daun salam untuk menyamak kulit di pojok ruangan, juga ada selembar kulit yang sudah disamak. Aku sangat sedih hingga menitikkan air mata,” demikian ungkapan hati Umar bin Khathab.
“Apa yang membuatmu menangis wahai Ibnu Khathab?” tanya Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini telah meninggalkan bekas di punggungmu. Lemarimu itu tidak ada yang dapat aku lihat selain yang ada di depan mataku, sedangkan Kaisar Parsi dan Romawi berada di antara buah-buahan segar dan sungai jernih yang mengalir. Padahal, engkau adalah Nabi Allah dan hamba-Nya yang paling mulia”.
Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Ibnu Khathab, apakah engkau belum rela kita yang memiliki akhirat sedang mereka hanya memiliki dunia?”
Itulah sekelumit kisah kebersahajaan Rasulullah SAW. Beliau sangat tawadhu dan sederhana dalam makanan, pakaian dan tempat tinggalnya. Beliau berpakaian dan menempati rumah sama seperti orang-orang kecil di sekitarnya, tidak ada kemewahan, glamor, dan simbol-simbol duniawi yang menandakan tingginya kedudukan beliau di antara umatnya. Padahal, sejarah mencatat beliau sebagai orang yang memiliki penghasilan besar untuk ukuran jamannya. Kalau mau apa pun bisa beliau beli. Selain pernah menjadi seorang saudagar kaya, Rasulullah saw. pun mendapat hak atas ghanimah atau harta rampasan perang.
Allah SWT telah menetapkan jatah yang berhak beliau miliki, ”Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, ’Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman’.” (QS Al-Anfal, 8:1)
Kalau kita buat kalkulasi dari semua peperangan yang beliau lakukan dan besarnya ghanimah yang didapat, harta yang menjadi hak Nabi SAW. sangatlah besar. Sebagai contoh, seperlima harta rampasan perang Hunain saja (yang menjadi hak beliau) mencapai 8000 ekor domba, 4800 ekor unta, serta 30 gram perak. Ke mana harta sebanyak itu? Sedikit saja harta yang sampai ke rumah beliau. Hampir seluruhnya dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang lebih membutuhkan. Rasulullah SAW ketika itu bersabda, “Sesungguhnya, harta itu hijau dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan kedermawanan hati, maka akan diberkahi; barangsiapa mengambilnya dengan keserakahan, maka tidak akan diberkahi. (Jika tidak diberkahi, maka dia) seperti orang yang makan, tapi tidak pernah kenyang. Tangan di atas (memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (diberi).” (HR Muslim)
Tinta sejarah telah menuliskan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang dermawan sejati. Saat meninggal, beliau tidak meninggalkan warisan apa-apa untuk keluarganya, selain beberapa potong pakaian yang tak baru lagi serta sebuah baju besi yang dijaminkan kepada seorang Yahudi. Nabi seringkali kelaparan, sebagaimana di kisahkan pada bagian awal tulisan ini. Andaikan beliau makan, jumlah makanan yang beliau konsumsi sangat sedikit dan sederhana pula, kelebihannya beliau sedekahkan kepada Ahlu Suffah dan orang-orang miskin. Beliau tidak berpakaian, kecuali pakaian dari bahan kasar dan murah harganya. Beliau tidak tidur, kecuali dialasi pelepah daun kurma yang dimodifikasi menjadi kasur. Beliau sangat takut apabila di rumahnya tersisa sedikit saja harta yang belum dibagikan.
Abu Dzar pernah berkisah, “Suatu hari aku berjalan bersama Rasulullah saw. di sebuah tanah lapang di Madinah sehingga di hadapan kami terlihat Jabal Uhud. Beliau menyapaku, ‘Wahai Abu Dzar!’. ‘Labbaik, ya Rasulullah,’ jawabku. ‘Tidak akan pernah membuat senang memiliki emas seperti Jabal Uhud ini, jika sampai melewati tiga hari dan aku masih memiliki satu dinar kecuali yang aku gunakan untuk melunasi utang. Jika aku memilikinya, pasti akan aku bagi-bagikan semuanya tanpa sisa dan aku katakan kepada hamba-hamba Allah begini, begini, begini (beliau mengisyaratkan arah kanan, kiri, dan belakangnya’.” (HR Bukhari Muslim)
Tidak berlebihan kiranya jika Abdullah bin Abbas, putra pamannya, mengatakan bahwa tidak ada orang yang paling dermawan yang pernah dia temui selain Rasulullah SAW. Apalagi ketika bulan Ramadhan, kedermawanan beliau bagaikan angin berhembus karena sangat mudahnya beliau bersedekah. “Rasulullah SAW adalah manusia paling dermawan. Puncak kedermawanannya terjadi pada bulan Ramadhan ketika Jibril mendatangi beliau … Sungguh, Rasulullah SAW lebih dermawan dan pemurah dengan kebaikan seperti angin yang berhembus.” (HR Bukhari Muslim)
Tidak hanya harta benda, semua hal yang layak diberikan dan beliau memilikinya, pasti diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Memberi dan terus memberi tanpa mengharap kembali, itulah Rasulullah SAW, nabi kita semua. Rabi ‘binti Ma’udz bin ‘Urfa pernah berkisah. Suatu ketika ayahnya mengutus ia membawakan satu sha’ kurma basah serta mentimun halus untuk dihadiahkan kepada Nabi SAW. Beliau memang sangat menyukai mentimun. Kebetulan, saat itu ada utusan yang mengirim hadiah berupa perhiasan emas yang banyak dari Bahrain. Ketika melihat Rabi’, Rasulullah SAW segera mengambil emas-emas itu sehingga telapak tangan beliau dipenuhi emas. Apa yang terjadi? Di luar dugaan Rabi’ binti Mu’adz, beliau memberikan emas-emas ini kepadanya. “Maka beliau memberikan perhiasan atau emas sepenuh telapak tanganku, lalu bersabda, ‘Berhiaslah engkau dengan ini…!” (HR Thabrani, Ahmad)
Oleh karena itu, William Moir, seorang pujangga asal Prancis, mengungkapkan kekagumannya pada pribadi Rasulullah SAW “Sederhana dan mudah adalah gambaran hidupnya. Perasa dan adabnya adalah sifat yang paling menonjol dalam pergaulan beliau dengan pengikutnya yang paling rendah sekalipun. Tawadhu, sabar, penyayang, dan mementingkan orang lain lagi dermawan adalah sifat yang selalu menyertai pribadinya dan menarik simpati orang-orang di sekitarnya.”
Sumber : tasdiqulquran.or.id












