KOMUNITAS SEKOLAH RUMAH TOLAK HASIL RISET: ‘RADIKALISME DISEBABKAN KESALAHPAHAMAN AGAMA BUKAN SEKOLAH RUMAH’ (2)

0
205
ANTARA FOTO/ADIWINATA SOLIHIN
Image captionRiset PPIM UIN menyarankan agar anak-anak tetap berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas

Mengapa memilih sekolah rumah?

JIC, JAKARTA — Naning Sriwulan memutuskan untuk tidak menyekolahkan kedua anaknya di sekolah formal.

“Karena idealisme, merasa sistem pendidikan di Indonesia kurang sreg sama kita dengan standar kita yang ingin sekolah bagus tapi murah.

“Kita ingin sekolah yang anak-anaknya bukan hanya pintar di kertas, tapi mereka juga bisa mengaplikasikan ilmu didapat juga di kehidupan sehari-hari,” kata Naning kepada BBC News Indonesia di Jakarta, Selasa (3/12).

Ibu yang tergabung dalam komunitas sekolah rumah Silih Asah di Bogor itu menjelaskan, anak tertuanya kini menunjukan sikap yang dewasa dari teman seusianya.

“Mereka kami libatkan secara riil di dunia nyata. Kita pernah dari Bogor ke Bali pakai mobil dan menyelam di sana. Kami tidak bisa pulang karena Gunung Agung meletus, dia bisa mengerti dan sabar atas kondisi itu,” kata Naning yang suaminya berprofesi sebagai penyelam.

Naning SriwulanHak atas fotoBBC INDONESIA/RAJA EBEN
Image captionNaning Sriwulan menolak jika sekolah rumah disebut menyuburkan radikalisme, katanya kepada BBC Indonesia di Gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (3/12).

Orang tua lainnya, Johnatan mengungkapkan setiap anak memiliki kecerdasan yang tidak hanya dibatasi oleh ukuran linguistik dan logis matematis yang diajarkan oleh sekolah formal dan nonformal. Alasan ia menggunakan sekolah rumah adalah untuk membangkitkan bakat anaknya yang tidak diakomodasi oleh sekolah.

“Misalnya intrapersonal, bagaimana mengelola emosi, kalau punya konflik sama temannya. Banyak kita lihat orang dewasa dapat masalah sedikit walaupun cerdas di sekolah langsung anjlok,” katanya.

Johnatan melanjutkan, ada juga kecerdasan lain seperti spasial, kinetik, naturalis, musikal, dan interpersonal yang tidak terfasilitasi oleh sekolah.

“Anak saya berbakat di linguistik, sejalan dengan sekolah sebenarnya, cuma saya tidak bisa membayangkan kecerdasan lingsutik dia dijalankan dengan sistem hapalan ketimbang karena minat baca dan keinginan dia sendiri,” ujarnya.

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, sekolah rumah merupakan jalur pendidikan informal yang keberadaannya diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan dari apa yang disebut “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri” tersebut.

Keterlibatan pemerintah diperlukan dalam tahap standar penilaian apabila akan disetarakan dengan pendidikan jalur formal dan nonformal.

sumber : bbcindonesia.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

1 × 3 =