JIC, JAKARTA — Walaupun ditolak pegiat antikorupsi dan kalangan masyarakat, DPR dan pemerintah sudah menyepakati secara garis besar salah-satu pasal dalam draf revisi UU KPK, yaitu tentang pembentukan dewan pengawas.
Dalam rapat panitia kerja (panja) Revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, selain pasal tentang dewan pengawas, dibahas pula antara lain pasal soal penyadapan, status pegawai KPK sebagai aparatur sipil, serta surat perintah penghentian penyidikan.
“Soal dewan pengawas, DPR dan pemerintah sudah sepakat, tinggal soal komposisi serta latar belakang orang yang duduk di dewan pengawas,” ungkap anggota DPR Komisi III dan politikus PKS, Nasir Djamil kepada BBC News Indonesia, Senin (16/09).
Pembahasan pasal tentang dewan pengawas KPK, yang dituangkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM), lanjutnya, “sudah ada titik temu.”

Apa komentar terbaru Presiden Jokowi tentang revisi UU KPK?
Sementara, Senin (16/09), Presiden Joko Widodo kembali memberikan pernyataan menanggapi tudingan para pegiat antikorupsi yang menyebut pemerintah dan DPR berniat melemahkan KPK dengan merevisi UU KPK.
“Sejak awal saya tidak pernah meragukan pimpinan KPK yang sekarang, dan sudah saya sampaikan berulang kali kinerja KPK itu baik,” kata Jokowi di hadapan wartawan di Jakarta.
Jokowi kemudian menyatakan, bahwa pemerintah saat ini “memperjuangkan substansi dalam revisi UU KPK.”
Namun dalam bagian lain pernyataannya, Presiden mengatakan bahwa KPK merupakan “lembaga negara, institusi negara, jadi bijaklah kita dalam bernegara.”
Presiden juga meminta masyarakat mengawasi proses revisi UU KPK yang saat ini sedang berlangsung di DPR. “Ini tugas kita bersama (mengawasi), agar KPK kuat.”
Eks pimpinan KPK: ‘Jangan terburu-buru revisi’
Dalam waktu hampir bersamaan, Senin (16/09), sejumlah mantan pimpinan KPK mendatangi kantor KPK dan menyerukan agar DPR dan pemerintah tidak terburu-buru dalam merevisi UU KPK.
“Pembahasan itu jangan terburu-buru, diperbanyak menyerap aspirasi, diperbanyak menyerap pendapat,” kata mantan Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, dalam jumpa pers usai bertemu pimpinan KPK.

Adapun mantan Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah, mengatakan: “Keputusan yang diambil dengan situasi hari yang panas, emosi, tergesa-gesa, potensial akan menghasilkan hal yang tidak baik.”
Sementara, pegiat antikorupsi dan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, pemerintah dan DPR seharusnya menghentikan pembahasan Revisi UU KPK.
“Dan, kalau bisa tidak usah diagendakan lagi di masa mendatang, karena selalu saja melihat peta politik sekarang, upaya revisi itu munculnya menjadi pelemahan KPK,” kata Dadang kepada BBC News Indonesia.
DPR sahkan lima calon pimpinan KPK yang baru
Adapun di DPR, Senin (16/09), selain melanjutkan pembahasan revisi UU KPK, rapat paripurna telah mengesahkan lima calon pimpinan KPK periode 2019-2023.
Mereka adalah Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, serta Nurul Ghufron.

Terpilihnya Firli Bahuri sebelumnya sempat mendapat kritik dari sejumlah kalangan karena dianggap pernah melanggar etik oleh pimpinan KPK. Tuduhan yang berulang kali dibantah oleh Firli.
Lima orang calon pimpinan KPK akan disampaikan DPR kepada Presiden Joko Widodo, dan bakal melantiknya paling lambat 30 hari kerja semenjak penerimaan surat pemberitahuan dari pimpinan DPR.
sumber : bbcindonesia.com