Home News Update Islam Indonesia TELAAH : SANTRI DAN MISI PERDAMAIAN DUNIA (1)

TELAAH : SANTRI DAN MISI PERDAMAIAN DUNIA (1)

0
233

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat memberikan sosialisasi Empat Pilar MPR di Cikini, Jakarta, Sabtu (6/4/2019) (ANTARA/HO-Humas MPR)

Jakarta, JIC — Tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015. Tema peringatan tahun 2019 adalah “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia.”
Tahun-tahun sebelumnya tema yang diangkat bersifat domestik tentang kontribusi dan kemandirian santri, serta kedamaian negeri.

Tema perdamaian dunia sangat relevan karena kita masih menyaksikan krisis kemanusiaan yang terjadi akibat perang di berbagai belahan bumi.Konflik bersenjata di Suriah sejak 2011 telah menelan korban sedikitnya 500 ribu orang, dan 12 juta penduduknya mengungsi. Krisis Suriah kemudian memunculkan konflik lain di perbatasan yang melibatkan Turki, etnik Kurdi, Rusia, Amerika Serikat dan milisi-milisi bersenjata, termasuk ISIS.

Krisis keamanan juga masih berlangsung di Yaman, Afghanistan, Sudan, wilayah selatan Saudi Arabia, dan yang tak bisa diabaikan adalah konflik lebih dari separuh abad akibat penjajahan Israel atas Palestina. Pada berbagai konflik itu terselip pertarungan kepentingan antar negara-negara adidaya. Umat Islam hanya menjadi korban.

Lalu, mungkinkah kaum santri sebagai bagian dari umat yang terpelajar (well-educated people) mampu mengartikulasikan perdamaian dunia? Tentu saja kita perlu tawadhu dan introspeksi, bahwa peran santri di dalam negeri lebih diprioritaskan, karena Indonesia juga masih mengalami tantangan di berbagai bidang.

Salah satu tantangan berat yang dihadapi Indonesia saat ini adalah merawat integrasi nasional agar tidak tereduksi oleh munculnya semangat sukuisme atau rasialisme. Konflik komunal yang terjadi di Papua dan Papua Barat, khususnya tragedi kemanusiaan di Wamena, Sorong, Manokwari dan Jayapura merupakan alarm masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita bereskan untuk menata ulang hubungan antar suku, agama dan golongan berbeda. Konflik terkini terjadi di daerah calon Ibukota baru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur antara warga Dayak dan pendatang.

Nasionalisme Indonesia harus dibangun di atas nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sebagaimana terangkum dalam Pancasila. Sebaliknya, sikap anti-Tuhan atau anti-agama, diskriminasi rasial, perpecahan atau separatisme, elitisme atau oligarki, dan kezaliman merupakan ancaman nasional yang utama.

Peran santri tentu tidak bisa menghentikan kekerasan secara fisik, karena itu tugas aparat keamanan dan Kepolisian RI. Sebagaimana santri Indonesia tidak harus berlatih kemiliteran agar siap dikirim menjadi pasukan perdamaian dunia, karena itu menjadi tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI). Partisipasi masyarakat dalam bidang pertahanan-keamanan telah diatur dalam Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara yang baru saja disetujui DPR RI.

Peran santri yakni membangun kesadaran, betapa bangsa Indonesia sejak awal eksistensinya bersifat majemuk dan hanya bisa bertahan bila merawat kemajemukan. Pondok pesantren adalah miniatur Indonesia sebab santri dari seluruh pelosok Nusantara berkumpul untuk menuntut ilmu. Bahkan, warga yang beragama non-Islam bisa datang ke pesantren untuk belajar ilmu bahasa, falsafah, pertanian atau keahlian lain. Karena saat ini, banyak pesantren yang mengembangkan disiplin ilmu baru di luar pendidikan keagamaan.

Dalam konteks perdamaian dunia, kaum santri dapat menanamkan dan menyebarluaskan nilai-nilai universal Islam yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

 

 

sumber : Antaranews.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fourteen + 15 =

toto

coloktoto

toto