ISLAM POLITIK, RADIKAL, MILITAN, ISIS: APA SEBENARNYA ITU?

0
278

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920                      Foto: Gahetna.nil

Islam Politik, Radikal, Militan, ISIS: Apa Sebenarnya Itu?

JIC, JAKARTA — Pada hari-hari yang riuh usai pembentukan kabinet memang perlu berpikir jernih. Di media sosial terus saling ribut dan mengolok, baik bagi mereka yang merasa kebagian potongan kue kekuasaan atau gagal mendapatnya. Polarisasi terus terjadi dan ini sangat berbahaya bila tak berujung. Politik seakan bukan ajang kompromi. Media sosial menunjukan diri sebagai fakta paripurna betapa hanya menjadi alat kebebasan individual belaka tanpa perlu hirau nasib bangsa.

Akibatnya, kata fundamentalis, radikal terus berhamburan. Udara politik kekuasaan dipublik terasa sedemikan penuh polusi. Padahal, dalam banyak hal semua pihak perlu pemikiran yang jernih. Minimal perlu ‘udara segar’ agar tak sesat jalan.

Untuk itu, saya akan muat kembali wawancara dengan mendiang pakar ekonomi politik, Prof Dawam Rahardjo yang terjadi beberapa tahun silam. ‘Mas Dawam’ berbicara panjang dan menyaring segala kesalah pahaman soal isu Islam politik, hingga pemahaman yang salah kaprah terkait soal ‘radikal dan fundamentalis tersebut. Berikut petikan wawancaranya:

Saat ini ada gerakan yang nampak mencoba menghapus Islam politik. Terkait dengan itu, maka menurut Anda sebenarnya asal usul dari munculnya kebencian terhadap Islam politik itu dari mana?

Sebetulnya sumber atau munculnya kebencian terhadap Islam politik itu berasal dari negara-negara Barat. Ini karena umat Islam itu lama sekali berjuang melawan imperialisme barat. Tapi, perjuangan itu selalu kalah karena persenjataan yang dimiliki oleh umat Islam ketika melawan mereka itu lemah. Akibatnya, perlawanan umat Islam pun selalu kalah.

Imbas kekalahan ini pun meluas tak hanya dalam bidang militer, yakni merambah bidang politik, sosial, dan ekonomi. Sehingga, karena itu maka negara-negara Muslim pun kemudian hidup dijajah oleh negara-negara Barat dalam jangka waktu yang lama. Umat Islam pun tak bisa bergerak.

Dan, sebagai satu-satunya reaksi yang masih dapat dilakukan untuk keluar dari kenyataan tersebut, maka umat Islam pun bangkit melakukan perlawanan dengan cara ‘gerilya’. Ini adalah pilihannya. Maka, dalam hal ini terorisme yang kerap dilabelkan kepada kaum Muslim oleh media negara-negara Barat itu pada hakikatnya jelas dapat disebut juga sebagai ‘gerilya politik’. Atau bisa juga disebut sebagai sebuah gerakan kekerasan. Jadi, gerakan ini muncul karena memang mereka tidak punya kesempatan untuk tampil ke permukaan.

Hal seperti inilah yang kini terjadi di jazirah Arab. Di sana Ikhwanul Muslimin selalu ditekan. Bayangkan meski memang dalam pemilihan presiden yang demokratis dan jujur, kemenangan mereka dibatalkan. Hal yang sama juga terjadi di Aljazair. FIS meski menang pemilu, tetapi kemenangannya pun dibatalkan atau tak diakui.

Nah, kalau sudah begitu, maka jelas mereka (negara-negara Barat) menjadi tak demokratis. Maka, umat Islam yang mereka zalimi melakukan perlawanan dengan cara kekerasan karena sudah tak ada pilihan lain. Jadi, kalau sekarang ini ada pihak-pihak tertentu, entah itu pihak pemerintah atau nonpemerintah, atau pula itu kekuatan Barat yang mau menghilangkan Islam politik itu, maka yang nanti akan timbul justru gerakan-geralan radikal yang mereka sebut itu sebagai aksi terorisme.

Untuk kasus Indonesia, gerakan menghapus Islam politik itu menurut Anda muncul mulai kapan?

Ya, sumber pertamanya memang dari sikap negara-negara Barat tersebut. Sumber lainnya adalah muncul dari gerakan komunis. Ini karena propaganda komunis tak pernah bisa mempan di lingkungan umat Islam. Bahkan, propaganda komunis oleh umat Islam selalu ditentang habis-habisan. Untuk itulah, kaum keduanya ini berusaha getol sekali menghilangkan Islam politik tersebut.

Padahal, perlu dipahami keberadaan Islam politik itu seharusnya dipahami sebagai sebuah hal yang positif. Ini karena Islam politik itu pasti demokrasi sebab Islam politik itu pasti dilakukan melalui perjuangan partai. Nah, kalau diperjuangkan oleh partai, maka itu jelas sebagai hal yang terbuka karena sebuah partai pasti ada izin dan aturan-aturannya. Dengan begitu, pasti mengikuti prasyarat demokrasi, seperti mengikuti pemilihan umum, mengikuti diskusi di publik, dan melakukan komunikasi dengan seluruh pihak. Jadi, Islam politik kan terbuka dan damai.

Setelah tahu seperti itu, menjadi pertanyaan saya kenapa Islam politik kok mau direpresi dan mau dihilangkan. Dan kalau ini benar-benar mau dihilangan, maka yang akan terjadi justru radikalisme.

Lalu, apakah gerakan Islam yang ingin mematikan gerakan Islam politik itu ujungnya hanya bertujuan menjadikan Islam sebagai alat yang ramah kepada kaum kapitalis?

Iya, memang begitu. Itu tindakan yang kini dilakukan oleh negara-negara Barat ketika merepresi dan tak ramah kepada Islam. Padahal, Islam itu menghendaki dan punya prinsip adanya keadilan sosial. Akhirnya, Barat pun terus curiga bahwa Islam politik itu tak perlu ada.

Dan, inilah hal yang keliru sebenarnya. Jadi, dalam hal ini Barat itu salah besar! Sekali lagi kalau Islam politik dihilangkan, maka akan terjadi radikalisme dan terorisme yang jauh lebih besar.

Di sini menjadi jelas, hanya dengan poitik Islam, maka semua radikalisme dan terorisme akan bisa dikontrol. Islam akan diperjuangkan secara tebruka di publik, DPR, dan media massa. Sesuai asas demokrasi, makanya semua bisa dikontrol dan dilihat. Dan, ini berbeda bila Islam politik diperjuangkan di bawah tanah, maka menjadi sulit dikontrol lagi.

Contohnya, ya apa yang terjadi pada ISIS itu. Keadaan ini terjadi karena kaum Suni yang mayoritas di Irak utara itu penduduknya Suni, tapi penguasanya Syiah. Makanya, timbul ISIS.

 

 

 

sumber : Republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twenty − eleven =